
Ramai Katalis, IHSG Diprediksi Tembus 6.850 di Akhir 2020

Jakarta, CNBC Indonesia - PT BNI Sekuritas memproyeksikan level psikologis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di penghujung tahun 2020 bisa mencapai level 6.850. Akhir tahun lalu, IHSG ditutup di level 6.299,54 atau menguat 1,7% sepanjang tahun lalu.
BNI Sekuritas menilai, ada beberapa katalis positif yang mendorong laju IHSG menguat hingga akhir tahun, antara lain prospek pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 yang lebih tinggi dari tahun lalu, meningkatnya estimasi laba emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan meredanya gejolak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Head of Equity Research BNI Sekuritas, Kim Kwie Sjamsudin menyatakan, level indeks tersebut mengacu pada valuasi price to earnings (P/E) ratio sebanyak 14,3 kali tahun 2021.
"Laba emiten BEI akan tumbuh signifikan sekitar 9%," ungkap Kim Kwie Sjamsudin, di Jakarta, Senin (6/01/2020).
Adapun saham-saham yang diunggulkan sepanjang tahun ini antara lain PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) untuk sektor perbankan.
Untuk sektor telekomunikasi, BNI Sekuritas merekomendasikan saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Dua sektor lainnya adalah properti dan konstruksi dengan rekomendasi saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
Dalam kesempatan yang sama, Head of Research Division BNI Sekuritas, Damhuri Nasution mengutarakan, dari global, sentimen damai dagang yang rencananya akan diteken pada 15 Januari 2020 mendatang akan menjadi angin segar bagi perekonomian global. Hal ini juga akan berdampak positif bagi meningkatnya ekspor China ke depan.
Namun, kata Damhuri, tren perlambatan ekonomi di negara-negara maju pada semester I-2020 masih akan berlanjut dan baru akan berbalik positif pada semester kedua.
"Negara maju tumbuh lambat karena suku bunga rendah, saham dan obligasi tidak bisa mencetak imbal hasi tinggi sehingga jadi kurang menarik. Sementara dengan prospek ekonomi yang bagus di negara emerging, saham dan obligasi menarik," ungkap Damhuri.
Selain itu, kata dia, pada tahun ini, Bank Indonesia masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga acuan sebanyak 25 - 50 basis poin menjadi 4,5% untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi domestik mengingat tingkat inflasi yang terjaga dan nilai tukar Rupiah yang masih stabil.
"Ruang penurunan bunga masih ada. Tapi BI tidak akan agresif menurunkan suku bunga karena BI akan menjaga yield obligasi, karena kalau turun dalam tidak menarik akan terjadi outlow, Rupiah akan melemah," katanya.
(tas/tas) Next Article Ditopang Kenaikan Komoditas, IHSG Siap Tembus Level 6.700
