Lepas 25% Saham, Pemilik Lama Bank Artos Kantongi Rp 132 M

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemilik lama PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO) yakni Arto Hardy, mengantongi dana segar Rp 132,40 miliar setelah menjual kepemilikan 24,50% atau 295.531.250 saham Bank Artos kepada pemegang saham pengendali baru.
Dalam pernyataannya lewat surat kepada Bursa Eek Indonesia (BEI) 2 Januari 2020, Yovita Fifiningsih Ario yang menjadi penerima kuasa dari Arto Hardy mengungkapkan bahwa si pemberi kuasa (Arto Hardy) menjual 24,50% saham di harga Rp 448/saham pada 30 Desember 2019 dalam rangka divestasi.
Arto Hardy adalah pemilik lama Bank Arto. Dalam surat itu disebutkan, Arto Hardy lahir di Hokkian, 14 September 1934 dan beralamat di Pasteur, Sukajadi, Bandung.
![]() |
Adapun Yovita adalah salah satu Direktur Bank Artos sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perusahaan pada 15 November 2019. Usai RUPSLB, terjadi perubahan susunan direksi dan komisaris termasuk pencopotan jabatan Yovita. Adapun komut perusahaan diganti dari Willliam Arto Hardy menjadi Jerry Ng.
Dalam pemberitaan sebelumnya, pada 26 Desember 2019, Bank Artos resmi diakuisisi oleh bankir senior Jerry Ng dan pengusaha Patrick Walujo.
Berdasarkan keterbukaan informasi BEI , Kamis (26/12/2019) Jerry Ng mengakuisisi Bank Arto melalui PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI).
Direktur MEI, Anika Faisal mengatakan aksi korporasi ini terjadi pada 26 Desember 2019. Adapun jumlah saham yang diakuisisi adalah sebesar 454,15 juta saham dengan harga Rp 395/saham atau setara dengan Rp 179,39 miliar. Artinya, setelah transaksi ini maka MEI memiliki 37,65% saham di Bank Arto.
Bersamaan dengan transaksi ini, Patrick Sugito Walujo juga masuk ke Bank Artos melalui Wealth Track Technology Limited (WTT) dengan kepemilikan 13,35%. Harga akuisisi ini juga sama, yakni Rp 395/saham. Patrick membeli 161,03 juta saham Bank Artos sehingga harus rela merogoh kocek sebesar Rp 63,6 miliar.
Meski demikian, pada dasarnya transaksi akuisisi ini telah molor lebih dari 1 bulan dibandingkan rencana sebelumnya.
Berdasarkan prospektus akuisisi yang diterbitkan sebelumnya, perkiraan transaksi jual beli saham ini selesai pada 13 November 2019 dengan perkiraan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun pada pekan pertama November 2019. Sesuai aturan yang berlaku, aksi korporasi ini memang harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari OJK.