Rupiah Ngamuk, Mata Uang Asia dan Eropa Takluk!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 December 2019 16:27
Rupiah Ngamuk, Mata Uang Asia dan Eropa Takluk!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun ini. Tidak hanya greenback, berbagai mata uang utama Asia dan Eropa pun merasakan 'amukan' rupiah.

Sejak akhir 2018 hingga kemarin alias year-to-date, rupiah menguat nyaris 3% di hadapan dolar AS. Rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik ketiga di Asia, hanya kalah dari baht Thailand dan peso Filipina.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia sepanjang tahun ini:




Satu lawan satu dengan mata uang Asia, rupiah pun digdaya. Hanya baht dan peso yang gagal ditaklukkan.

Berikut perkembangan kurs mata uang utama Benua Kuning terhadap rupiah secara year-to-date:



Ternyata efek gentar rupiah juga sampai ke Eropa. Tiga mata uang utama Benua Biru yaitu euro, poundsterling Inggris, dan franc Swiss tunduk di hadapan rupiah.

Berikut perkembangan kurs mata uang utama Eropa terhadap rupiah sepanjang 2019:

 



Faktor utama yang membuat rupiah begitu perkasa adalah derasnya arus modal asing di pasar keuangan Indonesia. Per kemarin, investor asing membukukan beli bersih Rp 49,19 triliun di pasar saham.

Kemudian di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan investor asing per 26 Desember mencapai Rp 1.064,84 triliun. Bertambah Rp 171,36 triliun sejak awal tahun.


Pasokan valas yang melimpah ini membuat rupiah punya ruang untuk menguat. Namun apa yang mendorong investor asing mau masuk ke pasar keuangan Indonesia?

Pertama adalah keuntungan. Harus diakui bahwa pasar keuangan Indonesia masih memberikan cuan yang lebih ketimbang negara-negara tetangga.

Di pasar saham, saat ini valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diukur dari Price to Earnings Ratio (P/E) ada di 16,57 kali. Lebih rendah ketimbang KLCI (Malaysia) yang 17,6 kali, PSEI (Filipina) 16,81 kali, sampai Nikkei 225 (Jepang) 18,71 kali.

Artinya, IHSG masih punya peluang untuk menguat karena valuasinya masih 'kemurahan'. Jadi kalau menanamkan modal di Bursa Efek Indonesia, maka masih bisa 'beranak'.

Kemudian di pasar obligasi negara, saat ini imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara seri acuan tenor 10 tahun berada di 7,096%. Lebih tinggi ketimbang instrumen yang sama di Filipina (4,405%), Malaysia (3,348%), sampai India (6,5%).

Alasan kedua adalah keamanan. Pada pertengahan tahun ini, lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) menaikkan rating surat utang pemerintah Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Ini berarti risiko gagal bayar alias default menjadi semakin kecil.


Penurunan risiko gagal bayar kemudian tercermin dalam Credit Default Swap (CDS). Baik untuk tenor lima dan 10 tahun, CDS Indonesia turun drastis dibandingkan awal tahun.

 

Oleh karena itu, investor menjadi nyaman menanamkan modal di pasar keuangan Indonesia. Sebab selain memberikan keuntungan, Indonesia juga menjanjikan keamanan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular