Seruan Ganti Dolar dengan Dinar Bikin Emas Dunia Melesat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 December 2019 21:10
Tanda-Tanda Emas Akan Menguat Sudah Muncul Pekan Lalu
Foto: [Tak Hanya Logam Mulia, Perhiasan Saat Ini Banyak Diburu Warga Untuk Investasi.(CNBC Indonesia)
Di luar isu penggunaan kembali emas dinar sebagai alat pembayaran oleh negara-negara Islam, tanda-tanda penguatan emas sebenarnya juga sudah terlihat sejak pekan lalu. CNBC International mewartakan, total kepemilikan aset SPDR Gold Trust naik 0,3% menjadi 885,93 ton pada Jumat pekan lalu (20/12/2019). 

Sementara itu, data Commodity Futures Trading Commission's (CFTC) menunjukkan jumlah net buy emas naik menjadi 286,3 kontrak pada pekan lalu, dari pekan sebelumnya 270,9 kontrak. 

Penambahan aset dan peningkatan posisi net buy tersebut terjadi di saat optimisme akan penandatangan kesepakatan dagang fase I antara Amerika Serikat (AS) dengan China sedang membuncah. Hal itu seharusnya memberi tekanan bagi emas, tetapi faktanya logam mulia ini masih kuat sepanjang pekan lalu, dan pada akhirnya melesat naik di pekan ini. 



Selasa lalu, emas sekali lagi unjuk kekuatan dalam kondisi pasar yang sedang optimistis akan kesepakatan dagang fase I. Presiden AS, Donald Trump, pada hari Selasa (24/12/2019) menyebut kesepakatan dagang fase I sudah hampir selesai, dan akan ada upacara penandatanganan dengan Presiden China Xi Jinping. 

"Ya, kami akan mengadakan upacara penandatanganan," kata Trump kepada wartawan, seperti dilansir dari Reuters. Sehari sebelumnya, CNBC International melaporkan China akan menurunkan bea masuk terhadap 850 produk dari AS mulai 1 Januari.

Perang dagang kedua negara selama 18 bulan membuat perekonomian kedua negara melambat dan berdampak pada perekonomian global. Ketika kedua negara mencapai kesepakatan dagang, harapan bangkitnya perekonomian global membuncah, sentimen pelaku pasar jadi membaik, dan kembali memburu aset berisiko berimbal hasil tinggi. 

Tetapi bukan berarti emas akan ditinggalkan para investor. Pergerakan emas di pekan ini menjadi bukti jika emas masih mampu menguat di kala sentimen pelaku pasar membaik. 



Pergerakan emas tersebut sesuai dengan ramalan bank investasi ternama Goldman Sachs. 

Analis Goldman Sachs, Mikhail Sprogis, menjadi salah satu yang memprediksi harga emas masih akan mencapai level US$ 1.600/troy ons. Alasannya ketika perekonomian global bangkit, maka mata uang utama lain juga akan menguat melawan dolar AS. Mata uang emerging market di Asia juga diprediksi menguat melawan greenback.

Harga emas dibanderol dengan dolar AS, ketika mata uang Paman Sam ini melemah maka harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain sehingga permintaan bisa meningkat.

Selain Goldman, UBS Group AG dan Citigroup juga memprediksi harga emas akan mencapai US$ 1.600/troy ons di tahun 2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular