
Internasional
Ending Boeing 737 Max, Dulu 'Disayang' Sekarang 'Dibuang'
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
18 December 2019 12:54

Nasib baik Boeing 737 Max tak pada 29 Oktober 2018 pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang. Sebanyak 189 orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, 5 kru dinyatakan meninggal dunia.
Sehari sebelum kecelakaan itu sistem operasi pesawat tersebut bermasalah. Namun, pihak maskapai menegaskan bahwa masalah tersebut telah dibenahi sebelum pesawat kembali beroperasi.
Menurut laporan akhir dari investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Kementerian Perhubungan, ada sembilan faktor yang berkontribusi dalam kecelakaan tersebut. Secara garis besar adalah gabungan antara faktor mekanik, desain pesawat, dan kurangnya dokumentasi tentang sistem pesawat.
Selain itu, faktor lain yang berkontribusi adalah kurangnya komunikasi dan kontrol manual antara pilot dan kopilot beserta distraksi dalam kokpit.
Berdasarkan bukti rekaman data dan percakapan selama penerbangan, KNKT menyimpulkan bahwa kopilot tidak familiar dengan prosedur.
Hanya berselang lima bulan dari jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 Boeing kembali dikejutkan dengan jatuhnya Ethiopian Airline dengan seri pesawat yang sama yaitu Boeing 737 Max 8.
Pesawat Boeing 737 Max 8 milik Ethiopian Airlines jatuh pada 10 Maret 2019 dan menewaskan 157 orang penumpangnya. Tiga menit setelah lepas landas dari bandara Addis Ababa, pilot pesawat meminta izin untuk kembali karena kecepatan pesawat abnormal.
Saat itu seluruh kontak antara menara pengawas di bandara dengan Ethiopian Airlines nomor penerbangan 302 menuju Nairobi, hilang lima menit setelah pesawat lepas landas.
Semenit setelah pesawat lepas landas dari bandara, Kapten Pilot Yared Getachew melapor kepada menara pengawas, adanya masalah pada pesawat. Saat itu pesawat di bawah ketinggian minimum, dan masih terus naik.
Kemudian, pilot meminta izin untuk kembali ke bandara tiga menit setelah lepas landas. Menara pengawas memberikan izin, namun pesawat tersebut terus naik ke ketinggian yang tidak biasa, dan tiba-tiba menghilang dari radar militer.
Dua kecelakaan tersebut disinyalir karena masalah yang sama yaitu Angle of Attack. Angle of attack adalah parameter mendasar dari penerbangan yang mengukur derajat antara aliran udara dan sayap pesawat. Jika terlalu tinggi, maka dapat membuat pesawat mengalami kegagalan aerodinamis.
Selain itu MCAS (Manoeuvring Characteristics Augmentation System) juga disebut-sebut sebagai "biang kerok" terjadinya kecelakaan fatal dua pesawat terbang sejenis yang hanya terpaut waktu beberapa bulan saja.
(sef/sef)
Sehari sebelum kecelakaan itu sistem operasi pesawat tersebut bermasalah. Namun, pihak maskapai menegaskan bahwa masalah tersebut telah dibenahi sebelum pesawat kembali beroperasi.
Menurut laporan akhir dari investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Kementerian Perhubungan, ada sembilan faktor yang berkontribusi dalam kecelakaan tersebut. Secara garis besar adalah gabungan antara faktor mekanik, desain pesawat, dan kurangnya dokumentasi tentang sistem pesawat.
Berdasarkan bukti rekaman data dan percakapan selama penerbangan, KNKT menyimpulkan bahwa kopilot tidak familiar dengan prosedur.
Hanya berselang lima bulan dari jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 Boeing kembali dikejutkan dengan jatuhnya Ethiopian Airline dengan seri pesawat yang sama yaitu Boeing 737 Max 8.
Pesawat Boeing 737 Max 8 milik Ethiopian Airlines jatuh pada 10 Maret 2019 dan menewaskan 157 orang penumpangnya. Tiga menit setelah lepas landas dari bandara Addis Ababa, pilot pesawat meminta izin untuk kembali karena kecepatan pesawat abnormal.
Saat itu seluruh kontak antara menara pengawas di bandara dengan Ethiopian Airlines nomor penerbangan 302 menuju Nairobi, hilang lima menit setelah pesawat lepas landas.
Semenit setelah pesawat lepas landas dari bandara, Kapten Pilot Yared Getachew melapor kepada menara pengawas, adanya masalah pada pesawat. Saat itu pesawat di bawah ketinggian minimum, dan masih terus naik.
Kemudian, pilot meminta izin untuk kembali ke bandara tiga menit setelah lepas landas. Menara pengawas memberikan izin, namun pesawat tersebut terus naik ke ketinggian yang tidak biasa, dan tiba-tiba menghilang dari radar militer.
Dua kecelakaan tersebut disinyalir karena masalah yang sama yaitu Angle of Attack. Angle of attack adalah parameter mendasar dari penerbangan yang mengukur derajat antara aliran udara dan sayap pesawat. Jika terlalu tinggi, maka dapat membuat pesawat mengalami kegagalan aerodinamis.
Selain itu MCAS (Manoeuvring Characteristics Augmentation System) juga disebut-sebut sebagai "biang kerok" terjadinya kecelakaan fatal dua pesawat terbang sejenis yang hanya terpaut waktu beberapa bulan saja.
(sef/sef)
Next Page
Dunia Boikot 737 Max
Pages
Most Popular