
Resmi! DPR Minta Direksi Jiwasraya 2013-2018 Dicekal
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
16 December 2019 16:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan jajaran direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Dalam rapat itu, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka menilai masalah yang membelit Jiwasraya tak lepas dari direksi yang lama.
"Dan apa yang disampaikan tadi saya kira jika ada hal yang sensitif saya kira bisa ditutup dulu. Bapak tadi bilang ingin selamatkan Jiwasraya. Menyelamatkan Jiwasraya tanpa selamatkan nasabah bukan berarti selamatkan Jiwasraya," ujar Rieke.
Ia menambahkan, total utang Jiwasraya hingga mencapai Rp 49,6 triliun bukanlah utang biasa.
"Utang sebesar ini bukan maling, tapi rampok namanya. Lebih tinggi karena enggak kecil. Direksi sekarang yang tanggung risiko," kata Rieke.
Oleh karena itu, dia menilai direksi yang harus dicekal untuk mempertanggungjawabkan masalah tersebut.
Anggota Komisi VI DPR RI asal Fraksi PKS Rafli mengaku menyayangkan fungsi kontrol pemerintah yang abai selama 5 tahun pertama Jokowi.
"Saya kasihan ke Pak Jokowi. Pintu terbuka lebar bobrok ini," ujar Rafli.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar Mukhtarudin bahkan menilai ada permainan antara tim audit dengan perusahaan yang dibeli sahamnya.
"Ada kongkalikong lalu saham dijual. Habis dapat uang dari jual saham, perusahaannya bangkrut. Kebanyakan begitu di kita," katanya.
Atas kondisi tersebut, Komisi VI DPR RI secara resmi mengeluarkan sikap politik, yakni melakukan pencekalan terhadap direksi Asuransi Jiwasraya periode 2013-2018 hingga ada kejelasan kasus.
Komisi VI DPR RI mengusulkan pembentukan panja/pansus serta meminta kepada Jiwasraya untuk membuat rencana strategis penyelesaian masalah yang saat ini.
"Ini sikap politik kami, kepada pihak-pihak yang barangkali coba bermain dalam persoalan ini. Jadi, ini persoalan serius. Penegakkan hukumnya ya dilakukan, penyelamatan korporasi juga harus dilakukan," ujar Mukhtarudin.
Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengakui tidak akan sanggup membayar premi nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun yang jatuh tempo pada kurun waktu Oktober-Desember 2019.
"Tentu tidak bisa. Sumbernya dari corporate action. Mohon maaf ke nasabah, dari awal saya enggak bisa pastikan tanggal berapa karena ini dalam proses," kata Hexana.
Namun, dia menyebut Jiwasraya tetap akan mengusahakan pengembalian dana polis tersebut ke nasabah, setidaknya di tahun 2020. Caranya dengan mencari dana dari investor.
Saat ini, Jiwasraya menyebut sedang menjalin kerja sama dengan beberapa investor, yakni empat perusahaan asing dan satu perusahaan dalam negeri guna penyelesaian beban keuangan perusahaan asuransi jiwa ini.
(miq/tas) Next Article Ngadu ke DPR, Pensiunan BUMN Tolak Restrukturisasi Jiwasraya
Dalam rapat itu, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka menilai masalah yang membelit Jiwasraya tak lepas dari direksi yang lama.
"Dan apa yang disampaikan tadi saya kira jika ada hal yang sensitif saya kira bisa ditutup dulu. Bapak tadi bilang ingin selamatkan Jiwasraya. Menyelamatkan Jiwasraya tanpa selamatkan nasabah bukan berarti selamatkan Jiwasraya," ujar Rieke.
"Utang sebesar ini bukan maling, tapi rampok namanya. Lebih tinggi karena enggak kecil. Direksi sekarang yang tanggung risiko," kata Rieke.
Oleh karena itu, dia menilai direksi yang harus dicekal untuk mempertanggungjawabkan masalah tersebut.
Anggota Komisi VI DPR RI asal Fraksi PKS Rafli mengaku menyayangkan fungsi kontrol pemerintah yang abai selama 5 tahun pertama Jokowi.
"Saya kasihan ke Pak Jokowi. Pintu terbuka lebar bobrok ini," ujar Rafli.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar Mukhtarudin bahkan menilai ada permainan antara tim audit dengan perusahaan yang dibeli sahamnya.
"Ada kongkalikong lalu saham dijual. Habis dapat uang dari jual saham, perusahaannya bangkrut. Kebanyakan begitu di kita," katanya.
Atas kondisi tersebut, Komisi VI DPR RI secara resmi mengeluarkan sikap politik, yakni melakukan pencekalan terhadap direksi Asuransi Jiwasraya periode 2013-2018 hingga ada kejelasan kasus.
Komisi VI DPR RI mengusulkan pembentukan panja/pansus serta meminta kepada Jiwasraya untuk membuat rencana strategis penyelesaian masalah yang saat ini.
"Ini sikap politik kami, kepada pihak-pihak yang barangkali coba bermain dalam persoalan ini. Jadi, ini persoalan serius. Penegakkan hukumnya ya dilakukan, penyelamatan korporasi juga harus dilakukan," ujar Mukhtarudin.
![]() |
Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengakui tidak akan sanggup membayar premi nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun yang jatuh tempo pada kurun waktu Oktober-Desember 2019.
"Tentu tidak bisa. Sumbernya dari corporate action. Mohon maaf ke nasabah, dari awal saya enggak bisa pastikan tanggal berapa karena ini dalam proses," kata Hexana.
Namun, dia menyebut Jiwasraya tetap akan mengusahakan pengembalian dana polis tersebut ke nasabah, setidaknya di tahun 2020. Caranya dengan mencari dana dari investor.
Saat ini, Jiwasraya menyebut sedang menjalin kerja sama dengan beberapa investor, yakni empat perusahaan asing dan satu perusahaan dalam negeri guna penyelesaian beban keuangan perusahaan asuransi jiwa ini.
(miq/tas) Next Article Ngadu ke DPR, Pensiunan BUMN Tolak Restrukturisasi Jiwasraya
Most Popular