
Banyak Harga Saham Tak Wajar, Mau Dibuat Acuannya Lho
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
14 December 2019 15:40

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) berniat menambah produk yang akan dinilai harga wajarnya di pasar yaitu saham-saham yang tidak likuid, paling cepat tahun depan. Saat ini, perusahaan baru memberikan valuasi nilai wajar instrumen obligasi pemerintah dan obligasi korporasi.
Direktur PHEI Wahyu Trenggono mengatakan selain saham yang tidak likuid, instrumen baru yang akan dinilai harga wajarnya adalah sertifikat deposito (negotiable certificate of deposit/NCD) yang diterbitkan perbankan.
Meskipun PHEI berniat menerbitkan valuasi saham tidak likuid, Wahyu mengatakan rencana tersebut berasal dari inisiatif perusahaan sendiri dan tidak berhubungan dengan penertiban pasar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penertiban pasar yang masih terjadi saat ini termasuk kepada penghitungan nilai portofolio reksa dana dengan nilai pasar wajarnya.
"Kami melihat bahwa banyak kejadian yang dapat dihindari investor bila mereka mengetahui kisaran berapa harga saham yang seharusnya. Betul sekali [paling cepat awal tahun depan] dan perlu menunggu mandat dari OJK dan mungkin perlu berkoordinasi dengan Bank Indonesia dulu sebagai otoritas pasar uang," ujarnya melalui pesan singkat semalam (13/12/19).
Menurut dia, salah satu indikator tidak likuidnya saham di pasar adalah saham yang harganya sudah jatuh di bawah harga terendah di pasar reguler yaitu Rp 50 per saham dan saham di harga berapapun yang hampir tidak pernah ditransaksikan dalam 1 pekan atau lebih lama lagi.
Selain itu, lanjutnya, definisi tentang saham likuid juga masih didiskusikan dengan pemangku kepentingan (stakeholder) pasar modal.
Dia menambahkan bahwa kewenangan PHEI baik penuh maupun parsial untuk menghitung dan menerbitkan valuasi harga wajar harian serta wajib-tidaknya penggunaan hasil penghitungan oleh pelaku pasar juga masih tergantung dari keputusan OJK.
Menurutnya, perusahaan juga sudah memulai transformasi untuk menyiapkan mengemban tugas tersebut dengan mengganti logo perusahaandan merek jual (brand marketing) dari sebelumnya sebagai indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) sekarang sudah kembali menjadi PHEI.
Selama ini, PHEI memiliki mandat untuk memvaluasi harga wajar dari obligasi yang ada di pasar modal, baik berupa obligasi negara maupun obligasi korporasi. Harga wajar yang dikeluarkan PHEI juga dijadikan referensi oleh manajer investasi dan institusi keuangan yang berada di bawah wewenang OJK, mulai dari 2013.
Penggunaan nilai wajar PHEI itu sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) No. IV.C.2 tentang Nilai Pasar Wajar dari Efek Dalam Portofolio Reksadana. Aturan itu sudah direvisi oleh Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-367/BL/2012.
PHEI saat ini sudah mengantongi izin sebagai lembaga penilai harga efek yang didasari Peraturan Bapepam-LK No. V.C.3 tentang Lembaga Penilaian Harga Efek, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-329/BL/2007 tanggal 19 September 2007.
Pemegang saham PHEI terdiri dari 33,33% yang masing-masingnya dimiliki ketiga lembaga self regulatory organization (SRO) bursa yakni PT Bursa Efek Indonesia, PT Kliring Penjaminan Efek Indonensia (KPEI), dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Produk utama PHEI adalah valuasi harga dan tingkat imbal hasil (yield) obligasi, indeks harga-yield obligasi, kurva yield wajar obligasi, dan riset berkala.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Giliran Obligasi Korporasi Terdampak, Penerbitan Bisa Sepi!
Direktur PHEI Wahyu Trenggono mengatakan selain saham yang tidak likuid, instrumen baru yang akan dinilai harga wajarnya adalah sertifikat deposito (negotiable certificate of deposit/NCD) yang diterbitkan perbankan.
Meskipun PHEI berniat menerbitkan valuasi saham tidak likuid, Wahyu mengatakan rencana tersebut berasal dari inisiatif perusahaan sendiri dan tidak berhubungan dengan penertiban pasar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penertiban pasar yang masih terjadi saat ini termasuk kepada penghitungan nilai portofolio reksa dana dengan nilai pasar wajarnya.
"Kami melihat bahwa banyak kejadian yang dapat dihindari investor bila mereka mengetahui kisaran berapa harga saham yang seharusnya. Betul sekali [paling cepat awal tahun depan] dan perlu menunggu mandat dari OJK dan mungkin perlu berkoordinasi dengan Bank Indonesia dulu sebagai otoritas pasar uang," ujarnya melalui pesan singkat semalam (13/12/19).
Selain itu, lanjutnya, definisi tentang saham likuid juga masih didiskusikan dengan pemangku kepentingan (stakeholder) pasar modal.
Dia menambahkan bahwa kewenangan PHEI baik penuh maupun parsial untuk menghitung dan menerbitkan valuasi harga wajar harian serta wajib-tidaknya penggunaan hasil penghitungan oleh pelaku pasar juga masih tergantung dari keputusan OJK.
Menurutnya, perusahaan juga sudah memulai transformasi untuk menyiapkan mengemban tugas tersebut dengan mengganti logo perusahaandan merek jual (brand marketing) dari sebelumnya sebagai indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) sekarang sudah kembali menjadi PHEI.
Selama ini, PHEI memiliki mandat untuk memvaluasi harga wajar dari obligasi yang ada di pasar modal, baik berupa obligasi negara maupun obligasi korporasi. Harga wajar yang dikeluarkan PHEI juga dijadikan referensi oleh manajer investasi dan institusi keuangan yang berada di bawah wewenang OJK, mulai dari 2013.
Penggunaan nilai wajar PHEI itu sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) No. IV.C.2 tentang Nilai Pasar Wajar dari Efek Dalam Portofolio Reksadana. Aturan itu sudah direvisi oleh Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-367/BL/2012.
PHEI saat ini sudah mengantongi izin sebagai lembaga penilai harga efek yang didasari Peraturan Bapepam-LK No. V.C.3 tentang Lembaga Penilaian Harga Efek, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-329/BL/2007 tanggal 19 September 2007.
Pemegang saham PHEI terdiri dari 33,33% yang masing-masingnya dimiliki ketiga lembaga self regulatory organization (SRO) bursa yakni PT Bursa Efek Indonesia, PT Kliring Penjaminan Efek Indonensia (KPEI), dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Produk utama PHEI adalah valuasi harga dan tingkat imbal hasil (yield) obligasi, indeks harga-yield obligasi, kurva yield wajar obligasi, dan riset berkala.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Giliran Obligasi Korporasi Terdampak, Penerbitan Bisa Sepi!
Most Popular