
Penerbitan Obligasi Korporasi Diramal Cuma Capai Rp 105 T

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) atau sebelumnya bernama Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menyebut penerbitan obligasi korporasi tahun ini diprediksi hanya akan mencapai Rp 105 triliun, turun 38% dari prediksi lembaga ini yang sebelumnya senilai Rp 170 triliun.
Direktur Utama PHEI Yoyok Isharsaya mengatakan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang dalam skenario terburuknya bisa jatuh hingga -0,4% dapat berdampak pada potensi penerbitan obligasi korporasi.
"Proyeksi yang mungkin ada dalam saat ini, ada di angka sekitar Rp 105 triliun, dengan range yang konservatif, yakni Rp 100 triliun sampai Rp 110 triliun," kata Yoyok kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/4/2020).
Dia menyebut, kebutuhan penerbitan obligasi tahun ini diestimasi hanya untuk memenuhi pendanaan kembali (refinancing) obligasi yang akan jatuh tempo. Menurut catatan PHEI, nilai obligasi korporasi yang akan jatuh tempo di tahun ini nilainya mencapai Rp 105,6 triliun yang terdiri dari 177 seri.
Turunnya minat penerbitan obligasi ini sudah mulai tergambar dari penerbitan obligasi pada kuartal pertama tahun ini yang hanya mencapai Rp 21,34 triliun. Nilai ini turun dari jumlah penerbitan pada kuartal pertama tahun sebelumnya yang senilai Rp 30,39 triliun.
Berdasarkan data dari PHEI per hari ini, Kamis (16/4), yield atau imbal hasil untuk obligasi korporasi dengan rating AAA dan tenor 5 tahun di kisaran 9%. Kemudian untuk obligasi korporasi rating AA dengan tenor yang sama, yield-nya mencapai 9,5%.
Adapun untuk obligasi korporasi dengan peringkat A dan tenor 5 tahun yield-nya mencapai 10,75%. Sedangkan untuk obligasi korporasi bertenor 5 tahun dan rating BBB, yield telah mencapai level 13,5%.
Sebelumnya, Associate Director Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Marutho juga mengatakan dengan ada pandemi Covid-19 saat ini akan berdampak pada pasar surat utang baik primary maupun secondary. Sebab banyak perusahaan yang akan terdampak langsung dan tak langsung dari kondisi saat ini.
"Pertumbuhan rata-rata industri pastinya tergantung. Rencana-rencana di awal tahun dan sebelum sangat besar sekali kemungkinan berubah," kata Ramdhan kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/4).
Dia menyebut, akan banyak perusahaan menunda untuk menerbitkan surat utang, terkecuali bagi perusahaan yang akan melakukan pembiayaan kembali (refinancing) utang-utangnya.
Prediksi ini beralasan. Sebagai contoh, penerbitan obligasi milik Astra Credit Companies (ACC), perusahaan pembiayaan Grup Astra juga tak terserap sepenuhnya.
Pada 8 April lalu, manajemen PT Astra Sedaya Finance, salah satu perusahaan di bawah bendera ACC, menyatakan Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi Berkelanjutan IV Astra Sedaya Finance dengan Tingkat Bunga Tetap dan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Astra Sedaya Finance hanya mencapai Rp 2,42 triliun, jauh dari target Rp 7,58 triliun.
"Tidak tercapainya target dana yang akan dihimpun disebabkan oleh kondisi pasar yang fluktuatif yang menyebabkan demand untuk pembelian obligasi tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan," tulis ACC dalam situs resminya.
(tas/tas) Next Article S&P Pangkas Outlook RI, Apa Dampaknya ke Pasar Obligasi?
