Jelang Akhir Tahun, Apa The Fed Bakal Bikin Kejutan Lagi?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 December 2019 19:48
Perang Dagang Masih Menggantung
Foto: Infografis/Saling balas serangan AS VS CHINA/Aristya Rahadian krisabella

Guna memproyeksikan hasil pertemuan The Fed yang akan diumumkan pada esok dini hari, tentu perkembangan perang dagang AS-China perlu dicermati.

Pasalnya, seperti yang sudah disebutkan di halaman satu, perang dagang AS-China telah menjadi salah satu faktor yang melandasi keputusan The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps di sepanjang tahun 2019, di samping juga perlambatan ekonomi globa, dan inflasi yang rendah.

Sekedar mengingatkan, beberapa bulan yang lalu AS dan China sempat begitu dekat untuk menandatangani kesepakatan dagang. Namun, rencana ini kandas di tengah jalan dan perang dagang justru menjadi tereskalasi.

Kini, kedua negara telah fokus dalam menyusun kesepakatan dagang tahap satu. Rencananya, kesepakatan dagang tahap satu akan menjadi pintu bagi kedua negara untuk kemudian menandatangani kesepakatan dagang yang lebih menyeluruh.

Perkembangan terbaru terkait negosiasi dagang kedua negara pun terbilang positif. Wall Street Journal melaporkan bahwa AS berencana untuk menunda pengenaan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China yang dijadwalkan akan mulai berlaku pada 15 Desember mendatang, seperti dilansir CNBC International. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini mencapai US$ 160 miliar.

Ditundanya pengenaan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China tersebut dilakukan oleh AS seiring dengan upaya yang tengah dilakukan kedua belah pihak untuk memfinalisasi kesepakatan dagang tahap satu.

Namun, di sisi lain ada kemungkinan bahwa perang dagang AS-China akan berlarut-larut hingga tahun 2020. Beberapa waktu yang lalu, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa AS mungkin lebih baik menunggu hingga pasca pemilihan presiden tahun 2020 untuk meneken kesepakatan dagang dengan China. Sebagai informasi, pemilihan presiden AS pada tahun depan baru akan digelar pada bulan November.

Lebih lanjut, Trump sudah mengungkapkan bahwa dirinya tak memiliki tenggat waktu untuk meneken kesepakatan dagang dengan China. Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh pihak Beijing.

Lebih lanjut, sebelum pemberitaan positif terkait negosiasi dagang AS-China dari Wall Street Journal dipublikasikan, ada pemberitaan negatif yang jika benar adanya, berpotensi membuat kesepakatan dagang AS-China semakin sulit untuk diteken.

Financial Times melaporkan bahwa Partai Komunis China telah memerintahkan seluruh kantor pemerintahan untuk secara total menghilangkan ketergantungan terhadap perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) buatan negara lain dalam jangka waktu tiga tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

Layaknya formasi di permainan sepak bola, kebijakan ini disebut dengan istilah “3-5-2”. Hal ini lantaran penggantian hardware dan software buatan negara lain tersebut akan dilakukan secara bertahap, tepatnya 30% pada tahun 2020, 50% pada tahun 2021, dan 20% pada tahun 2022, tulis Financial Times dalam pemberitaannya.

Pemberitaan dari Financial Times tersebut mengutip sebuah publikasi dari sekuritas asal China yang bernama China Securities. Analis di China Securities memproyeksikan bahwa sebanyak 20 hingga 30 juta hardware di China perlu untuk diganti guna memenuhi kebijakan tersebut.

Menurut China Securities, perintah untuk secara total menghilangkan ketergantungan terhadap hardware dan software buatan negara lain datang pada awal tahun ini. Walaupun tak ada pengumuman yang disampaikan terkait dengan kebijakan ini kepada publik, dua perusahaan keamanan siber (cybersecurity) menginformasikan kepada Financial Times bahwa klien-klien mereka yang merupakan bagian dari pemerintah China telah menjelaskan kebijakan tersebut kepada mereka.

Untuk diketahui, walaupun kantor pemerintahan China kebanyakan menggunakan Personal Computer (PC) produksi dalam negeri seperti Lenovo, software yang digunakan tetaplah Microsoft.

Kantor pemerintahan China juga diketahui menggunakan hardware buatan Dell dan Hewlett Packard (HP) yang berasal dari Negeri Paman Sam. Sementara itu, PC rakitan Lenovo juga menggunakan prosesor Intel yang lagi-lagi berasal dari AS.

Hingga kini, China belum memiliki alternatif terhadap Windows besutan Microsoft yang merupakan operating system untuk PC paling populer di dunia. Pada tahun ini, sejatinya Huawei yang merupakan raksasa telekomunikasi asal China merilis HarmonyOS yang merupakan operating system besutannya sendiri, namun hingga kini belum jelas apakah operating system tersebut akan bisa digunakan untuk kepentingan pemerintah.

Jika pemberitaan tersebut benar adanya, pihak Washington bisa tersulut dan membuat perang dagang kedua negara semakin sulit untuk dicari solusinya.

Dengan memperhatikan perkembangan negosiasi dagang AS-China di mana ada potensi yang besar bahwa perang dagang antar keduanya akan berlarut-larut atau bahkan tereskalasi, ruang bagi The Fed untuk mengeksekusi kembali pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps kami nilai masih terbuka.

(ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular