Data Tenaga Kerja AS "Menggila", Harga Emas Langsung Jeblok

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 December 2019 22:01
Data Tenaga Kerja AS
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global jeblok memasuki perdagangan sesi Amerika Serikat (AS) Jumat (6/12/2019). Rilis data tenaga kerja AS yang "gila" memberikan tekanan hebat bagi logam mulia ini. Harga emas langsung merosot 1,02% ke level US$ 1.460,73/troy ons di pasar spot pukul 21:43 WIB, melansir data Refinitiv.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang November perekonomian AS mampu menyerap 266.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll/NFP). Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober sebanyak 156.000 tenaga kerja, dan jauh lebih tinggi dari konsensus Trading Economics sebesar 180.000 tenaga kerja.



NFP di bulan November tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak bulan Januari lalu. Data ini bisa disebut "gila" jika melihat rilis data oleh Automatic Data Processing Inc. (ADP) pada Rabu lalu yang melaporkan sektor swasta AS menyerap tenaga kerja hanya sebanyak 67.000 orang.

Data dari ADP tersebut biasanya digunakan untuk memprediksi berapa jumlah NFP yang akan dilaporkan oleh Pemerintah AS. Perbedaan yang sangat signifkan antara data dari ADP dengan data dari Pemerintah tentunya sangat "gila". Belum lagi jika melihat tingkat pengangguran Negeri Paman Sam yang dilaporkan di 3,5% di bulan November.

Tingkat pengangguran tersebut turun dibandingkan bulan Oktober sebesar 3,6%, menyamai catatan di bulan September, dan merupakan yang terendah sejak tahun 1969. 



Hanya satu data yang kurang bagus yakni rata-rata upah per jam yang naik 0,2% month-on-month (MoM) lebih rendah dari konsensus Trading Economics sebesar 0,3%. Seandainya data ini juga dilaporkan lebih tinggi dari konsensus, tekanan bagi emas akan semakin hebat.

Untuk diketahui, data tenaga kerja AS merupakan salah satu acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter. Rilis data yang impresif ini tentunya menguatkan sikap The Fed untuk tidak lagi memangkas suku bunga.

Sepanjang tahun ini The Fed sudah memangkas suku bunga sebanyak tiga kali, dan menjadi salah satu faktor yang mendorong kenaikan harga emas hingga mencapai level tertinggi lebih dari enam tahun US$ 1.557/troy ons di awal September lalu.

Suku bunga The Fed saat 1,5-1,75%, terakhir kali dipangkas pada akhir Oktober lalu. Saat itu ketua The Fed, Jerome Powell, mengatakan periode pemangkasan suku bunga sudah berakhir, suku bunga tidak akan lagi dipangkas, kecuali kondisi ekonomi memburuk.

Dengan The Fed yang kemungkinan besar tidak akan memangkas suku bunga lagi, harapan emas untuk menguat hanya pada perundingan dagang AS-China. Emas merupakan aset aman (safe haven) yang daya tariknya akan meningkat jika perundingan dagang AS-China kembali buntu, dan perang dagang terus berlanjut. 

Sayangnya, perundingan dagang kedua negara sedang berada di jalur yang tepat. Presiden AS Donald Trump mengatakan perundingan dengan China berjalan dengan baik. Di pihak lain, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, Gao Feng mengatakan kedua negara masih intensif berunding.

Ia menambahkan China percaya jika kedua negara meneken kesepakatan dagang, sejumlah bea masuk importasi harus diturunkan.



Sebelumnya Bloomberg mengabarkan kedua negara sedikit lagi setuju akan penghapusan sejumlah bea masuk, dan kesepakatan dagang fase satu bisa terjadi sebelum 15 Desember.

Meski demikian, kabar terbaru mengatakan China belum setuju dengan jumlah produk pertanian AS yang harus dibeli untuk mencapai kesepakatan fase satu. CNBC International mengutip The Wall Street Journal memberitakan jika kedua negara masih membahas seberapa besar produk pertanian AS yang harus dibeli China.

Presiden AS Donald Trump meminta China untuk membeli produk pertanian Negeri Sam senilai US$ 40 miliar sampai US$ 50 miliar, yang lebih besar US$ 8,6 miliar dari total pembelian Negeri Tiongkok pada tahun lalu.



Pada 15 Desember, sembilan hari lagi, merupakan batas waktu perundingan dagang kedua negara. Jika sampai saat itu kesepakatan dagang belum diteken, AS akan kembali menaikkan bea masuk importasi produk dari China. 

Pelemahan emas mungkin masih bisa diredam, pelaku pasar pastinya juga mengantisipasi kemungkinan gagalnya perundingan dagang, dan yang terjadi justru eskalasi perang dagang. Namun jika pada akhirnya kesepakatan dagang diteken, harga emas berpotensi jatuh lebih dalam.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular