Merana di November, Bagaimana Nasib Emas di Desember?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 December 2019 15:44
Merana di November, Bagaimana Nasib Emas di Desember?
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global berakhir melemah di awal perdagangan Senin (2/12/19) kemarin. Tentunya pelemahan di perdagangan pertama bulan Desember bukan kabar bagus, mengingat di bulan November nasib emas sudah merana.

Peruntungan bagi emas juga masih belum membaik pada hari ini, Selasa (3/11/19), pada pukul 14:15 WIB, harga emas turun tipis 0,03% ke level US$ 1.461,9/troy ons. Sementara Senin kemarin melemah 0,11%, meski lebih baik dari awal perdagangan yang sempat turun 0,7%.

Sepanjang bulan November, harga emas anjlok 3,26%, menjadi penurunan bulan terburuk sejak Juni 2018 yang merosot 3,52%. Penguatan bursa saham global menjadi penekan utama harga emas di bulan November. Bursa saham AS bahkan berkali-kali mencetak rekor tertinggi.



Pelemahan emas sejak Senin kemarin bahkan terjadi saat munculnya risiko perang dagang baru, serta dolar Amerika Serikat (AS) yang terkoreksi tajam. Dua faktor tersebut seharusnya bisa membuat harga emas melesat naik, tetapi nyatanya sampai saat ini masih melempem.



Menjelang dibukanya perdagangan sesi AS Senin kemarin Presiden AS Donald Trump berkicau di akun Twitternya. Presiden AS ke-45 ini kembali mengobarkan perang dagang, kali dengan dengan Brasil dan Argentina. Trump mengatakan akan menerapkan lagi bea masuk importasi baja dan aluminium dari kedua negara tersebut.

"Brasil dan Argentina telah melakukan devaluasi besar-besaran terhadap mata uang mereka, dan hal itu tidak bagus untuk petani kita. Oleh karena itu, efektif secepatnya, saya akan menerapkan lagi bea masuk semua baja dan aluminum yang masuk ke AS dari dua negara tersebut" kata Trump melalui akun Twitternya, sebagaimana dilansir CNBC International.

Dampaknya dari cuitan tersebut, bursa Eropa dan AS rontok pada perdagangan Senin kemarin. Indeks S&P 500 melemah 0,9% menjadi penurunan harian terbesar hampir dalam dua bulan terakhir. Indeks Dowe Jones bernasib sama, turun 0,9%, Nasdaq lebih besar lagi, yakni 1%.

Emas yang menyandang status aset aman (safe haven) biasanya menjadi buruan pelaku pasar, sehingga harganya melesat naik. Apalagi dolar AS sedang mengalami koreksi setelah rilis data ekonomi yang mengecewakan Senin kemarin. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur AS bulan November sebesar 48,1, menurun dibandingkan bulan sebelumnya 48,3.

Angka di bawah 50 berarti kontraksi atau aktivitas yang menurun, ini berarti di bulan November sektor manufaktur AS mengalami kontraksi yang semakin dalam. Dampaknya indeks dolar yang mengukur penguatan mata uang Paman Sam merosot 0,43% dan menyentuh level terlemah dalam satu pekan terakhir.



Emas hanya mampu memangkas pelemahan merespon dua faktor tersebut, belum mampu menguat kembali, dan bisa jadi sinyal buruk bagi performa logam mulia ini di bulan Desember.

Perang dagang AS-China, akan menjadi kunci pergerakan harga emas. Sampai saat ini hubungan kedua negara masih naik turun.

Satu penggerak utama lainnya, outlook suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk sementara tidak bisa diharapkan lagi mendongkrak kinerja emas, malah sebaliknya saat ini menekan turun harga emas.

The Fed sebelumnya telah menegaskan tidak akan menurunkan suku bunga lagi, kecuali ekonomi AS memburuk. Emas belum beruntung, data ekonomi AS belakangan ini dirilis cukup apik, yang menguatkan sikap The Fed tersebut.

Berdasarkan data dari Refinitiv, dalam 10 tahun terakhir emas sering mengalami pelemahan di bulan Desember. Seperti disebutkan sebelumnya, membaiknya sentimen pelaku pasar yang tercermin dari penguatan bursa saham akan menekan harga emas. 

Di bulan Desember, bursa saham sering mengalami penguatan, hal ini terkait dengan aktivitas window dressing. Selain itu ada juga istilah Santa Rally, yang merupakan kenaikan bursa saham AS di bulan Desember. 

Pada periode 2009-2008, harga emas melemah sebanyak enam kali pada bulan Desember. Berbanding terbalik dengan emas, indeks S&P 500 mencatat penguatan sebanyak tujuh kali pada periode tersebut. 

Emas dan indeks S&P 500 cenderung bergerak berlawanan arah, tetapi sebanyak dua kali, yakni pada tahun 2010 dan 2015 keduanya bergerak searah. Pada Desember 2010 baik emas dan S&P 500 sama-sama mencatat penguatan, sebaliknya pada Desember 2015 keduanya mengalami pelemahan. 



Bagaimana nasib perang dagang AS-China akan sangat mempengaruhi harga emas di penghujung tahun ini. Kedua negara masih melakukan perundingan, tetapi sepertinya semakin alot. 

Global Times selaku media yang dimiliki oleh Partai Komunis China memberitakan bahwa prioritas utama dari Beijing adalah untuk mendorong AS menghapuskan bea masuk tambahan terhadap produk-produk impor asal China yang sudah dibebankan selama periode perang dagang kedua negara.

"Sumber-sumber yang mengetahui langsung jalannya negosiasi dagang AS-China memberitahu Global Times pada hari Sabtu (30/11/2019) bahwa AS harus menghapuskan bea masuk tambahan yang saat ini sudah dikenakan, bukan yang akan dikenakan, sebagai bagian dari kesepakatan (dagang tahap satu)," tulis pemberitaan Global Times, seperti dilansir dari CNBC International.

Selain itu, China juga geram AS ikut campur masalah Hong Kong. Pada pekan lalu Presiden AS Donald Trump menandatangani Undang-Undang (UU) penegakan hak asasi manusia dan demokrasi Hong Kong

Terbaru Kongres AS dikabarkan akan membuat UU baru penegakan hak asasi manusia di Xinjiang. 

China dikatakan akan membalas dengan melarang para pembuat UU tersebut untuk datang ke China. Hal tersebut disampaikan oleh Hu Xijin, Pemimpin Redaksi tabloid Global Times. 



AS yang ikut campur masalah Hong Kong dan Xinjiang bisa jadi semakin memanaskan hubungan kedua negara, dan mengancam kesuksesan kesepakatan dagang. Untuk diketahui, sampai saat ini Presiden Trump masih berencana menaikkan bea masuk importasi dari China pada 15 Desember jika kedua negara gagal meneken kesepakatan dagang. 

Jika hal tersebut sampai terjadi, maka perang dagang bukannya berakhir malah akan tereskalasi, bursa saham berisiko rontok, dan emas memiliki peluang menguat. 

Sebaliknya jika pada akhirnya AS-China menandatangani kesepakatan dagang, bursa saham global berpeluang menguat lagi, dan emas berisiko mengulangi performa negatif di bulan Desember. 

TIM RISET CBNC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular