Ini Alasan BI Tahan Suku Bunga Tapi Turunkan GWM
Lidya Julita Sembiring-Kembaren, CNBC Indonesia
21 November 2019 14:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan. Namun BI menembakkan 'peluru' lainnya yaitu menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM).
Pada Kamis (21/11/2019), Rapat Dewan Gubernur memutuskan BI 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di 5%. Sebelumnya, BI sudah menurunkan suku bunga acuan selama empat bulan beruntun.
"Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran target, stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers usai RDG.
Sepanjang 2019, BI memperkirakan inflasi berada di kisaran 3,1%. Kurang lebih sama dengan 2018 yaitu 3,13%.
Sementara stabilitas eksternal, lanjut Perry, juga lebih baik. Pada kuartal III-2019, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) memang mencatatkan defisit US$ 46 juta. Namun jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus US$ 2 miliar.
Kemudian di sisi pertumbuhan ekonomi, pada kuartal III-2019 tercatat 5,02%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 5,05%.
Meski suku bunga tidak berubah, tetapi BI mengeluarkan 'senjata' lain yaitu GWM. Per 2 Januari 2020, GWM untuk bank umum dan syariah turun 50 basis poin (bps) menjadi masing-masing 5,5% dan 4%.
Penurunan GWM dilatarbelakangi untuk mendorong penyaluran kredit. Pada September, pertumbuhan kredit tercatat 7,89% year-on-year (YoY), melambat ketimbang bulan sebelumnya yaitu 8,59%. Hingga akhir tahun, BI memperkirakan penyaluran kredit hanya 8%.
"Kredit perbankan dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan. Di sisi penawaran itu ada bagaimana bank menyediakan dana untuk penyaluran kredit yang terdiri dari prospek ekonomi ke depan, suku bunga, regulasi, likuiditas, persepsi risiko, termasuk standar penyaluran kredit perbankan," jelas Perry.
Secara agregat, demikian Perry, likuiditas memang cukup. Namun distribusi antar bank tidak merata. Bank-bank kecil mengalami kekurangan dana karena persaingan mencari dana, ada yang kurang bisa menarik dana masyarakat.
"Penurunan GWM akan menambah likuiditas seluruh bank. Dengan penurunan 50 bps, tambahan likuiditas bank umum Rp 24,1 triliun sementara bank umum syariah Rp 1,9 triliun. Jumlahnya Rp 26 triliun," ungkap Perry.
(aji/aji) Next Article Bunga Acuan BI Ditahan Hari Ini, Nanti Bisa Turun Nggak?
Pada Kamis (21/11/2019), Rapat Dewan Gubernur memutuskan BI 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di 5%. Sebelumnya, BI sudah menurunkan suku bunga acuan selama empat bulan beruntun.
"Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran target, stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers usai RDG.
Sepanjang 2019, BI memperkirakan inflasi berada di kisaran 3,1%. Kurang lebih sama dengan 2018 yaitu 3,13%.
Sementara stabilitas eksternal, lanjut Perry, juga lebih baik. Pada kuartal III-2019, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) memang mencatatkan defisit US$ 46 juta. Namun jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus US$ 2 miliar.
Kemudian di sisi pertumbuhan ekonomi, pada kuartal III-2019 tercatat 5,02%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 5,05%.
Meski suku bunga tidak berubah, tetapi BI mengeluarkan 'senjata' lain yaitu GWM. Per 2 Januari 2020, GWM untuk bank umum dan syariah turun 50 basis poin (bps) menjadi masing-masing 5,5% dan 4%.
Penurunan GWM dilatarbelakangi untuk mendorong penyaluran kredit. Pada September, pertumbuhan kredit tercatat 7,89% year-on-year (YoY), melambat ketimbang bulan sebelumnya yaitu 8,59%. Hingga akhir tahun, BI memperkirakan penyaluran kredit hanya 8%.
"Kredit perbankan dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan. Di sisi penawaran itu ada bagaimana bank menyediakan dana untuk penyaluran kredit yang terdiri dari prospek ekonomi ke depan, suku bunga, regulasi, likuiditas, persepsi risiko, termasuk standar penyaluran kredit perbankan," jelas Perry.
Secara agregat, demikian Perry, likuiditas memang cukup. Namun distribusi antar bank tidak merata. Bank-bank kecil mengalami kekurangan dana karena persaingan mencari dana, ada yang kurang bisa menarik dana masyarakat.
"Penurunan GWM akan menambah likuiditas seluruh bank. Dengan penurunan 50 bps, tambahan likuiditas bank umum Rp 24,1 triliun sementara bank umum syariah Rp 1,9 triliun. Jumlahnya Rp 26 triliun," ungkap Perry.
(aji/aji) Next Article Bunga Acuan BI Ditahan Hari Ini, Nanti Bisa Turun Nggak?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular