
Banting Tulang Seharian, IHSG Sukses Ditutup Menguat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 November 2019 16:40

Rilis data perdagangan internasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi faktor yang memantik aksi beli di pasar saham tanah air. Data ini dirilis pada hari Jumat (15/11/2019).
Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa ekspor melemah sebesar 6,13% secara tahunan, lebih baik ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor mengalami kontraksi sebesar 9,03%. Sementara itu, impor diumumkan ambruk hingga 16,39% secara tahunan, lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan kontraksi sebesar 16,02%.
Neraca dagang Indonesia pada bulan lalu membukukan surplus senilai US$ 160 juta, lebih baik ketimbang konsensus yang memperkirakan adanya defisit senilai US$ 300 juta.
Pada kuartal I-2019, BI mencatat CAD berada di level 2,51% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 1,94% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 2,93% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 2,96% dari PDB.
Pada kuartal III-2019, CAD membaik menjadi 2,66% dari PDB, dari yang sebelumnya 3,22% pada kuartal III-2018.
Sebagai informasi, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Lebih lanjut, dengan adanya potensi bahwa CAD akan bisa ditekan, ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk kembali memangkas tingkat suku bunga acuan menjadi terbuka. Pada hari ini, BI dijadwalkan untuk memulai RDG yang akan berakhir pada hari Kamis (21/11/2019), diikuti dengan pengumuman tingkat suku bunga acuan.
Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sejatinya memproyeksikan bahwa bank sentral akan menahan tingkat suku bunga acuan di level 5%. Namun, tetap ada harapan bahwa tingkat suku bunga acuan akan kembali dipangkas. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh pelaku pasar saham tanah air untuk melakukan aksi beli.
Untuk diketahui, dalam empat RDG sebelumnya BI selalu memangkas tingkat suku bunga acuan dengan besaran 25 basis poin (bps). Lantas jika ditotal, BI sudah memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 100 bps dalam empat RDG tersebut.
Saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan suntikan energi yang salah satunya bisa datang dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Belum lama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal III-2019.
Pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, diikuti pertumbuhan sebesar 5,05% secara tahunan pada kuartal II-2019.
Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.
Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Jika tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut oleh BI, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular