Cuan! CPO Sentuh Rekor, Yuk Intip Kinerja Emiten Sawit

Dwi Ayuningtyas & Tirta Widi Gilang Citradi, CNBC Indonesia
14 November 2019 07:00
Cuan! CPO Sentuh Rekor, Yuk Intip Kinerja Emiten Sawit
Foto: Gejolak Harga CPO, Fitch Sebut Produsen Sawit Asia Tertekan (CNBC Indonesia TV)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sebulan terakhir komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai jadi primadona. Betapa tidak, harganya mulai bangkit dan terus mencapai rekor terbarunya seiring dengan turunnya produksi dan stok serta melonjaknya ekspor minyak sawit Malaysia.

Pada Selasa pekan ini (12/11/2019), harga CPO kontrak pengiriman 3 bulan di Bursa Malaysia Derivatif ditransaksikan di level tertinggi RM2.638/ton pada perdagangan pagi hari. Harga CPO saat itu naik RM11 atau 0,42% dibanding harga penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Hari berikutnya, perdagangan Rabu (13/11), mengacu data Refinitiv, harga CPO masih bertengger di level RM2.600/ton, meskipun naik tapi kenaikan harga komoditas andalan Indonesia ini tak banyak.


Harga CPO kontrak pengiriman 3 bulan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange pada pukul 10.30 WIB, Rabu kemarin menyentuh RM 2.618/ton naik 14 ringgit atau 0,53% dibanding harga penutupan perdagangan Selasa.



Harga CPO sudah melesat tajam hingga 20,7% dari 14 Oktober hingga penutupan perdagangan Selasa pekan ini.

Secara teknikal harga CPO sudah menyentuh level jenuh belinya. Namun lonjakan ekspor serta berkurangnya produksi serta stok Malaysia jadi sentimen positif yang mengerek harga naik.

Mengutip Reuters, Dewan Sawit Malaysia (MPOB) merilis data stok minyak sawit Malaysia periode Oktober turun 4,1% dibanding bulan sebelumnya menjadi 2,35 juta ton. Stok ini merupakan yang terendah kedua tahun ini setelah stok bulan Agustus yang mencapai 2,25 juta ton.


Penurunan stok ini di luar dugaan, padahal poling yang dihimpun Reuters sebelumnya menunjukkan bahwa stok akan berada di level 2,52 juta ton naik dari bulan September sebesar 2,45 juta ton.

Sementara itu output atau produksi minyak sawit turun menjadi 1,79 juta ton dari bulan sebelumnya sebesar 1,88 juta ton. Penurunan output disebabkan oleh adanya kekeringan dan kabut yang juga menurunkan produktivitas.

Dari sisi ekspor juga mengalami peningkatan. Ekspor minyak sawit Malaysia bulan Oktober mencapai 1,64 juta ton melampaui poling Reuters yang hanya 1,59 juta ton. Ekspor minyak sawit Malaysia bulan Oktober lebih tinggi dibanding ekspor September atau naik 16,4%.

Peningkatan ekspor terjadi karena tingginya permintaan minyak sawit dari China akibat penurunan pasokan minyak kedelai.

Sementara itu survei yang dilakukan oleh lembaga survei independen kenamaan Intertek Testing Services mengatakan bahwa ekspor produk minyak sawit Malaysia periode 1-10 September mencapai 344.330 ton sementara pada 1-10 Oktober naik menjadi 412.020 ton.

Artinya ekspor produk minyak sawit Malaysia melonjak hingga 19,7% pada periode 1-10 November dibanding periode yang sama bulan sebelumnya.

Penurunan produksi, stok dibarengi dengan permintaan yang naik membuat harga CPO terangkat. Namun harga CPO berpotensi terkoreksi karena sudah mencapai level jenuh belinya.

Walaupun koreksi harga CPO berpotensi terjadi, namun harga masih diprediksikan naik hingga tahun depan karena didongkrak oleh program B20 dan B30 di Malaysia dan Indonesia. Diprediksi permintaan minyak sawit untuk program B30 sampai 9,6 juta ton.

Seiring dengan terus meroketnya harga CPO, bagaimana dengan prospek saham emiten sawit di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan kinerja sahamnya?

Mengacu data BEI, sepanjang kuartal ketiga tahun ini mayoritas produsen sawit menorehkan capaian omzet dan laba bersih yang lebih baik dari kuartal sebelumnya. Namun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, masih lebih lemah.

Harga CPO Mulai Pulih, Kinerja Q3-2019 Emiten Sawit MembaikFoto: CNBC Indonesia/Dwi Ayunintyas




Sebagai contoh, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) pada periode Juli-September 2019 membukukan total pendapatan Rp 990,43 miliar, naik 48,31% QoQ dari sebelumnya Rp 667,79 miliar di kuartal II-2019.

Jika dibandingkan dengan capaian kuartal III-2018, maka masih mencatatkan koreksi 10,82% YoY karena pada periode tersebut perusahaan mencatatkan omzet Rp 1,11 triliun.

Perolehan laba bersih LSIP juga serupa dengan kinerja top line, di mana pada kuartal kedua tahun ini perusahaan yang sebelumnya merugi Rp 28,15 miliar berhasil mengantongi laba bersih Rp 42,06 miliar di kuartal III lalu.

Sayangnya, laba kuartal III-2019 hampir 3 kali lipat lebih rendah (-249,4% YoY) dari capaian kuartal III-2018 yang senilai Rp 119,77 miliar.

Kemudian, ada PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) yang meski kinerja pendapatannya turun baik secara kuartalan maupun secara tahunan, performa laba bersih perusahaan berhasil melesat secara kuartalan.

Sepanjang kuartal III-2019, AALI mampu mengantongi laba Rp 67,47 miliar, di mana pada kuartal sebelumnya laba perusahaan hanya Rp 6,3 miliar. Sedangkan jika dibandingkan capaian tahun lalu, masih mencatatkan penurunan 80,16% YoY.

Dari sisi saham, data BEI mencatat saham AALI sudah melonak 18,10% dalam sebulan terakhir. Saham LSIP juga naik hampir 10% dalam sebulan terakhir, begitu pun dengan saham induknya LSIP yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) yang naik 11,45% secara bulanan.

Saham PT Jaya Agra Wattie Tbk (JAWA) yang lebih banyak fokus di karet (meski ada juga CPO), pun naik 8,18% dalam sebulan terakhir, sementara saham PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) minus 4,21% sebulan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular