Perang Dagang & Hong Kong Membara, IHSG Jatuh 0,6%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 November 2019 16:30
Perang Dagang & Hong Kong Membara, IHSG Jatuh 0,6%
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (13/11/2019), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,05% ke level 6.177,66. Per akhir sesi satu, koreksi IHSG sudah bertambah dalam menjadi 0,33% ke level 6.160,54. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG kembali bertambah dalam, yakni sebesar 0,62% ke level 6.142,5.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-2,14%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,03%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-1%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-3,29%), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-3,82%).


Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,85%, indeks Shanghai melemah 0,33%, indeks Hang Seng ambruk 1,82%, indeks Straits Times terkoreksi 0,77%, dan indeks Kospi berkurang 0,86%.

Memanasnya hubungan antara AS dan China di bidang perdagangan menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.

Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa AS akan menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China secara signifikan jika kesepakatan dagang tahap satu tak bisa diteken.

"Jika kami tak mencapai kesepakatan, kami akan secara signifikan menaikkan bea masuk tersebut," kata Trump dalam pidatonya di hadapan para peserta Economic Club of New York.


"Bea masuk akan dinaikkan dengan sangat signifikan. Hal ini akan berlaku untuk negara-negara lain yang juga memperlakukan kita dengan tidak benar," tambahnya.

Untuk diketahui, sebelumnya pelaku pasar begitu optimistis bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang tahap satu. Optimisme ini hadir menyusul pengumuman dari pihak China bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan AS untuk menghapuskan bea masuk tambahan yang sudah dikenakan oleh masing-masing negara selama perang dagang berlangsung, seperti dilansir dari CNBC International.

Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengabarkan bahwa kedua belah pihak telah setuju untuk secara bersama-sama menghapuskan bea masuk yang menyasar produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar tersebut. Penghapusan bea masuk disebut China akan dilakukan secara bertahap.

Perang Dagang & Hong Kong Membara, IHSG Jatuh 0,6%Foto: Trump Tuntut Nego Dagang Lebih Lengkap (CNBC Indonesia TV)

Dirinya lalu menambahkan bahwa kedua belah pihak kini telah semakin dekat untuk menandatangani kesepakatan dagang tahap satu, menyusul negosiasi yang konstruktif dalam dua pekan terakhir.

Namun, pihak AS membantah klaim dari China tersebut. Penasehat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menegaskan bahwa pihak AS tak pernah menyepakati hal tersebut dengan China. Navarro pun menilai China tengah melakukan upaya propaganda.

"Tidak ada kesepakatan untuk saat ini yang menghapuskan semua tarif yang diberlakukan sebagai kondisi untuk kesepakatan dagang fase pertama," tegas Navarro dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (8/11/2019).

"Mereka hanya bernegosiasi di ranah publik dan tengah mencoba mendorong (kesepakatan) ke satu arah." tambah Navarro.

Trump kemudian menjadi pihak yang ikut membantah klaim dari pihak China. Menjelang akhir pekan kemarin, Trump mengatakan bahwa dirinya belum setuju untuk menghapuskan bea masuk tambahan yang diberlakukan Washington terhadap produk impor asal China.


"Mereka ingin ada penghapusan. Saya belum menyetujui apapun," kata Trump pada hari Jumat waktu setempat (8/11/2019), dilansir dari CNBC International.

Dengan ancaman terbaru yang ditebar oleh Trump kepada China, praktis pelaku pasar menjadi semakin skeptis bahwa kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara akan bisa diteken.

Untuk diketahui, sejauh ini AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.

Tak hanya perang dagang AS-China, Hong Kong yang kini semakin membara ikut menjadi faktor yang menekan kinerja bursa saham Asia. Bahkan, indeks Hang Seng dibuat ambruk nyaris 2% karenanya.

Pada hari Senin (11/11/2019), aksi demonstrasi di Hong Kong kembali terjadi. Seorang perwira polisi Hong Kong bahkan terekam video ketika sedang menembak pendemo yang mengenakan topeng. Polisi itu juga terlihat memukul salah seorang pendemo.

Kejadian selama bentrokan itu disiarkan langsung di Facebook. Akibat demo yang brutal ini, aktivitas selama jam sibuk di Hong Kong menjadi terganggu.

Beberapa jam setelahnya, beredar video kekerasan lain terkait seorang pria yang dikabarkan dibakar hidup-hidup oleh pengunjuk rasa. Kejadian ini terjadi di stasiun kereta bawah tanah Ma On Shan.

Dalam rekaman yang dimuat CNN International, kejadian ini berawal dari adu mulut antara pria tersebut dan pendemo. Para pendemo terlihat meneriakkan kata-kata yang mengusir pria paruh baya tersebut untuk kembali ke China daratan.

Korban pun mencoba membalas pendemo dengan mengatakan "kalian semua bukan orang China". Setelahnya ia pun dikeroyok, disiram dengan cairan yang mudah terbakar dan disulut api.

Kemudian kemarin (12/11/2019), bentrokan terjadi antara aparat kepolisian dengan demonstan di Chinese University of Hong Kong. Melansir BBC, polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah demonstran.

Dengan kericuhan yang masih saja terjadi di Hong Kong, praktis perekonomiannya menjadi semakin terancam. Untuk diketahui, aksi demonstrasi besar-besaran yang dalam beberapa waktu terakhir terjadi di Hong Kong sudah membuatnya memasuki periode resesi. Aksi demonstrasi tersebut pada awal mulanya dipicu oleh penolakan terhadap RUU ekstradisi.


Beberapa waktu yang lalu, Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Melansir World Economic Outlook edisi April 2018 yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF), Hong Kong merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar ke-35 di dunia. Walaupun tidak sebesar AS dan China yang kini tengah terlibat perang dagang, tentu posisi Hong Kong di tatanan perekonomian dunia tak bisa dianggap sepele.

Bagi Indonesia, Hong Kong merupakan mitra yang sangat penting, terutama untuk urusan investasi.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa realisasi penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) pada tahun 2018 adalah senilai US$ 29,3 miliar, di mana sebanyak US$ 2 miliar datang dari investor asal Hong Kong. Nilai tersebut setara dengan 6,8% dari total realisasi PMA pada tahun 2018.

Di tahun 2019, kontribusi Hong Kong terhadap realisasi PMA semakin signifikan. Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, BKPM mencatat bahwa realisasi PMA adalah senilai US$ 21,2 miliar, di mana sebanyak US$ 1,7 miliar atau setara dengan 8,2% disumbang oleh investor asal Hong Kong.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular