Boncos! Harga Saham LQ45 Berguguran, SCMA Drop Hingga 4%

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
08 November 2019 10:04
Tercatat 26 saham di daftar saham paling likuid tersebut berada di zona merah.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas saham di daftar LQ45 pada perdagangan pagi ini bergerak di zona merah. Tercatat 26 saham di daftar saham paling likuid tersebut berada di zona merah.

Hanya 15 saham di daftar LQ45 yang mengalami penguatan dan 4 saham terpantau stagnan. Ini sejalan dengan kinerja pasar saham domestik secara keseluruhan yang sedang mengalami tekanan.

Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), lima saham yang mengalami penurunan dalam yaitu; saham PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) yang turun 4,44%, saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) drop 2,51%, PT Astra International Tbk (ASII) tekoreksi 2,23%, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) turun 2,19% dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun 2,95%.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat sedang ambles 0,27% ke level 6.148,89. Nilai transaksi tercatat hanya senilai Rp 1,38 triliun.

Sentimen negatif bagi IHSG masih datang dari rilis data penjualan barang-barang ritel.

Survei Penjualan Eceran (SPE) periode September 2019 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh tipis sebesar 0,7% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada bulan September, sangat jauh di bawah capaian periode yang sama tahun lalu (September 2018) yang mencapai 4,8% YoY.

Untuk diketahui,sudah sedari bulan Mei pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3% YoY.

Rilis data tersebut lantas semakin menguatkan anggapan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada dalam posisi yang lemah.

Pada pekan lalu, BPS mengumumkan bahwa pada Oktober 2019 terjadi inflasi sebesar 0,02% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,13%.

"Hasil pantauan BPS di 82 kota terjadi inflasi 0,02%. Untuk inflasi tahun kalender Januari-Oktober 2019 mencapai 2,22% dan year-on-year 3,13%," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi persnya, Jumat (1/11/2019).

Inflasi pada bulan lalu berada di posisi yang lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,23%.

Wajar jika konsumsi masyarakat Indonesia yang begitu lemah membuat pelaku pasar saham tanah air memasang posisi yang sangat defensif. Pasalnya, lebih dari 50% perekonomian Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2018, konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 55,7% dari total perekonomian Indonesia.

Pada kuartal III-2019, konsumsi rumah tangga hanya tercatat tumbuh sebesar 5,01% secara tahunan. Alhasil, pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut hanya mampu mencapai 5,02%, di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
(hps/dru) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular