Saham-saham Konsumer Amburadul, IHSG Merah Lagi

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 November 2019 16:47
Saham-saham Konsumer Amburadul, IHSG Merah Lagi
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (7/11/2019), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,27% ke level 6.234,6. Sayang, dalam sekejap IHSG sudah berbalik arah ke zona merah. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut ambruk 1,32% ke level 6.135,32. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG adalah sebesar 0,84% ke level 6.165,63.

Koreksi IHSG pada hari ini menandai yang kedua secara beruntun, pasca-perdagangan Rabu kemarin (6/11/2019) IHSG menutup hari dengan koreksi sebesar 0,74%.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang justru melaju di zona merah: indeks Nikkei naik 0,11%, indeks Shanghai menguat 0,12 poin, indeks Hang Seng terapresiasi 0,57%, indeks Straits Times terkerek 0,48%, dan indeks Kospi bertambah 0,01%.


Bursa saham Benua Kuning menghijau setelah menghabiskan mayoritas waktunya pada perdagangan hari ini di zona merah.

Sentimen negatif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari prospek terkait kesepakatan dagang tahap satu AS-China yang kini menjadi tak jelas. Melansir CNBC International, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan tak akan bertemu hingga bulan Desember guna menandatangani kesepakatan dagang tahap satu.

Menurut seorang sumber dari kalangan pemerintahan AS, kedua pihak masih memerlukan waktu guna mendiskusikan poin-poin yang akan masuk ke dalam kesepakatan dagang tahap satu, beserta dengan lokasi penandatanganannya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross optimistis bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan bisa diteken pada bulan ini juga. Sementara itu, Trump sebelumnya sudah mengungkapkan bahwa jika kedua negara benar berhasil menyepakati kesepakatan dagang tahap satu, penandatanganan akan digelar di AS.

Saham-saham Konsumer Amburadul, IHSG Merah LagiFoto: Bendera Tiongkok dan AS berkibar di dekat Bund, jelang delegasi perdagangan AS bertemu dengan China di Shanghai, Cina 30 Juli 2019. REUTERS / Aly Song

"Pertama-tama, saya ingin meneken kesepakatan dagang," kata Trump di Gedung Putih kala berbicara di hadapan reporter, Minggu (3/11/2019), seperti dilansir dari Bloomberg.

"Lokasi penandatangan kesepakatan dagang, untuk saya, sangatlah mudah (untuk ditentukan)."

Untuk diketahui, pada awalnya AS dan China berencana untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu di Chile, kala Trump bertemu dengan Xi di sela-sela gelaran KTT APEC.

Namun, rencana tersebut kemudian dipertanyakan menyusul keputusan Chile untuk membatalkan gelaran tersebut, seiring dengan aksi demonstrasi yang tak kunjung padam di sana.

Rabu kemarin, Ross sedang berada di Indonesia guna bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ross juga bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka.

Setelah menggelar pertemuan dengan Jokowi, Ross kembali mengungkapkan optimismenya terkait kesepakatan dagang tahap satu dengan China.


"Kami optimistis dapat menyelesaikan kesepakatan dagang tahap satu," tegas Ross.

Pemberitaan bahwa Trump dan Xi kemungkinan tak akan bertemu hingga bulan Desember membuat pelaku pasar pesimistis bahwa AS-China akan bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu di bulan November.

Padahal, kesepakatan dagang AS-China dipandang bisa menjadi kunci bagi perekonomian kedua negara untuk menghindari hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Beruntung, menjelang penutupan perdagangan di bursa saham Asia, ada perkembangan yang begitu positif terkait kesepakatan dagang tahap satu AS-China. China mengabarkan bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan AS untuk menghapuskan bea masuk tambahan yang sudah dikenakan oleh masing-masing negara selama perang dagang berlangsung, seperti dilansir dari CNBC International.

Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengabarkan bahwa kedua belah pihak telah setuju untuk secara bersama-sama menghapuskan bea masuk yang menyasar produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar tersebut.

Dirinya kemudian menambahkan bahwa kedua belah pihak kini telah semakin dekat untuk menandatangani kesepakatan dagang tahap satu, menyusul negosiasi yang konstruktif dalam dua pekan terakhir.

Sentimen negatif dari dalam negeri menjadi faktor yang menekan kinerja bursa saham tanah air. Sentimen domestik yang dimaksud tersebut adalah rilis data penjualan barang-barang ritel.

Survei Penjualan Eceran (SPE) periode September 2019 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) kemarin menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh tipis sebesar 0,7% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada bulan September, sangat jauh di bawah capaian periode yang sama tahun lalu (September 2018) yang mencapai 4,8% YoY.

Untuk diketahui,sudah sedari bulan Mei pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3% YoY.



Rilis data tersebut lantas semakin menguatkan anggapan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada dalam posisi yang lemah.

Pada pekan lalu, BPS mengumumkan bahwa pada Oktober 2019 terjadi inflasi sebesar 0,02% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,13%.

"Hasil pantauan BPS di 82 kota terjadi inflasi 0,02%. Untuk inflasi tahun kalender Januari-Oktober 2019 mencapai 2,22% dan year-on-year 3,13%," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi persnya, Jumat (1/11/2019).

Inflasi pada bulan lalu berada di posisi yang lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,23%.

Wajar jika konsumsi masyarakat Indonesia yang begitu lemah membuat pelaku pasar saham tanah air memasang posisi yang sangat defensif. Pasalnya, lebih dari 50% perekonomian Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2018, konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 55,7% dari total perekonomian Indonesia.

Pada kuartal III-2019, konsumsi rumah tangga hanya tercatat tumbuh sebesar 5,01% secara tahunan. Alhasil, pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut hanya mampu mencapai 5,02%, di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Seiring dengan semakin kuatnya anggapan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada dalam posisi yang lemah, saham-saham konsumer dilego pelaku pasar. Per akhir sesi dua, indeks sektor barang konsumsi melemah sebesar 1,71%.

Saham-saham konsumer yang dilego pelaku pasar di antaranya: PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-3,79%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-3,74%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-2,88%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-1,59%), dan PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-0,94%).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/tas) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular