
Terungkap! Sebelum Delisting, TMPI Beli MTN hingga Rp 680 M
Irvin Avriano Arief & Monica Wareza, CNBC Indonesia
06 November 2019 12:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada fakta menarik di balik agenda delisting atau dihapuskannya saham PT Sigmagold Inti Perkasa Tbk (TMPI) dari papan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 11 November mendatang.
Ternyata perusahaan tambang emas ini secara bertahap dalam beberapa periode membeli surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) mencapai total Rp 679,72 miliar per Desember 2018.
Data laporan keuangan TMPI 2018 menunjukkan, nilai pembelian MTN ternyata mencapai 78,14% dari total aset perusahaan pada periode itu yang mencapai Rp 869,78 miliar. Jumah aset emiten yang dulunya di bisnis perdagangan ini melorot dari posisi Desember 2017 sebesar Rp 1,14 triliun.
Pembelian MTN itu tampak dari pos aset tidak lancar yakni investasi jangka panjang. Besaran nilainya sudah berkurang dari periode Desember 2017 yakni sebesar Rp 694,17 miliar.
Pembelian itu dilakukan oleh dua entitas anak perseroan yakni PT Agis Electronic dan PT Agis Mitra Mandiri (AMM). Adapun MTN yang diterbitkan menawarkan bunga sangat rendah, hanya 1%, tapi nilai pembeliannya begitu besar.
MTN itu terdiri dari yang diterbitkan oleh Vasco Trading Ltd dan Emerald Star Investment Ltd. Efek utang yang diterbitkan Vasco dan dibeli Agis Electronic-AMM diterbitkan dalam tujuh seri dengan nilai masing-masing Rp 50 miliar dan jatuh tempo pada 3 Oktober silam.
Selain itu, MTN Vasco juga ada yang terbit sejak 2012 senilai Rp 30,75 miliar dan digulirkan terus pada 2013 dan 2015 hingga 2017 dan seharusnya sudah jatuh tempo pada 24 Juli lalu.
Sedangkan efek yang diterbitkan Emerald Star Investment Ltd sebanyak enam seri senilai masing-masing Rp 50 miliar diterbit sejak 2016. Satu lagi, MTN Emerald juga ada yang terbit pada 2015 dan diperpanjang pada 2017 senilai Rp 20,33 miliar dengan bunga 1% sehingga seharusnya jatuh tempo pada 16 Juli.
Persoalan pembelian MTN ini pun mendapat sorotan investor publik. Asal tahu saja, investor publik memegang 99,86% saham TMPI, sisanya 0,14% dipegang PT Pratama Duta Sentosa.
Investor saham ritel TMPI menduga ada tindakan penggembosan kinerja perusahaan, salah satunya berupa penggelapan dana senilai Rp 679,72 miliar oleh perusahaan sehingga menyebabkan kinerja keuangan emiten memburuk.
Selain itu, salah satu investor ritel bernama Boris, nama samaran, bersama dua orang pemegang saham ritel juga menduga manajemen dan pemegang saham mayoritas perseroan sengaja mengeluarkan sahamnya dari bursa (delisting) dan berniat menguasai aset tambang perusahaan.
"Dugaan kami terdapat penggelapan dana dengan dalil investasi pada surat utang jangka menengah [MTN] yang bunganya 1% dan selalu digulirkan ketika jatuh tempo. Nilainya sekitar Rp 700 miliar. Karena itu, kami masih meminta agar delisting ditunda," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa kemarin (5/11/19).
Pada pekan lalu, lebih dari 250 orang investor saham ritel yang berdiri di belakang empat orang wakilnya meminta BEI dan OJK untuk menunda proses penghapusan kode saham perusahaan dari bursa, sekaligus meminta kejelasan.
Permintaan Boris dan rekan-rekannya kepada BEI dan OJK itu didasari anggapan bahwa dugaan penggelapan yang masuk ranah pidana tersebut tidak dapat dituntaskan jika perusahaan keluar dari pasar modal. Tidak ada dorongan dari otoritas pasar modal dan otoritas bursa dapat membuat daya tawar pemegang saham ritel tergerus.
Mereka menduga MTN yang sudah berkali-kali digulirkan belum jelas benar penerbitnya dan kegunaannya sehingga mengindikasikan ada yang tidak beres. Salah satu hal dari efek utang tersebut yang paling memunculkan dugaan adalah bunganya yang hanya 1% per tahun.
TMPI yang dulunya bernama Agis ini tercatat di papan BEI 22 tahun silam atau 1997 dan sempat mencapai masa keemasan sebelum akhirnya mau delisting oleh BEI.
Sejak listing pada 1997 di bursa saham, perusahaan yang kode sahamnya sering diplesetkan kepanjangannya menjadi Taman 'Makam' Para Investor ini memang belum mampu keluar dari keterpurukan.
Penghapusan (delisting) saham TMPI dijadwalkan terjadi pada 11 November, atau berarti 5 hari lagi berdasarkan pengumuman Bursa Efek Indonesia pada 11 Oktober. Keputusan tersebut diambil setelah 2 tahun lamanya saham perseroan disuspensi, yang awalnya dimulai karena perseroan tidak dapat membayar denda keterlambatan laporan keuangan 2016.
Laporan keuangan yang baru dipublikasikan di BEI oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Amachi Arifin Mardani & Muliadi dengan opini wajar dengan pengecualian, terutama menyoroti pada saldo investasi MTN Rp 679,72 miliar yang tidak diperhitungkan penyusutannya dalam laporan laba-rugi.
Selain MTN, KAP tersebut juga mengaitkan uang muka investasi pada M2B senilai Rp 39,11 miliar untuk diperhitungkan penyusutannya.
Meskipun sudah diaudit, laporan keuangan belum disetujui rapat umum pemegang saham (RUPS) karena rapat pemegang saham terakhir (30 Oktober lalu) batal karena tidak memenuhi kuorum. Pada 1 November, manajemen perusahaan mengumumkan tentang RUPS yang tidak dapat digelar karena yang hadir hanya 8,35% dari modal disetor perseroan sehingga tidak memenuhi batas minimal kehadiran/kuorum.
Sebelumnya, sumber CNBC Indonesia mengungkapkan Direktur Utama TMPI Adriano Wolfgang Pietruschka diketahui mengundurkan diri dengan alasan kurangnya komunikasi Adriano dengan manajemen dan pemegang saham pengendali perusahaan, sehingga diakuinya bahwa perusahaan sudah lepas kendali dan kehilangan arah.
"Sehingga dengan berat hati saya memutuskan untuk mengembalikan mandat serta kepercayaan yang telah diberikan kepada saya kembali kepada pemegang saham pengendali perseroan," tulis Adriano dalam surat yang diperoleh CNBC Indonesia, dikutip Rabu ini (6/11/2019).
Hingga saat ini CNBC Indonesia belum dapat menghubungi yang bersangkutan, berikut juga dengan manajemen TMPI lainnya.
"Dengan dicabutnya status perseroan sebagai perusahaan tercatat [delisting], perseroan tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat dan BEI akan menghapus nama perseroan dari daftar perusahaan tercatat yang mencatatkan sahamnya di BEI," tulis manajemen BEI.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas) Next Article Sahamnya 99% Dipegang Publik, tapi Delisting, kok Bisa?
Ternyata perusahaan tambang emas ini secara bertahap dalam beberapa periode membeli surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) mencapai total Rp 679,72 miliar per Desember 2018.
Data laporan keuangan TMPI 2018 menunjukkan, nilai pembelian MTN ternyata mencapai 78,14% dari total aset perusahaan pada periode itu yang mencapai Rp 869,78 miliar. Jumah aset emiten yang dulunya di bisnis perdagangan ini melorot dari posisi Desember 2017 sebesar Rp 1,14 triliun.
Pembelian itu dilakukan oleh dua entitas anak perseroan yakni PT Agis Electronic dan PT Agis Mitra Mandiri (AMM). Adapun MTN yang diterbitkan menawarkan bunga sangat rendah, hanya 1%, tapi nilai pembeliannya begitu besar.
MTN itu terdiri dari yang diterbitkan oleh Vasco Trading Ltd dan Emerald Star Investment Ltd. Efek utang yang diterbitkan Vasco dan dibeli Agis Electronic-AMM diterbitkan dalam tujuh seri dengan nilai masing-masing Rp 50 miliar dan jatuh tempo pada 3 Oktober silam.
Selain itu, MTN Vasco juga ada yang terbit sejak 2012 senilai Rp 30,75 miliar dan digulirkan terus pada 2013 dan 2015 hingga 2017 dan seharusnya sudah jatuh tempo pada 24 Juli lalu.
Sedangkan efek yang diterbitkan Emerald Star Investment Ltd sebanyak enam seri senilai masing-masing Rp 50 miliar diterbit sejak 2016. Satu lagi, MTN Emerald juga ada yang terbit pada 2015 dan diperpanjang pada 2017 senilai Rp 20,33 miliar dengan bunga 1% sehingga seharusnya jatuh tempo pada 16 Juli.
Persoalan pembelian MTN ini pun mendapat sorotan investor publik. Asal tahu saja, investor publik memegang 99,86% saham TMPI, sisanya 0,14% dipegang PT Pratama Duta Sentosa.
Investor saham ritel TMPI menduga ada tindakan penggembosan kinerja perusahaan, salah satunya berupa penggelapan dana senilai Rp 679,72 miliar oleh perusahaan sehingga menyebabkan kinerja keuangan emiten memburuk.
Selain itu, salah satu investor ritel bernama Boris, nama samaran, bersama dua orang pemegang saham ritel juga menduga manajemen dan pemegang saham mayoritas perseroan sengaja mengeluarkan sahamnya dari bursa (delisting) dan berniat menguasai aset tambang perusahaan.
"Dugaan kami terdapat penggelapan dana dengan dalil investasi pada surat utang jangka menengah [MTN] yang bunganya 1% dan selalu digulirkan ketika jatuh tempo. Nilainya sekitar Rp 700 miliar. Karena itu, kami masih meminta agar delisting ditunda," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa kemarin (5/11/19).
Pada pekan lalu, lebih dari 250 orang investor saham ritel yang berdiri di belakang empat orang wakilnya meminta BEI dan OJK untuk menunda proses penghapusan kode saham perusahaan dari bursa, sekaligus meminta kejelasan.
Permintaan Boris dan rekan-rekannya kepada BEI dan OJK itu didasari anggapan bahwa dugaan penggelapan yang masuk ranah pidana tersebut tidak dapat dituntaskan jika perusahaan keluar dari pasar modal. Tidak ada dorongan dari otoritas pasar modal dan otoritas bursa dapat membuat daya tawar pemegang saham ritel tergerus.
Mereka menduga MTN yang sudah berkali-kali digulirkan belum jelas benar penerbitnya dan kegunaannya sehingga mengindikasikan ada yang tidak beres. Salah satu hal dari efek utang tersebut yang paling memunculkan dugaan adalah bunganya yang hanya 1% per tahun.
TMPI yang dulunya bernama Agis ini tercatat di papan BEI 22 tahun silam atau 1997 dan sempat mencapai masa keemasan sebelum akhirnya mau delisting oleh BEI.
Sejak listing pada 1997 di bursa saham, perusahaan yang kode sahamnya sering diplesetkan kepanjangannya menjadi Taman 'Makam' Para Investor ini memang belum mampu keluar dari keterpurukan.
Penghapusan (delisting) saham TMPI dijadwalkan terjadi pada 11 November, atau berarti 5 hari lagi berdasarkan pengumuman Bursa Efek Indonesia pada 11 Oktober. Keputusan tersebut diambil setelah 2 tahun lamanya saham perseroan disuspensi, yang awalnya dimulai karena perseroan tidak dapat membayar denda keterlambatan laporan keuangan 2016.
Laporan keuangan yang baru dipublikasikan di BEI oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Amachi Arifin Mardani & Muliadi dengan opini wajar dengan pengecualian, terutama menyoroti pada saldo investasi MTN Rp 679,72 miliar yang tidak diperhitungkan penyusutannya dalam laporan laba-rugi.
Selain MTN, KAP tersebut juga mengaitkan uang muka investasi pada M2B senilai Rp 39,11 miliar untuk diperhitungkan penyusutannya.
Meskipun sudah diaudit, laporan keuangan belum disetujui rapat umum pemegang saham (RUPS) karena rapat pemegang saham terakhir (30 Oktober lalu) batal karena tidak memenuhi kuorum. Pada 1 November, manajemen perusahaan mengumumkan tentang RUPS yang tidak dapat digelar karena yang hadir hanya 8,35% dari modal disetor perseroan sehingga tidak memenuhi batas minimal kehadiran/kuorum.
Sebelumnya, sumber CNBC Indonesia mengungkapkan Direktur Utama TMPI Adriano Wolfgang Pietruschka diketahui mengundurkan diri dengan alasan kurangnya komunikasi Adriano dengan manajemen dan pemegang saham pengendali perusahaan, sehingga diakuinya bahwa perusahaan sudah lepas kendali dan kehilangan arah.
![]() |
"Sehingga dengan berat hati saya memutuskan untuk mengembalikan mandat serta kepercayaan yang telah diberikan kepada saya kembali kepada pemegang saham pengendali perseroan," tulis Adriano dalam surat yang diperoleh CNBC Indonesia, dikutip Rabu ini (6/11/2019).
Hingga saat ini CNBC Indonesia belum dapat menghubungi yang bersangkutan, berikut juga dengan manajemen TMPI lainnya.
"Dengan dicabutnya status perseroan sebagai perusahaan tercatat [delisting], perseroan tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat dan BEI akan menghapus nama perseroan dari daftar perusahaan tercatat yang mencatatkan sahamnya di BEI," tulis manajemen BEI.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas) Next Article Sahamnya 99% Dipegang Publik, tapi Delisting, kok Bisa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular