Pantas Ekonomi RI Mentok di 5,02%, Ini Tho Sebabnya...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 November 2019 15:06

Di luar faktor eksternal itu, situasi dalam negeri juga kurang mendukung ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi. Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 56,52% dari pembentukan PDB Indonesia, hanya tumbuh 5,01% pada kuartal III-2019. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 5,17% dan menjadi laju terlemah sejak kuartal I-2018.
Masalahnya, keyakinan konsumen di Indonesia semakin melemah. Bank Indonesia (BI) melaporkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Oktober berada di 118,4. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 121,8.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik awal. Angka di atas 100 menandakan konsumen masih optimistis menghadapi kondisi perekonomian saat ini dan masa mendatang.
Namun IKK Indonesia menunjukkan penurunan yang konsisten dalam lima bulan terakhir. Bahkan angka Oktober merupakan yang terendah sejak Februari 2017.
Artinya, konsumen memang masih pede menghadapi situasi ekonomi saat ini dan masa mendatang. Namun optimisme itu memudar, terlihat dari rata-rata porsi pendapatan rumah tangga untuk konsumsi turun dari 68,8% pada September menjadi 68% pada Oktober. Porsi tabungan terhadap pendapatan naik dari 19,4% menjadi 19,8%.
Satu lagi adalah konsumsi pemerintah. Kondisinya masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, belanja negara masih menumpuk pada akhir tahun.
Pada kuartal III-2019, konsumsi pemerintah hanya tumbuh 0,98%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 8,25% dan periode tahun sebelumnya yaitu 6,27%.
Mengutip dokumen APBN Kita, belanja negara per akhir Agustus 2019 adalah Rp 1.383,33 triliun atau 56,4% dari pagu. Ini sebenarnya kurang sehat, karena belanja pemerintah hanya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi jelang akhir tahun.
Situasi global memang berat, gara-gara perang dagang ekspor dan investasi Indonesia terus menurun. Namun kurang bijak kalau kita menyalahkah kondisi global saja.
Faktor domestik, yang sebenarnya bisa dikendalikan oleh pemerintah dan otoritas lainnya, juga melambat. Andai konsumsi rumah tangga dan pemerintah bisa lebih baik, amat sangat mungkin sekali pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak 'cuma' 5,02%.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Masalahnya, keyakinan konsumen di Indonesia semakin melemah. Bank Indonesia (BI) melaporkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Oktober berada di 118,4. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 121,8.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik awal. Angka di atas 100 menandakan konsumen masih optimistis menghadapi kondisi perekonomian saat ini dan masa mendatang.
Artinya, konsumen memang masih pede menghadapi situasi ekonomi saat ini dan masa mendatang. Namun optimisme itu memudar, terlihat dari rata-rata porsi pendapatan rumah tangga untuk konsumsi turun dari 68,8% pada September menjadi 68% pada Oktober. Porsi tabungan terhadap pendapatan naik dari 19,4% menjadi 19,8%.
Satu lagi adalah konsumsi pemerintah. Kondisinya masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, belanja negara masih menumpuk pada akhir tahun.
Pada kuartal III-2019, konsumsi pemerintah hanya tumbuh 0,98%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 8,25% dan periode tahun sebelumnya yaitu 6,27%.
Mengutip dokumen APBN Kita, belanja negara per akhir Agustus 2019 adalah Rp 1.383,33 triliun atau 56,4% dari pagu. Ini sebenarnya kurang sehat, karena belanja pemerintah hanya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi jelang akhir tahun.
Situasi global memang berat, gara-gara perang dagang ekspor dan investasi Indonesia terus menurun. Namun kurang bijak kalau kita menyalahkah kondisi global saja.
Faktor domestik, yang sebenarnya bisa dikendalikan oleh pemerintah dan otoritas lainnya, juga melambat. Andai konsumsi rumah tangga dan pemerintah bisa lebih baik, amat sangat mungkin sekali pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak 'cuma' 5,02%.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular