
Ekonomi AS-China Melambat & RI Ikutan, Spillover Effect?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
05 November 2019 16:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali melambat pada kuartal ketiga tahun ini, bahkan menyentuh level terendah lebih dari 2 tahun atau tepatnya semenjak kuartal II-2017.
Hari ini, Selasa (5/11/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,02%. Sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.
Kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal kemarin lebih rendah dari capaian kuartal kedua tahun ini yang mencapai 5,05%. Perolehan tersebut juga lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2019 yang ada di 5,07%.
Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan bahwa kondisi perekonomian yang melambat tidak hanya dialami Indonesia, tapi juga negara maju dan berkembang lainnya.
"..peristiwa di kuartal III-2019, global masih tidak pasti, perang dagang masih terjadi, harga komoditas berfluktuatif menuju penurunan, ini dampak ke perekonomian berbagai negara baik maju maupun berkembang termasuk RI," ujar Suhariyanto di kantor BPS hari ini.
Dari grafik di atas terlihat bahwa perlambatan ekonomi yang dialami Ibu Pertiwi searah dengan tren penurunan laju ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan China.
Untuk diketahui, pada kuartal III-2019, ekonomi Negeri Adidaya hanya mampu tumbuh 2,03%. Ini merupakan laju terendah sejak kuartal III-2016. Sementara itu, ekonomi Negeri Tirai Bambu tercatat tumbuh ke level 6% yang merupakan capaian terendah sejak kuartal I-1992, lebih dari 27 tahun.
Momok dari perlambatan ekonomi kedua negara tersebut salah satunya disebabkan oleh friksi dagang yang sudah berlangsung hampir 2 tahun, di mana kedua negara saling mengenakan kenaikan tarif impor.
Saat AS dan China kesulitan melakukan transaksi satu sama lain maka industriawan di kedua negara merespons dengan mengurangi produksi. Pada September, output manufaktur AS turun 0,5% dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan output manufaktur di China masih tumbuh 4,2% YoY, tetapi merupakan laju terlemah setidaknya sejak 2006.
Kala pengusaha di AS dan China mengurangi produksi, permintaan bahan baku dan barang modal dari negara-negara lain ikut turun, tidak terkecuali Indonesia.
Dengan demikian, sungguh wajar jika perubahan kondisi ekonomi AS dan China cukup berdampak pada laju ekonomi Indonesia, terlebih lagi mengingat bahwa perolehan ekspor dari kedua negara tersebut menduduki posisi satu dan dua.
Kinerja ekspor Indonesia sudah mencatatkan penurunan selama 11 bulan beruntun, di mana pada tahun ini saja, Januari-September 2019, total ekspor Indonesia melemah 6,2% YoY (secara tahunan).
Lebih lanjut, Sepanjang 9 bulan pertama tahun ini, BPS mencatat total ekspor non migas dengan tujuan Negeri Tiongkok mencapai US$ 18,35 miliar turun 0,97% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu. Sedangkan perolehan ekspor non migas tujuan Negeri Paman Sam sebesar US$ 13 miliar atau terkoreksi 1,5% secara tahunan.
Meskipun dari sisi persentase terlihat kecil, tapi nilai ekspor yang hilang mencapai US$ 377,6 juta atau setara Rp 5,32 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Yakin, Pertumbuhan Ekonomi RI Bakal Lebih Baik di Q4-2019!
Hari ini, Selasa (5/11/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,02%. Sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.
Kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal kemarin lebih rendah dari capaian kuartal kedua tahun ini yang mencapai 5,05%. Perolehan tersebut juga lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2019 yang ada di 5,07%.
Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan bahwa kondisi perekonomian yang melambat tidak hanya dialami Indonesia, tapi juga negara maju dan berkembang lainnya.
"..peristiwa di kuartal III-2019, global masih tidak pasti, perang dagang masih terjadi, harga komoditas berfluktuatif menuju penurunan, ini dampak ke perekonomian berbagai negara baik maju maupun berkembang termasuk RI," ujar Suhariyanto di kantor BPS hari ini.
![]() |
Dari grafik di atas terlihat bahwa perlambatan ekonomi yang dialami Ibu Pertiwi searah dengan tren penurunan laju ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan China.
Untuk diketahui, pada kuartal III-2019, ekonomi Negeri Adidaya hanya mampu tumbuh 2,03%. Ini merupakan laju terendah sejak kuartal III-2016. Sementara itu, ekonomi Negeri Tirai Bambu tercatat tumbuh ke level 6% yang merupakan capaian terendah sejak kuartal I-1992, lebih dari 27 tahun.
Momok dari perlambatan ekonomi kedua negara tersebut salah satunya disebabkan oleh friksi dagang yang sudah berlangsung hampir 2 tahun, di mana kedua negara saling mengenakan kenaikan tarif impor.
Saat AS dan China kesulitan melakukan transaksi satu sama lain maka industriawan di kedua negara merespons dengan mengurangi produksi. Pada September, output manufaktur AS turun 0,5% dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan output manufaktur di China masih tumbuh 4,2% YoY, tetapi merupakan laju terlemah setidaknya sejak 2006.
Kala pengusaha di AS dan China mengurangi produksi, permintaan bahan baku dan barang modal dari negara-negara lain ikut turun, tidak terkecuali Indonesia.
Dengan demikian, sungguh wajar jika perubahan kondisi ekonomi AS dan China cukup berdampak pada laju ekonomi Indonesia, terlebih lagi mengingat bahwa perolehan ekspor dari kedua negara tersebut menduduki posisi satu dan dua.
Kinerja ekspor Indonesia sudah mencatatkan penurunan selama 11 bulan beruntun, di mana pada tahun ini saja, Januari-September 2019, total ekspor Indonesia melemah 6,2% YoY (secara tahunan).
Lebih lanjut, Sepanjang 9 bulan pertama tahun ini, BPS mencatat total ekspor non migas dengan tujuan Negeri Tiongkok mencapai US$ 18,35 miliar turun 0,97% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu. Sedangkan perolehan ekspor non migas tujuan Negeri Paman Sam sebesar US$ 13 miliar atau terkoreksi 1,5% secara tahunan.
Meskipun dari sisi persentase terlihat kecil, tapi nilai ekspor yang hilang mencapai US$ 377,6 juta atau setara Rp 5,32 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$).
BPS Sampaikan Angka Pertumbuhan Ekonomi RI
[Gambas:Video CNBC]
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Yakin, Pertumbuhan Ekonomi RI Bakal Lebih Baik di Q4-2019!
Most Popular