
Suku Bunga Dipangkas, Asing Masuk Rp 1 T, IHSG Melesat 1,31%!

Investor asing masuk ke pasar saham tanah air dengan jumlah yang begitu besar. Per akhir sesi dua, investor asing mencatatkan beli bersih senilai Rp 1,15 triliun di pasar reguler. Di seluruh pasar, nilai beli bersih investor asing adalah Rp 604,4 miliar.
Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing di pasar reguler di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 375,4 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 250 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 145,9 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 131 miliar), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (Rp 86,7 miliar).
Sejatinya, kinerja rupiah pada hari ini tak mendukung bagi investor asing untuk melakukan aksi beli di pasar saham. Pada akhir perdagangan, rupiah melemah 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.054/dolar AS.
Namun, rupiah tercatat sudah menguat dalam lima hari perdagangan sebelumnya sehingga bisa dikatakan bahwa saat ini rupiah sedang berada dalam posisi yang mendukung bagi investor asing untuk melakukan aksi beli di pasar saham.
Apalagi, seperti sudah disebutkan di atas, ada sentimen positif dari dalam negeri yakni pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh BI selama empat bulan beruntun.
Merespons potensi melorotnya pertumbuhan ekonomi ke bawah level 5%, BI mengungkapkan optimisme bahwa hal itu tidak akan terjadi.
"Secara keseluruhan kami melihat perkiraan pertumbuhan ekonomi 2019 akan cenderung berada di bawah titik tengah 5%-5,4%. Titik tengah [berada di level] 5,2% maka [pertumbuhan ekonomi] akan cenderung di bawah 5,2%, saya pernah katakan di sekitaran 5,1%," kata Perry menjawab pertanyaan wartawan.
Untuk periode kuartal III-2019, BI memproyeksikan perekonomian tumbuh di kisaran 5,05% secara tahunan.
"Sekali lagi dari mana 5,05% karena konsumsi masih bagus, khususnya konsumsi rumah tangga memang masih bergerak sekitar 5%," tegasnya.
"Masalahnya di triwulan tiga dan empat enggak ada lagi pengeluaran terkait pemilu, di triwulan satu dan dua tinggi dan menopang di atas 5%. Dengan tidak adanya [sumbangan dari pos] Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) maka konsumsi rumah tangga berasal dari income, dari golongan menengah," terang Perry.
Untuk diketahui, kali terakhir perekonomian Indonesia tumbuh di bawah level 5% adalah pada tahun 2015 silam. Wajar jika potensi melorotnya pertumbuhan ekonomi ke bawah level 5% menjadi momok menakutkan bagi investor asing.
Seiring dengan apresiasi rupiah dalam beberapa hari terakhir dan ditepisnya anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi akan melorot ke bawah level 5%, investor asing membukukan aksi beli dengan intensitas yang besar di pasar saham tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas)
