
Aturan IMEI Berlaku, Begini Kinerja ERAA, TELE & TRIO
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
18 October 2019 15:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini (18/10/2019) tiga kementerian resmi menandatangani aturan International Mobile Equipment Identity alias IMEI untuk memberantas ponsel illegal atau black market (BM).
Aturan ini ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan di Gedung Kementerian Perindustrian.
Merespons informasi tersebut, pelaku pasar terlihat langsung memburu saham peritel ponsel seperti PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE).
Pada pukul 14:13 WIB saham ERAA tercatat melesat 10,62% ke Rp 1.875/unit saham dan TELE menguat 2,2% menjadi Rp 372/unit saham. Sedangkan harga saham PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO) bergerak stagnan di level Rp 426/unit saham.
Akan tetapi, sejatinya pelaku pasar harap mendinginkan pikiran sesaat sebelum latah untuk ikutan memburu emiten ERAA dan TELE.
Pasalnya, melansir kinerja keuangan perusahaan sepanjang paruh pertama tahun ini, keduanya mencatatkan pertumbuhan negatif, baik pada top line (pemasukan) maupun bottom line (laba bersih). Kerugian yang dicatatkan TRIO bahkan membengkak.
Sumber: Laporan keungan interim, diolah.
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada paruh pertama 2019, ketiga emiten peritel ponsel kompak mencatatkan pertumbuhan pendapatan negatif, dengan TRIO mencatatkan penurunan paling dalam hingga 36,67% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp 562,11 miliar.
Pada periode yang sama, laba bersih perusahaan juga kompak terperosok, di mana kerugian yang dicatatkan TRIO membengkak 596,91% YoY, dari Rp 4,98 miliar di semester I-2018 menjadi Rp 34,7 miliar di semester I-2019.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) Dengan performa keuangan yang mengecewakan tentunya mempengaruhi tingkat imbal hasil yang dicatatkan oleh perusahaan. Hal ini juga akan berdampak pada valuasi perusahaan, apakah harganya sudah terlalu mahal?
Rasio yang umumnya digunakan untuk menganalisa tingkat imbal hasil perusahaan meliputi rasio laba terhadap total aset (return on asset/ROA), rasio laba terhadap modal (return on equity/ROE), dan marjin bersih (net profit margin/NPM).
ROA dan ROE mengindikasi kemampuan perusahaan memanfaatkan aset dan modal (ekuitas) untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi nilainya, semakin besar imbal hasil yang didapat perusahaan.
Sementara itu, untuk valuasi nilai saham dapat menggunakan rasio harga terhadap laba (price earning ratio/PER). Emiten dikatakan relatif mahal (overvalued) ketika PER-nya lebih besar dibanding PER Industri. Sebaliknya emiten disebut relatif murah (undervalued) ketika nilai PER-nya lebih rendah dibanding PER industri.
Merujuk pada tabel di atas ROA dan ROE emiten peritel ponsel tergolong rendah. Rule of thumb nilai ROA yang baik umumnya di atas 5%, sedangkan untuk ROE yakni di atas 10%.
Patut dicermati bahwa ROE TRIO tidak dapat dihitung karena perusahaan mencatatkan nilai ekuitas negatif alias total kewajiban lebih besar dari total aset. Dari kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa TRIO menghadapi kesulitan keuangan.
Marjin bersih perusahaan juga terbilang sangat tipis, dengan nilai kurang dari 2%. Sejatinya nilai marjin bersih kisaran 2% bisa diterima tapi untuk kasus perusahaan yang sudah sangat mature dan merupakan pemimpin pasar.
Sementara itu, melansir data statistik bulanan BEI periode September, nilai PER untuk emiten ritel ada di 20 kali. Dengan demikian, ERAA dan TELE masih tergolong cukup murah karena perolehan PER-nya masing-masing ada di 11,41 kali da 8,69 kali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Aturan IMEI Berlaku, Saham ERAA & TELE Terbang
Aturan ini ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan di Gedung Kementerian Perindustrian.
Merespons informasi tersebut, pelaku pasar terlihat langsung memburu saham peritel ponsel seperti PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE).
Pada pukul 14:13 WIB saham ERAA tercatat melesat 10,62% ke Rp 1.875/unit saham dan TELE menguat 2,2% menjadi Rp 372/unit saham. Sedangkan harga saham PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO) bergerak stagnan di level Rp 426/unit saham.
Akan tetapi, sejatinya pelaku pasar harap mendinginkan pikiran sesaat sebelum latah untuk ikutan memburu emiten ERAA dan TELE.
Pasalnya, melansir kinerja keuangan perusahaan sepanjang paruh pertama tahun ini, keduanya mencatatkan pertumbuhan negatif, baik pada top line (pemasukan) maupun bottom line (laba bersih). Kerugian yang dicatatkan TRIO bahkan membengkak.
Perusahaan | Kode Emiten | Pendapatan (Triliun Rp) | Pendapatan (% YoY) | Laba (Miliar Rp) | Laba (% YoY) |
PT Erajaya Swasembada Tbk | ERAA | 15.43 | -9.73 | 109.18 | -74.91 |
PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk | TELE | 12.56 | -11.10 | 170.27 | -43.50 |
PT Trikomsel Oke Tbk | TRIO | 0.56 | -36.67 | -34.70 | 596.91 |
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada paruh pertama 2019, ketiga emiten peritel ponsel kompak mencatatkan pertumbuhan pendapatan negatif, dengan TRIO mencatatkan penurunan paling dalam hingga 36,67% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp 562,11 miliar.
Pada periode yang sama, laba bersih perusahaan juga kompak terperosok, di mana kerugian yang dicatatkan TRIO membengkak 596,91% YoY, dari Rp 4,98 miliar di semester I-2018 menjadi Rp 34,7 miliar di semester I-2019.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) Dengan performa keuangan yang mengecewakan tentunya mempengaruhi tingkat imbal hasil yang dicatatkan oleh perusahaan. Hal ini juga akan berdampak pada valuasi perusahaan, apakah harganya sudah terlalu mahal?
Rasio yang umumnya digunakan untuk menganalisa tingkat imbal hasil perusahaan meliputi rasio laba terhadap total aset (return on asset/ROA), rasio laba terhadap modal (return on equity/ROE), dan marjin bersih (net profit margin/NPM).
ROA dan ROE mengindikasi kemampuan perusahaan memanfaatkan aset dan modal (ekuitas) untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi nilainya, semakin besar imbal hasil yang didapat perusahaan.
Sementara itu, untuk valuasi nilai saham dapat menggunakan rasio harga terhadap laba (price earning ratio/PER). Emiten dikatakan relatif mahal (overvalued) ketika PER-nya lebih besar dibanding PER Industri. Sebaliknya emiten disebut relatif murah (undervalued) ketika nilai PER-nya lebih rendah dibanding PER industri.
Kode Emiten | NPM (%) | ROA (%) | ROE (%) | PER (x) |
ERAA | 0.71 | 0.98 | 2.35 | 11.41 |
TELE | 1.36 | 1.98 | 4.15 | 8.69 |
TRIO | -6.17 | -14.10 | - | -248.41 |
Merujuk pada tabel di atas ROA dan ROE emiten peritel ponsel tergolong rendah. Rule of thumb nilai ROA yang baik umumnya di atas 5%, sedangkan untuk ROE yakni di atas 10%.
Patut dicermati bahwa ROE TRIO tidak dapat dihitung karena perusahaan mencatatkan nilai ekuitas negatif alias total kewajiban lebih besar dari total aset. Dari kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa TRIO menghadapi kesulitan keuangan.
Marjin bersih perusahaan juga terbilang sangat tipis, dengan nilai kurang dari 2%. Sejatinya nilai marjin bersih kisaran 2% bisa diterima tapi untuk kasus perusahaan yang sudah sangat mature dan merupakan pemimpin pasar.
Sementara itu, melansir data statistik bulanan BEI periode September, nilai PER untuk emiten ritel ada di 20 kali. Dengan demikian, ERAA dan TELE masih tergolong cukup murah karena perolehan PER-nya masing-masing ada di 11,41 kali da 8,69 kali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Aturan IMEI Berlaku, Saham ERAA & TELE Terbang
Most Popular