Poundsterling "Menggila", Naik Turun Tak Kira-Kira!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 October 2019 20:26
Pergerakan lebih besar lagi dari poundsterling sudah diprediksi merespon hasil perundingan Brexit.
Foto: Ilustrasi koin Poundsterling (REUTERS / Dado Ruvic)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling Inggris "menggila" melawan dolar Amerika Serikat (AS) dengan bergerak naik-turun secara signifikan dalam waktu singkat beberapa hari terakhir.

Kurang dari satu jam terakhir, mata uang negeri John Bull ini mencatat kenaikan 0,85% ke level tertinggi hari ini US$ 1,2611. Beberapa jam sebelumnya malah terjadi pergerakan yang lebih ekstrim, anjlok ke level terlemah hari ini US$ 1,2731, sebelum berbalik melesat naik 1% dalam waktu kurang dari satu jam.

Pergerakan tersebut dilihat dari data Refinitiv, dengan menggunakan time frame 1 jam. Pada pukul 20:06 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2779, atau melemah 0,01% dibandingkan penutupan perdagangan Selasa kemarin. Dari titik terendah hingga tertinggi hari ini, poundsterling sudah bergerak 1,46%.



Pergerakan poundsterling mulai menggila sejak Kamis (10/10/19) pekan lalu merespon kabar perundingan Brexit (keluarnya Inggris dari keanggotaan di Uni Eropa) antara pemerintah Inggris dengan Uni Eropa (UE). Sejak Kamis hingga Selasa kemarin, poundsterling sudah mencetak penguatan 4,87%.



Kesepakatan Brexit antara Inggris dengan Uni Eropa cukup terbuka di pekan ini. Hal tersebut diungkapkan oleh pimpinan negosiasi UE Michel Barnier.

"Tim kami sedang bekerja keras, pekerjaan dimulai lagi hari ini, perundingan ini sangat intens di akhir pekan lalu, juga kemarin, karena kesepakatan semakin sulit, semakin dan semakin sulit, tetapi terus terang, masih mungkin tercapai di pekan ini" kata Barnier sebagaimana dilansir CNBC International Selasa kemarin.

Perundingan Brexit mencapai babak final hari ini, kesepakatan diperlukan sebelum puncak pertemuan Uni Eropa 17 dan 18 Oktober. Deal yang tercapai hari ini harus mendapat persetujuan Uni Eropa, kemudian mendapat persetujuan Parlemen Inggris paling telat 19 Oktober.

Jika hingga 19 Oktober belum ada kesepakatan, maka Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson secara legal harus mengajukan penundaan Brexit yang seharusnya terjadi pada 31 Oktober.

Namun, PM Johnson mengatakan ia ingin kesepakatan terjadi saat pertemuan Uni Eropa Kamis dan Jumat pekan ini agar Brexit bisa dieksekusi 31 Oktober. Jika kesepakatan tidak terjadi, Johnson akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan (hard Brexit), meski Parlemen Inggris sudah membuat undang-undang yang menghalangi itu.

Bagaimana PM Johnson akan melakukan hard Brexit masih belum diketahui, tetapi kemungkinan tersebut membuat sentimen pelaku pasar kembali memburuk. Hard Brexit merupakan ketakutan utama para pelaku pasar, karena ekonomi Inggris diperkirakan memasuki resesi.



Pergerakan lebih besar lagi dari poundsterling sudah diprediksi merespon hasil perundingan Brexit.

Hasil polling Reuters terhadap para analis menunjukkan jika kesepakatan tercapai, poundsterling akan melesat ke level US$ 1,27-1,34. Hasil polling terhadap para ekonom juga menunjukkan dalam tiga tahun terakhir secara konsisten mereka yakin kedua belah pihak pada akhirnya akan mencapai kesepakatan.

Sebaliknya, jika hard Brexit yang terjadi, poundsterling diprediksi mencapai level paritas (GBP 1 = US$ 1) sebagaimana dilansir Reuters yang mengutip dua orang sumber polling. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular