
Aroma Segar 'Soft Brexit' Bikin Harga SUN Naik

Soft Brexit adalah kata lain dari lancarnya proses Inggris keluar dari Uni Eropa dengan kesepakatan-kesepakatan tertentu, yang kondisinya berbanding terbalik dengan hard Brexit di mana justru menjadi kekhawatiran pelaku pasar karena dapat menghantarkan Inggris ke gerbang resesi.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 2 basis poin (bps) menjadi 7,61%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 16 Okt'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 15 Okt'19 (%) | Yield 16 Okt'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 15 Okt'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 6.629 | 6.629 | 0.00 | 6.5885 |
FR0078 | 10 tahun | 7.22 | 7.209 | -1.10 | 7.1901 |
FR0068 | 15 tahun | 7.63 | 7.61 | -2.00 | 7.569 |
FR0079 | 20 tahun | 7.842 | 7.828 | -1.40 | 7.7995 |
Sumber: Refinitiv
Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 546 bps, melebar dari posisi kemarin 545 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun lagi 2,1 bps hingga 1,74% dari posisi kemarin 1,76%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, dan 3 tahun-5 tahun yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, karena menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Selain pasangan 2 tahun-10 tahun, inversi yield pada tenor 3 bulan-10 tahun juga sudah memudar sehingga mencerminkan semakin menjauhnya kekhawatiran pasar terhadap ancaman resesi AS dan dunia.
Yield US Treasury Acuan 16 Okt'19
Seri | Benchmark | Yield 15 Okt'19 (%) | Yield 16 Okt'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 1.671 | 1.674 | 3 bulan-5 tahun | 10.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.622 | 1.596 | 2 tahun-5 tahun | 2.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.604 | 1.571 | 3 tahun-5 tahun | 0.4 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.597 | 1.567 | 3 bulan-10 tahun | -7.4 |
UST 2028 | 10 Tahun | 1.769 | 1.748 | 2 tahun-10 tahun | -15.2 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.032,72 triliun SBN, atau 38,42% dari total beredar Rp 2.687 triliun berdasarkan data per 14 Oktober.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 139,47 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat keluar dari pasar SUN senilai Rp 810 miliar, sedangkan sejak awal bulan masih surplus Rp 3,33 triliun.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas yang naik 0,28%, sedangkan rupiah di pasar valas masih terkoreksi 0,17%.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, mayoritas harga obligasinya masih terkoreksi sehingga yield mayoritas obligasi negara mereka justru naik.
Hal tersebut mencerminkan investor global sedang menghindari obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen positif dari Brexit terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 15 Okt'19 (%) | Yield 16 Okt'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 6.665 | 6.75 | 8.50 |
China | 3.181 | 3.18 | -0.10 |
Jerman | -0.424 | -0.405 | 1.90 |
Prancis | -0.168 | -0.147 | 2.10 |
Inggris | 0.693 | 0.699 | 0.60 |
India | 6.67 | 6.66 | -1.00 |
Jepang | -0.169 | -0.164 | 0.50 |
Malaysia | 3.428 | 3.426 | -0.20 |
Filipina | 4.641 | 4.654 | 1.30 |
Rusia | 6.64 | 6.67 | 3.00 |
Singapura | 1.693 | 1.703 | 1.00 |
Thailand | 1.48 | 1.54 | 6.00 |
Amerika Serikat | 1.769 | 1.748 | -2.10 |
Afrika Selatan | 8.235 | 8.225 | -1.00 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor