Suku Bunga Diprediksi Tetap, Kurs Dolar Australia Masih Lemah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 October 2019 19:00
Rilis notula rapat kebijakan moneter RBA hari ini menunjukkan para anggota dewan mendebat pemangkasan suku bunga bulan ini.
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs dolar Australia kembali melemah melawan rupiah pada perdagangan Selasa (15/10/19), padahal bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) diprediksi tidak akan memangkas suku bunga lagi di tahun ini.

Dolar Australia melemah 0,12% ke level Rp 9.563,66/AU$ di pasar spot, melansir data Refintiv.

Rilis notula rapat kebijakan moneter RBA pada hari ini menunjukkan para anggota dewan mendebat pemangkasan suku bunga bulan ini. Termasuk bulan Oktober, RBA sudah memangkas suku bunga sebanyak tiga kali masing-masing 25 basis poin menjadi 0,75%. Tingkat suku bunga tersebut merupakan yang terendah sepanjang sejarah.





Alasan utama suku bunga dipangkas adalah pasar tenaga kerja yang lemah, dengan kenaikan gaji yang rendah, sehingga gagal mendorong inflasi serta pertumbuhan ekonomi. Beberapa anggota dewan mulai cemas suku bunga rendah akan membuat harga properti melambung tinggi, selain itu juga dikhawatirkan gagal mendongkrak perekonomian.

Melansir Financial Review yang mengutip Reuters, setelah rilis notula hari ini peluang suku bunga dipangkas pada November hanya sebesar 24%. Masih berdasarkan berita Financial Review, para ekonom dari JP Morgan, ANZ, NAB, Citi, CBA dan Westpac kini memprediksi tidak ada lagi pemangkasan suku bunga sampai Februari tahun depan.



Meski demikian, dolar Australia masih tetap tidak berdaya, bahkan di hadapan rupiah yang sedang lemah. Tekanan terhadap rupiah datang dari rilis neraca perdagangan RI. Badan Pusat Statistik (BPS) siang tadi melaporkan nilai ekspor-impor dan neraca perdagangan pada September 2019.

Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan nilai ekspor tercatat mencapai US$ 14,1 miliar. Sementara nilai impor mencapai US$ 14,26 miliar, sehingga terjadi defisit pada September 2019 sebesar US$ 160 juta.

Defisit neraca perdagangan tersebut juga mematahkan konsensus surplus US$ 104,2 juta yang dihimpun CNBC Indonesia, dengan ekspor diprediksi ekspor September 2019 terkontraksi alias negatif 6,1% year-on-year (YoY), dan impor diperkirakan mengalami kontraksi 4,5% YoY.



Data neraca dagang tersebut tentunya memberikan tekanan bagi rupiah. Defisit neraca perdagangan tentunya bisa berdampak pada defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD), yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Lagi-Lagi Karena China, Dolar Australia Berjaya Lawan Rupiah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular