
Rupiah Payah! Kurs Dolar Singapura Naik 5 Hari Beruntun
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 October 2019 14:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs dolar Singapura kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Selasa (15/10/19). Dengan demikian, jika sampai perdagangan nanti berakhir Mata Uang Negeri Merlion akan mencetak penguatan lima hari beruntun.
Pada pukul 14:20 WIB, dolar Singapura diperdagangkan di level Rp 10.329,73/SG$, menguat 0,1% di pasar spot melansir data Refinitiv.
Penguatan di pasar spot juga mengakibatkan kenaikan kurs jual beli di dalam negeri. Berikut nilai tukar dolar Singapura di beberapa bank yang diambil dari situs resminya pada pukul 14:30 WIB.
Kabar belum pastinya China akan menandatangani kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) sebenarnya menjadi sentimen negatif bagi dolar Singapura. Tetapi tekanan terhadap rupiah sepertinya lebih besar akibat data yang menunjukkan neraca perdagangan RI mengalami defisit.
Singapura merupakan salah satu negara yang terkena dampak paling besar dari perang dagang AS-China, perekonomiannya terancam resesi.
Pada Agustus, pemerintah Singapura memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 0%-1% dibandingkan proyeksi sebelumnya 1,5%-2,5%.
Sementara awal bulan lalu, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Chan Chun Sing mengatakan Singapura kemungkinan bisa lepas dari jurang resesi. Namun, dia juga mengakui kondisi eksternal saat ini dapat menyeret turun prospek pertumbuhan ekonomi.
Maka tentunya besar harapan kesepakatan dagang AS-China mampu membangkitkan ekonomi Singapura.
Sementara dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor-impor dan neraca perdagangan pada September 2019. Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan nilai ekspor tercatat mencapai US$ 14,1 miliar. Sementara nilai impor mencapai US$ 14,26 miliar. Artinya, terjadi defisit di September 2019 sebesar US$ 160 juta.
Defisit neraca perdagangan tersebut juga mematahkan konsensus surplus US$ 104,2 juta yang dihimpun CNBC Indonesia, dengan ekspor diprediksi ekspor September 2019 terkontraksi alias negatif 6,1% year-on-year (YoY), dan impor diperkirakan mengalami kontraksi 4,5% YoY.
Data neraca dagang tersebut tentunya memberikan tekanan bagi rupiah. Defisit necara perdagangan tentunya bisa berdampak pada membengkaknya defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD), yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia, rupiah pun menjadi tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Pada pukul 14:20 WIB, dolar Singapura diperdagangkan di level Rp 10.329,73/SG$, menguat 0,1% di pasar spot melansir data Refinitiv.
Bank | Kurs Beli | Kurs Jual |
BTN | 10.170,00 | 10.483,00 |
BCA | 10.323,60 | 10.343,92 |
Mandiri | 10.310,00 | 10.355,00 |
BNI | 10.297,00 | 10.356,00 |
Kabar belum pastinya China akan menandatangani kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) sebenarnya menjadi sentimen negatif bagi dolar Singapura. Tetapi tekanan terhadap rupiah sepertinya lebih besar akibat data yang menunjukkan neraca perdagangan RI mengalami defisit.
Singapura merupakan salah satu negara yang terkena dampak paling besar dari perang dagang AS-China, perekonomiannya terancam resesi.
Pada Agustus, pemerintah Singapura memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 0%-1% dibandingkan proyeksi sebelumnya 1,5%-2,5%.
Sementara awal bulan lalu, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Chan Chun Sing mengatakan Singapura kemungkinan bisa lepas dari jurang resesi. Namun, dia juga mengakui kondisi eksternal saat ini dapat menyeret turun prospek pertumbuhan ekonomi.
Maka tentunya besar harapan kesepakatan dagang AS-China mampu membangkitkan ekonomi Singapura.
Sementara dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor-impor dan neraca perdagangan pada September 2019. Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan nilai ekspor tercatat mencapai US$ 14,1 miliar. Sementara nilai impor mencapai US$ 14,26 miliar. Artinya, terjadi defisit di September 2019 sebesar US$ 160 juta.
Defisit neraca perdagangan tersebut juga mematahkan konsensus surplus US$ 104,2 juta yang dihimpun CNBC Indonesia, dengan ekspor diprediksi ekspor September 2019 terkontraksi alias negatif 6,1% year-on-year (YoY), dan impor diperkirakan mengalami kontraksi 4,5% YoY.
Data neraca dagang tersebut tentunya memberikan tekanan bagi rupiah. Defisit necara perdagangan tentunya bisa berdampak pada membengkaknya defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD), yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia, rupiah pun menjadi tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular