Newsletter

Menangkal Hantu 'Semi Resesi' dengan "Mantra" Moneter

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
07 October 2019 06:51
Menangkal Hantu 'Semi Resesi' dengan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia sepanjang pekan kemarin bergerak berlawanan arah, dengan koreksi di bursa saham tetapi penguatan di obligasi dan rupiah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 2,19% dengan ditutup pada level 6.061,25 mengikuti tren koreksi di bursa kawasan Asia.

Namun, imbal hasil (yield) SBN bertenor 10 tahun turun 10,3 basis poin (bps) ke 7,23% yang mengindikasikan investor memborong obligasi pemerintah tersebut. Secara bersamaan, rupiah tercatat menguat 0,21% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.130/USD, yang merupakan posisi terkuat sejak 24 September.

Sentimen negatif memang masih menyerang bursa Asia pekan lalu disusul kekhawatiran makin buyarnya manufaktur AS sebagai imbas dari perang dagang yang dilancarkannya terhadap China. Setidaknya ada dua data yang membuat pelaku pasar cemas bukan main.


Pada September, angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS versi Institute for Supply Management (ISM) adalah 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1. Angka di bawah 50 menunjukkan industriawan tidak melakukan ekspansi. Selain itu, skor 47,8 adalah yang terendah sejak Juni 2009.

Kemudian, ISM melaporkan bahwa PMI jasa AS pada September berada di 52,6. Masih di atas 50, tetapi angka itu adalah yang terendah sejak Agustus 2016. Sektor jasa mewakili lebih dari dua pertiga ekonomi AS. Jika sektor ini melambat, maka perekonomian AS juga terancam kehilangan lajunya. Istilah 'semi-resesi' pun mulai mengemuka.

"Saat investor berdebat apakah AS sudah resesi atau belum, kami meyakini bahwa situasi ini lebih baik disebut semi-resesi. Risiko yang mengarah ke resesi semakin jelas," kata Jonathan Golub, Chief US Equity Strategist di Credit Suisse, seperti diberitakan CNBC International.



Di tengah situasi demikian, pasar akan menumpukan harapan pada pernyataan otoritas moneter, sehingga ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan (Federal Funds Rate) pada pertemuan akhir Oktober ini kian menguat. Piranti FedWatch milik CME Group mencatat pertaruhan pemangkasan suku bunga AS sebesar 25 basis-poin kini berada di level 79%.

The Fed bakal menjadi pihak yang bakal meniupkan peluit, mengonfirmasi atau menampik peluang resesi di Negara Adidaya tersebut. Secara bersamaan, bank sentral AS itu jugalah yang diharapkan menjadi "palang pintu" penyelamat perekonomian AS karena mitranya di sisi fiskal yakni pemerintah AS justru getol meniupkan ketakpastian lewat perang dagang.

BERLANJUT KE HAL 2>>>

Indeks Dow Jones Industrial Average sepanjang pekan kemarin tercatat melemah 0,9% sedangkan indeks S&P 500 tergelincir sebanyak 0,3%. Pelemahan ini membawa keduanya mencatatkan koreksi tiga minggu berturut-turut, menjadi yang pertama sejak Agustus.

Kinerja buruk Wall Street tersebut terjadi di tengah kekecewaan data manufaktur AS yang memicu kekhawatiran bangkitnya hantu resesi. Karenanya, pelaku pasar kembali mencermati sinyal damai dagang antara AS dan China. Maklum saja, inti persoalan yang menekan ekonomi global adalah perang antara kedua negara dengan perekonomian terbesar dunia itu.

Karenanya, tidak berlebihan jika pelaku pasar kini menoleh ke Gedung Eccies, tempat Gubernur The Fed Jeremy Powell berkantor. Mereka menanti risalah rapat (minutes meeting) yang bakal dirilis pekan ini untuk mencari jawaban apakah kekhawatiran semi resesi tersebut beralasan, atau hanya paranioa pelaku pasar semata.

Terbaru pada dini hari ini, Presiden Fed Kansas Esther George telah memberikan pidatonya. Sebagaimana dikutip CNBC International, George mengatakan bahwa perekonomian AS sedang di kondisi yang baik dengan inflasi rendah, angka pengangguran rendah, dan outlook pertumbuhan yang menjanjikan. Namun, masih ada risiko yang membayangi.

"Tentu saja ada risiko yang menyertai karena perekenomian dihadapkan pada ketakpastian kebijakan perdagangan dan aktivitas global yang melambat, tuturnya di depan Pertemuan Tahunan National Association for Business, di Denver AS.

George yang mengajukan dissenting opinion (tak sepakat) atas pemangkasan suku bunga AS dalam dua pertemuan The Fed sebelumnya itu mengaku tidak menutup kemungkinan akan mendukung pemangkasan suku bunga lagi.

BERLANJUT KE HAL 3>>>

Pada hari ini, Bank Indonesia (BI) akan merilis cadangan devisa (cadev), yang kebetulan berbarengan dengan agenda rilis cadev Jepang, Afrika Selatan (Afsel), dan Rusia.

Trading Economics memperkirakan cadangan devisa RI per September akan berada di level US$ 126,7 miliar, atau menguat dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya senilai US$ 126,4 miliar. Penguatan terjadi seiring dengan stabilnya rupiah yang akhir bulan lalu berada di level 14.190 per dolar AS.

Pada hari yang sama, BI juga akan mengumumkan pertumbuhan kredit Agustus (tahunan) yang diprediksi tumbuh, tetapi melambat, menjadi 9,3% dari posisi sebelumnya 9,58%. Perlambatan terjadi karena tekanan aktivitas perekonomian dunia akibat perang dagang turut menekan ekspansi perusahaan swasta nasional.

Sementara itu, sentimen eksternal yang berpeluang memengaruhi pergerakan IHSG hari ini muncul dari China dan Amerika Serikat (AS) terkait dengan perkembangan perang dagang. Sebagaimana diketahui, delegasi kedua negara dijadwalkan bertemu di Washington pada Kamis dan Jumat (10-11 Oktober 2019) waktu setempat.

Mengutip sumber yang meminta identitasnya, Bloomberg melaporkan pejabat China kian meragu untuk tunduk kepada AS dengan mengikuti kemauan mereka meneken kesepakatan dagang yang bakal dinegosiasikan pada Kamis dan Jumat.

Kepala tim negosiator China, Wakil Perdana Menteri (PM) Liu He, mengatakan bahwa tawaran yang diajukannya kepada AS tidak termasuk komitmen reformasi kebijakan industri dan subsidi pemerintah China. Padahal, keduanya termasuk di antara tuntutan utama yang diajukan Presiden AS Donald Trump.

Terakhir, simak pidato dua pejabat bank sentral AS pada hari ini, yakni Presiden Fed Kansas Esther George pada pukul 04:00 WIB dan Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari (pukul 21:00 WIB).

BERLANJUT KE HAL 4 >>>


Berikut adalah rilis data yang akan terjadi hari ini:

  •          Data cadangan devisa Bank Indonesia (12:00 WIB);
  •          Dividen PT Astra International Tbk (02:30 WIB);
  •          RUPSLB PT Sugih Energy Tbk (10:00 WIB);
  •          RUPSLB PT Bank Oke Indonesia Tbk (10:00 WIB);
  •          Paparan Publik PT Bank Danamon Tbk (14:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (September 2019 YoY)

3,39%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Agustus 2019)

5,25%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (Agustus 2019)

US$ 126,4 miliar

*Tim Riset CNBC Indonesia

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular