
Simak! 4 Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan

Sentimen ketiga bakal kembali muncul dari AS, terkait dengan menguat atau melemahnya sinyal resesi kali ini dari sisi fundamental perekonomian. Pemerintah AS akan merilis data kredit konsumen AS (per Agustus), yang diprediksikan hanya US$ 19,1 miliar, atau turun dari angka bulan sebelumnya senilai US$ 23,29 miliar.
Sebagai negara yang 60% PDB-nya disumbang dari konsumsi, jika benar terjadi pelemahan maka pelaku pasar bisa menggunakan situasi itu sebagai alasan untuk terlebih dahulu keluar dari pasar saham.
Namun ada potensi kabar positif dari sisi konsumsi ini, mengingat penjualan ritel Agustus yang sebelumnya tumbuh 2,4% diprediksi tumbuh lagi sebesar 3,6% pada September. Gongnya, angka inflasi AS per September diumumkan pada Kamis (19:30 WIB) atau 07:30 waktu setempat.
Cermati inflasi inti, karena kuat-lemahnya daya beli masyarakat akan terbaca dari rilis data ini. consensus Tradingeconomics memprediksi inflasi inti bakal tetap di angka 2,4% secara tahunan, sedangkan indeks harga konsumen diprediksi tumbuh sedikit menjadi 1,9% dari 1,7% (Agustus).
Namun sepertinya akan ada sentimen negatif dari sisi ketenagakerjaam. Rilis klaim awal pengangguran (per 5 Oktober) diprediksi naik menjadi 221.000 dari angka September 219.000. Di sisi lain, klaim pengangguran lanjutan (per September) diduga tumbuh menjadi 1,655 juta, dari posisi sebulan sebelumnya 1,651 juta.
Sentimen keempat muncul dari dalam negeri yakni rilis cadangan devisa oleh Bank Indonesia (BI), yang kebetulan berbarengan dengan rilis cadangan devisa Jepang, Afrika Selatan (Afsel), China, dan Rusia.
Tradingeconomics memperkirakan cadangan devisa RI per September akan berada di level US$ 126,7 miliar, atau menguat dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya seniai US$ 126,4 miliar. Penguatan terjadi seiring dengan stabilnya rupiah yang akhir bulan lalu berada di level 14.190 per dolar AS.
Pada hari yang sama, yakni Senin, BI juga akan mengumumkan pertumbuhan kredit Agustus (tahunan) yang diprediksi melambat menjadi 9,3% dari posisi sebelumnya 9,58%. Perlambatan terjadi karena tekanan yang mulai menimpa aktivitas perekonomian dunia yang turut menekan ekspansi perusahaan swasta nasional.
TIM RISET CNBC INDONESIA(ags/ags)