Sentimen Pasar Pekan Depan

Simak! Pekan Depan, Banyak Sentimen dari Domestik sampai AS

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
06 March 2022 19:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat pada perdagangan minggu ini. Meski perang sedang berkecamuk di Ukraina, tetapi investor asing tetap getol membeli saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pada perdagangan akhir pekan, IHSG finis di posisi 6.928,33. Menguat 0,87% ketimbang hari sebelumnya.

Ini membuat IHSG menguat 0,58% sepanjang pekan ini secara point-to-point. Performa IHSG lebih baik ketimbang indeks Shanghai Composite (-0,43%), Straits Times (-2,05%), Hang Seng (-3,79%), hingga Nifty 50 (-2,48%).

Derasnya aliran modal asing menjadi motor bagi laju IHSG. Sepanjang minggu ini, investor asing membukukan beli bersih (net buy) Rp 4,57 triliun. Sedikit lebih tinggi dibandingkan pekan sebelumnya di mana net buy investor asing tercatat Rp 4,42 triliun.

Sentimen negatif dari perang Rusia vs Ukraina tidak (atau belum?) menghambat minat investor asing untuk masuk ke pasar saham Indonesia.

Sentimen Pasar Pekan Depan

Sepekan ke depan, perkembangan konflik Rusia-Ukraina tetap menjadi latar belakang pergerakan bursa saham global, termasuk pasar modal RI.

Di samping itu, investor akan mengamati sejumlah rilis data dari sejumlah negara, termasuk dari Tanah Air.

Data Domestik

Dari dalam negeri, pada Selasa (8/3), Bank Indonesia (BEI) akan merilis data cadangan devisa (cadev) per Februari 2022. Ekonom yang dihimpun Tradingeconomics memprediksi, posisi cadev RI akan kembali turun menjadi US$ 139,9 miliar.

Sebelumnya, pada Januari 2022, posisi cadev Indonesia tercatat sebesar US$ US$ 141,3 miliar. Turun US$ 3,6 miliar dari bulan sebelumnya.

"Penurunan posisi cadangan devisa pada Januari 2022 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valas perbankan di Bank Indonesia antara lain sebagai antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan membaiknya aktivitas perekonomian," sebut keterangan tertulis BI.

Meski demikian, cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Kemudian, pada Rabu (9/3), investor akan mengamati pula laporan survei konsumen untuk melihat soal keyakinan konsumen RI per Februari 2022.

Prediksi ekonomi yang dihimpun Tradingeconomics menilai, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per Februari akan turun menjadi 118.

Sebelumnya, menurut data BI, pada Januari 2022 IKK tercatat sebesar 119,6, lebih tinggi dari 118,3 pada Desember 2021.

Kalau menilik secara historis, IKK Indonesia stabil berada di sekitar 118 sejak November 2021. Pada Agustus 2021, IKK sempat berada di level 77,3, seiring dengan berlanjutnya kebijakan pembatasan mobilitas pada periode survei untuk mengatasi penyebaran varian Delta Covid-19.

Berlanjut, pada Kamis (10/3), BI juga akan merilis data survei penjualan eceran Januari 2022.

Menurut prediksi Tradingeconomics, penjualan ritel RI akan tumbuh 15,9% secara tahunan (yoy) pada Januari, dari bulan sebelumnya sebesar 13,8%. Dengan ini, penjualan ritel Indonesia akan meneruskan tren pemulihan sejak Oktober 2021, setelah sempat tumbuh negatif selama Juli-September 2021.

Rilis Data Ekonomi Luar Negeri

Dari luar negeri, pelaku pasar juga akan menyimak sejumlah data ekonomi negara utama.

Pada Senin (7/3), akan ada data neraca dagang China Januari-Februari 2022. Sehari berikutnya, Selasa (8/3),bakal ada rilis neraca dagang Amerika Serikat (AS) per Januari 2022.

Pada tengah pekan, Rabu (9/3), investor akan menyimak dua data penting, yakni tingkat inflasi China per Februari 2022 dan rilis data pembukaan lapangan kerja (JOLTS) di AS per Januari 2022.

Tingkat inflasi tahunan China diprediksi masih akan di posisi Januari 2022, yakni 0,9%. Posisi tersebut terendah setelah pada September 2021 mencapai 0,7%.

"Inflasi [China] yang lebih rendah mencerminkan permintaan domestik yang lemah," kata Zhiwei Zhang, Kepala Ekonom di Pinpoint Asset Management kepada Reuters, 16 Februari lalu.

"Kebijakan makro [China] telah berubah lebih mendukung tetapi butuh waktu agar dampaknya dapat ditransmisikan ke ekonomi," imbuhnya.

Selain data inflasi, pada Rabu (9/3) juga investor akan menyimak data pembukaan lapangan kerja AS. Data ini digunakan sebagai indikasi kesehatan sektor ketenagakerjaan Negeri Paman Sam.

Angka yang meningkat biasanya menunjukkan pertumbuhan ekonomi, dampaknya bisa membuat dolar menguat. Sebaliknya, permintaan yang lebih rendah dan PHK yang lebih tinggi, menandakan pertumbuhan ekonomi yang berkontraksi.

Menurut konsensus Tradingeconomics, angka pembukaan lapangan kerja Januari akan sama dengan bulan sebelumnya, yakni 10,925 juta.

Selanjutnya, pada Kamis (10/4), investor, terutama di daratan Eropa, akan menunggu keputusan tingkat suku bunga Uni Eropa.

Pada hari yang sama, Kamis (10/4), data yang paling ditunggu investor, tingkat inflasi AS per Februari 2022, akan dirilis.

Konsensus sepakat bahwa tingkat inflasi tahunan AS akan naik menjadi 7,9% dari sebelumnya 7,5%, bisa menjadi yang 'terpanas' sejak awal dekade 1980-an silam.

Inflasi yang meninggi menjadi momok bagi AS saat ini. Jika inflasi terus meninggi The Fed dan bank sentral lainnya kemungkinan bisa lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Di sisi lain, The Fed juga masih mempelajari implikasi perang di Ukraina terhadap perekonomian. Ini semata dilakukan Jerome Powel Cs untuk menakar kebijakan kenaikan suku bunga yang sejatinya bertujuan untuk mengerem inflasi AS yang meninggi.

Untuk saat ini, Powell mendukung kenaikan sebesar 25 basis poin di bulan ini. Namun, jika nantinya The Fed lebih agresif dalam menaikkan suku bunga, maka ada risiko pasar finansial global akan mengalami gejolak, termasuk Indonesia.

Terakhir, menjelang akhir pekan, Jumat (11/4), investor juga bakal mempelajari rilis data sentimen konsumen (pendahuluan) AS yang dirilis Universitas Michigan

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular