Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air benar-benar loyo sepanjang pekan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya menghijau dua kali dan nilai tukar nilai tukar rupiah harus takluk di hadapan keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS).
IHSG jatuh pada perdagangan minggu ini. Apa boleh buat, bursa saham dunia memang sedang terguncang karena isu pengetatan kebijakan atau tapering off dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed.
Minggu ini, IHSG terkoreksi 1,77% secara point-to-point. IHSG mengakhiri pekan ini bawah 6.100.
Namun IHSG tidak sendiri. Mayoritas indeks saham utama Asia pun berjatuhan, dengan Hang Seng (Hong Kong) menjadi yang paling parah.
Hanya tiga indeks saham yang berhasil menguat yaitu PSEI (Filipina), SET (Thailand), dan KLCI (Malaysia). PSEI menjadi yang terbaik dengan lonjakan hampir 5%.
Sementara, mata uang Garuda melemah sepanjang pekan ini. Dolar AS memang terlalu kuat dan berjaya di Asia.
Sepanjang minggu ini, rupiah melemah 0,45% di hadapan dolar AS secara point-to-point. Pada perdagangan akhir pekan, rupiah ditutup di Rp 14.450/US$, terlemah sejak 30 Juli 2021.
Rupiah tidak sendiri karena hampir seluruh mata uang Asia tidak berdaya di hadapan dolar AS. Hanya peso Filipina yang mampu membukukan penguatan secara mingguan, dan ringgit Malaysia di posisi stagnan. Sisanya tidak selamat.
Apa boleh buat, dolar AS memang terlampau kuat. Pekan ini, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terapresiasi 1,02% secara point-to-point.
Pekan ini, sentimen yang paling mendominasi pasar adalah antisipasi pasar terhadap arah kebijakan The Fed.
Investor menanti rails notula rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Juli 2021 yang dirilis Kamis dini hari waktu Indonesia. Pasar ingin menggali petunjuk kira-kira kapan Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat akan mulai mengurangi pembelian surat berharga (quantitative easing) alias tapering off dan menaikkan suku bunga acuan.
Memang, sejak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) melanda AS, The Fed memberlakukan kebijakan moneter ultra-longgar. Suku bunga dipangkas habis-habisan hingga mendekati 0% dan The Fed memborong surat berharga (quantitative easing) senilai US$ 120 miliar saban bulannya.
Notula tersebut menggambarkan nada (tone) The Fed yang semakin berani. Semakin hawkish, semakin tidak malu-malu dalam menyebut potensi tapering off.
Survei yang dilakukan Reuters terhadap 43 institusi memperkirakan The Fed akan mulai terang-terangan mengumumkan pengurangan quantitative easing pada September 2021 alias bulan depan.
Namun pengurangan ini sepertinya baru akan dilakukan pada Januari 2022. Quantitative easing diperkirakan baru akan benar-benar selesai pada kuartal IV-2022.
Pengurangan quantitative easing berarti pasokan dolar AS tidak akan lagi melimpah seperti sekarang. Seperti barang, saat pasokan berkurang pasti harga akan naik. Mata uang juga begitu, pasokan yang menurun membuat nilai tukarnya kian mahal.
Persepsi ini membuat investor memburu dolar AS, untuk jaga-jaga kalau nanti pasokannya berkurang. Ini membuat dolar AS berjaya, dalam sepekan terakhir Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melesat 1,02%.
Perburuan terhadap dolar AS membuat investor melupakan aset-aset lain, termasuk saham. Jadi tidak heran bursa saham Asia juga ikut berguguran, termasuk IHSG.
Sentimen pasar sepanjang minggu depan bakal banyak datang dari luar negeri. Seperti yang telah disebutkan pada halaman sebelumnya, 'hantu' tapering dari The Fed masih bakal membayangi psikologis investor dalam seminggu ke depan.
Sementara, selain hal tersebut, ada beberapa sentimen lain yang juga akan turut menjadi penggerak pasar pada pekan depan.
Pertama, pada Senin (23/8) besok, akan ada banyak rilis data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur per Agustus di sejumlah negara ekonomi utama. Beberapa negara yang dimaksud adalah Australia yang akan merilis data PMI manufaktur pada pukul 06.00 WIB, Jepang (07.30 WIB), Prancis (14.15 WIB), Jerman (14.30 WIB), Uni Eropa (15.00 WIB), Britania Raya (15.30 WIB), dan AS (21.45 WIB).
Tradingeconomics memperkirakan, mayoritas PMI manufaktur di negara tersebut bakal terkontraksi, hanya Negeri Kanguru Australia yang akan mengalami kenaikan PMI manufaktur dari 56.9 pada bulan lalu menjadi 57 pada Agustus.
Pada hari yang sama Uni Eropa juga akan merilis data keyakinan konsumen pada Agustus, yang diprediksi kembali melemah ke negatif 5,2. Pada bulan lalu angka keyakinan konsumen sebesar minus 4,4, dari minus 3,3 pada Juni. Angka ini mengakhiri reli penguatan selama 5 bulan sebelumnya.
Selain itu, dari AS, akan ada data soal penjualan rumah existing (rumah lama/yang sudah ada) per Juli 2021. Pada Juni, penjualan rumah existing naik 1,4% secara bulanan menjadi 5,86 juta. Sementara, konsensus pasar yang dihimpun Tradingeconomics meramal, penjualan rumah existing pada bulan lalu akan turun secara bulanan menjadi 5,81 juta.
Kedua, pada Selasa (24/8), dari Negeri Ginseng Korea Selatan (Korsel) investor juga akan mengamati data indeks keyakinan konsumen, yang diramal akan naik ke posisi 105 pada Agustus ini. Sebelumnya, indeks keyakinan konsumen Korsel berada di posisi 103,2, turun dari posisi bulan Juni sebesar 110,3.
Selain data dari Korsel, pelaku pasar akan memperhatikan data pertumbuhan ekonomi final Jerman pada kuartal II 2021. Produk domestik bruto (PDB) Jerman tumbuh sebesar 9,2 persen yoy pada kuartal kedua tahun 2021, setelah mencatat lima periode kontraksi berturut-turut seiring adanya virus Covid-19.
Lalu, pada Selasa malam pukul 21.00 WIB, Biro Sensus AS akan mempublikasikan data penjualan rumah baru pada Juli. Konsensus pasar meramal angka penjualan rumah baru tersebut akan naik menjadi 0,69 juta pada bulan ini, dari bulan sebelumnya 0,676 juta.
Ketiga, pada Rabu (25/8) pukul 15.00 WIB, Ifo Institute akan merilis indikator Iklim Bisnis Ifo Jerman pada Agustus 2021. Sebelumnya, indeks ini turun menjadi 100,8 pada Juli 2021, dari posisi tertinggi selama dua setengah tahun pada Juni di 101,7. Konsensus pasar meramal indikator Iklim Bisnis Jerman pada bulan ini turun menjadi 100,4.
Sementara, dari Negeri Paman Sam akan ada dua rilis data penting. Pertama, terkait data pesanan barang tahan lama (durable goods) per Juli yang akan dirilis pada 19.30 WIB. Konsensus sepakan, data pesanan durable goods AS akan terkontraksi menjadi 0,2% dari posisi Juni 0,8%.
Data kedua, yakni terkait rilis data minyak Energy Information Administration (EIA) pada 21.30 WIB. Persediaan bensin AS naik 0,696 juta barel pada 13 Agustus, menyusul penurunan 1,4 juta pada periode sebelumnya.Sementara, stok minyak mentah AS turun 3,234 juta barel pada minggu 13 Agustus, menyusul penurunan 0,447 juta pada periode sebelumnya.
Keempat, pada Kamis (26/8) pukul 13.00 WIB, Jerman akan merilis indeks keyakinan konsumen per September, yang diprediksi bakal melemah menjadi negatif 1, dari posisi bulan sebelumnya minus 0,3.
Selain data dari Jerman, pada pukul 19.30 WIB, akan ada rilis data klaim tunjangan pengangguran AS per 21 Agustus 2021. Data klaim pengangguran bisa menjadi indikator awal soal 'kesehatan' ekonomi AS.
Menurut prediksi pasar, data klaim pengangguran baru (initial claims) akan turun menjadi 336 ribu dari minggu lalu sebesar 348 ribu. Sementara, angka rerata klaim pengangguran 4 mingguan juga diprediksi akan turun dari 377,75 ribu pada periode sebelumnya menjadi 362 ribu.
Kelima, pada Jumat, Australia akan merilis data penjualan ritel pada 08.30 WIB. Kemudian, pada 13.45% akan ada data keyakinan konsumen per Agustus Prancis yang akan dipublikasikan pada pukul 13.45 WIB.
Selanjutnya, pelaku pasar juga akan mengamati data pendapatan perseorangan dan pengeluaran perseorangan AS secara bulanan (mom) per Juli yang diprediksi akan naik masing masing menjadi 0,2% dan 0,3% dibandingkan periode sebelumnya.
Selain itu, pada hari yang sama pukul 22.00 WIB, The Fed akan menggelar simposium tahunan Jackson Hole. Namun pertemuan dengan para pelaku ekonomi dilakukan secara virtual, mengingat pandemi virus corona yang mengganas di Negeri Adidaya tersebut.
Sementara, dari dalam negeri, investor juga akan mengamati soal keputusan pemerintah terkait perpanjangan pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 untuk wilayah Jawa dan Bali yang bakal berakhir pada Senin (23/8) besok.
TIM RISET CNBC INDONESIA