
'Dicerai' Pepsi, Bisnis Minuman Indofood Memang Masih Merugi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
04 October 2019 15:19

Jakarta, CNBC Indonesia - "Ichi Ocha-nya kakak!" Jargon tersebut merupakan salah satu bentuk iklan dari produk teh botolan dari Grup Indofood milik keluarga Salim, yang baru digugat 'cerai' oleh perusahaan minuman soda PepsiCo yang hengkang dari Indonesia alias kontraknya berakhir.
Grup Indofood memang memiliki beragam lini bisnis makanan dan minuman, salah satunya minuman yang berada di dalam konsolidasi di dalam salah satu grup usaha perusahaan yaitu produk konsumsi bermerek tersebut di bawah kendali PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
Lini bisnis lain adalah tepung terigu yang di bawahi grup Bogasari (terutama di bawah perusahaan PT Bogasari Sentra Flour Mills-BSFM), agribisnis (di bawah PT Salim Ivomas Pratama Tbk-SIMP), dan distribusi (di bawah Ocean 21 Pte Ltd). Induk usaha dari beragam grup usaha tersebut juga adalah Indofood.
Selain bisnis minuman (beverages), ICBP turut menaungi bisnis utama Grup Indofood lain yaitu mi instan beserta beberapa segmen bisnis lain. Produk utama dari segmen ini adalah mi instan merek Indomie, Pop Mie, Sarimi, Sarimi Gelas, Supermi, dan Sakura.
Segmen lain yaitu susu dan olahannya (dairy), makanan ringan (snack foods), penyedap makanan (food seasonings), serta nutrisi dan makanan khusus.
Kontribusi belum maksimal
Kinerja bisnis minuman ICBP sejak 2013 yang dikomando melalui PT Anugerah Indofood Barokah Makmur diketahui memang belum berkontribusi maksimal. Padahal, hingga akhir 2018, divisi minuman ICBP didukung oleh 19 pabrik yang tersebar di Indonesia dengan total kapasitas produk 3 miliar liter per tahun.
Selain itu, sejak 2014 lalu perusahaan juga sudah masuk ke industri air minum dalam kemasan (AMDK) dengan mengakuisisi air minum merek Club dari Grup Tirta Bahagia asal Surabaya senilai Rp 2,2 triliun.
Kontribusi yang belum maksimal dari segmen minuman tercermin dari penjualan, baik dari nilai pendapatan dan porsi pendapatan segmen tersebut yang beragam tetapi relatif belum membaik signifikan, serta cenderung melandai dan stagnan.
Kondisi itu terbalik dari tren pendapatan emiten saham di bursa tersebut yang justru meningkat hingga akhir 2018.
Dari sisi laba, justru sejak 2013, yang menjadi laporan keuangan paling awal yang berhasil diakses, menunjukkan segmen tersebut belum pernah menuai laba, alias rugi terus. Meskipun demikian, nilai kerugian bisnis minuman berhasil semakin ditekan seiring dengan semakin kerdilnya segmen tersebut.
Di awal-awal, tepatnya pada 2013-2014, bisnis minuman perseroan meroket yaitu sebesar 778,37% menjadi Rp 1,93 triliun pada 2014 dari hanya Rp 218,93 miliar pada tahun sebelumnya. Meskipun naik, bisnis minuman belum mampu menuai untung karena masih merugi Rp 351,49 miliar.
Belum lagi, pada akhir 2017, perusahaan juga berpisah dengan rekanan asal Jepang yaitu Asahi Group Holdings Ltd yang produk utamanya di negeri asalnya adalah bir.
Semakin ke sini, pendapatan ICBP dari bisnis minuman masih belum naik signifikan hingga 2018, meskipun ada perbaikan tipis dari sisi nilai yaitu menjadi Rp 1,83 triliun pada tahun tersebut dari tahun sebelumnya Rp 1,71 triliun.
Saat itu, pendapatan bisnis minuman berporsi 4,77% dari total pendapatan perusahaan yang dipimpin Anthoni Salim itu Rp 38,41 triliun.
Porsi 4,77% tersebut justru turun dari level tertingginya pada 2014 yaitu 6,41%, yang secara bertahap hanya sempat naik tipis, itu pun sekali pada 2016 dan selebihnya justru menipis.
Dengan masih ruginya segmen usaha minuman, otomatis margin laba divisi mi instan ICBP meningkat dari 13,34% pada 2013 menjadi 21,04% pada 2018 terbebani oleh divisi minuman yang masih negatif 22,55%-16,35% pada periode yang sama. Alhasil, ditambah margin laba divisi makanan ringan yang juga masih negatif, peningkatan margin laba Indofood CBP hanya terjadi dari 10,9% menjadi 15,03% pada periode yang sama.
Pada perdagangan Jumat siang ini (4/10/2019), saham ICBP dan INDF ditransaksikan di Rp 12.200 (stagnan dari posisi kemarin) dan Rp 7.825 (naik 1,95%) serta membentuk kapitalisasi pasar masing-masing Rp 142,27 triliun dan Rp 68,7 triliun.
(irv/tas) Next Article Goodbye Pepsi, Ada Apa dengan Indofood?
Grup Indofood memang memiliki beragam lini bisnis makanan dan minuman, salah satunya minuman yang berada di dalam konsolidasi di dalam salah satu grup usaha perusahaan yaitu produk konsumsi bermerek tersebut di bawah kendali PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
Lini bisnis lain adalah tepung terigu yang di bawahi grup Bogasari (terutama di bawah perusahaan PT Bogasari Sentra Flour Mills-BSFM), agribisnis (di bawah PT Salim Ivomas Pratama Tbk-SIMP), dan distribusi (di bawah Ocean 21 Pte Ltd). Induk usaha dari beragam grup usaha tersebut juga adalah Indofood.
Selain bisnis minuman (beverages), ICBP turut menaungi bisnis utama Grup Indofood lain yaitu mi instan beserta beberapa segmen bisnis lain. Produk utama dari segmen ini adalah mi instan merek Indomie, Pop Mie, Sarimi, Sarimi Gelas, Supermi, dan Sakura.
Kontribusi belum maksimal
Kinerja bisnis minuman ICBP sejak 2013 yang dikomando melalui PT Anugerah Indofood Barokah Makmur diketahui memang belum berkontribusi maksimal. Padahal, hingga akhir 2018, divisi minuman ICBP didukung oleh 19 pabrik yang tersebar di Indonesia dengan total kapasitas produk 3 miliar liter per tahun.
Selain itu, sejak 2014 lalu perusahaan juga sudah masuk ke industri air minum dalam kemasan (AMDK) dengan mengakuisisi air minum merek Club dari Grup Tirta Bahagia asal Surabaya senilai Rp 2,2 triliun.
Kontribusi yang belum maksimal dari segmen minuman tercermin dari penjualan, baik dari nilai pendapatan dan porsi pendapatan segmen tersebut yang beragam tetapi relatif belum membaik signifikan, serta cenderung melandai dan stagnan.
Kondisi itu terbalik dari tren pendapatan emiten saham di bursa tersebut yang justru meningkat hingga akhir 2018.
Dari sisi laba, justru sejak 2013, yang menjadi laporan keuangan paling awal yang berhasil diakses, menunjukkan segmen tersebut belum pernah menuai laba, alias rugi terus. Meskipun demikian, nilai kerugian bisnis minuman berhasil semakin ditekan seiring dengan semakin kerdilnya segmen tersebut.
Di awal-awal, tepatnya pada 2013-2014, bisnis minuman perseroan meroket yaitu sebesar 778,37% menjadi Rp 1,93 triliun pada 2014 dari hanya Rp 218,93 miliar pada tahun sebelumnya. Meskipun naik, bisnis minuman belum mampu menuai untung karena masih merugi Rp 351,49 miliar.
Belum lagi, pada akhir 2017, perusahaan juga berpisah dengan rekanan asal Jepang yaitu Asahi Group Holdings Ltd yang produk utamanya di negeri asalnya adalah bir.
Semakin ke sini, pendapatan ICBP dari bisnis minuman masih belum naik signifikan hingga 2018, meskipun ada perbaikan tipis dari sisi nilai yaitu menjadi Rp 1,83 triliun pada tahun tersebut dari tahun sebelumnya Rp 1,71 triliun.
Saat itu, pendapatan bisnis minuman berporsi 4,77% dari total pendapatan perusahaan yang dipimpin Anthoni Salim itu Rp 38,41 triliun.
Porsi 4,77% tersebut justru turun dari level tertingginya pada 2014 yaitu 6,41%, yang secara bertahap hanya sempat naik tipis, itu pun sekali pada 2016 dan selebihnya justru menipis.
Dengan masih ruginya segmen usaha minuman, otomatis margin laba divisi mi instan ICBP meningkat dari 13,34% pada 2013 menjadi 21,04% pada 2018 terbebani oleh divisi minuman yang masih negatif 22,55%-16,35% pada periode yang sama. Alhasil, ditambah margin laba divisi makanan ringan yang juga masih negatif, peningkatan margin laba Indofood CBP hanya terjadi dari 10,9% menjadi 15,03% pada periode yang sama.
Pada perdagangan Jumat siang ini (4/10/2019), saham ICBP dan INDF ditransaksikan di Rp 12.200 (stagnan dari posisi kemarin) dan Rp 7.825 (naik 1,95%) serta membentuk kapitalisasi pasar masing-masing Rp 142,27 triliun dan Rp 68,7 triliun.
Manajemen ICBP, dalam laporan keuangan 2018, menegaskan tingkat persaingan di sektor minuman memang tetap ketat pada tahun ini. Para 'pemain' utama terus meningkatkan belanja iklan dan promosi untuk mempertahankan posisinya di pasar.
Di sisi lain, para pemain baru meluncurkan berbagai produk baru dengan beragam varian rasa yang menarik untuk membedakan dengan produk-produk yang telah ada di pasar.
"Tingkat persaingan di kategori minuman di Indonesia diperkirakan akan tetap ketat [tahun 2019] mengingat nilai industrinya yang besar dan potensi pertumbuhan yang menjanjikan," tulis manajemen ICBP dalam laporan keuangan tahunan, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (3/10/2019).
(irv/tas) Next Article Goodbye Pepsi, Ada Apa dengan Indofood?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular