
Analisis
Resesi Plus Perang Dagang, Harga Emas Bisa 'Terbang'
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 October 2019 13:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia melesat dalam dua hari terakhir. Kira-kira bagaimana arah pergerakannya ke depan?
Emas seakan mendapat kilaunya kembali, dalam dua hari perdagangan menguat 1,85%. Hari ini, Kamis (3/10/19), emas masih bergerak dekat level psikologis US$ 1.500/troy ons hingga tengah hari.
Setelah anjlok 3,6% sepanjang September, sang logam mulia meraih momentum penguatan begitu berganti bulan. Isu resesi di AS kembali mendorong permintaan akan aset aman (safe haven).
Berdasarkan survei US National Association for Business Economics (NABE) yang melibatkan 226 institusi, 42% responden memperkirakan AS akan mengalami resesi pada Februari 2020. Kala negara dengan nilai ekonomi terbesar dunia lesu, tentunya permintaan untuk impor dari negera lain akan menurun, dampaknya akan menyeret dalam pertumbuhan ekonomi global.
Isu resesi di AS kembali mencuat setelah Institute fo Supply Management melaporkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS periode September berada di 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.
Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Skor di bawah 50 artinya kontraksi yakni aktivitas sektor manufaktur semakin menyusut.
Kontraksi yang dialami sektor manufaktur AS di bulan September tersebut merupakan yang terdalam sejak satu dekade terakhir, tepatnya sejak Juni 2009 ketika resesi AS 2007-2009 berakhir.
Setelah rilis data tersebut, giliran Automatic Data Processing Inc (ADP) melaporkan pelemahan pasar tenaga kerja AS. Sepanjang September ekonomi AS dilaporkan menyerap 135.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian. Data tersebut lebih rendah dari bulan Agustus sebanyak 157.000 tenaga kerja.
Isu resesi kini diperparah dengan potensi terjadinya perang dagang AS dengan Uni Eropa. Hingga awal pekan lalu, pasar finansial global masih terbawa euforia perundingan dagang AS-China, harapan akan adanya deal terus membuncah, yang membuat investor masuk ke aset berisiko dan meninggalkan emas.
Namun kini sentimen pelaku pasar kembali memburuk. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan AS yang menyebut Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dengan perusahaan pembuat pesawat lainnya seperti Boeing.
Sidang panel WTO menyatakan AS menderita kerugian sampai US$ 7,5 miliar per tahun. Keputusan WTO ini menjadi pembenaran bagi rencana AS untuk menerapkan bea masuk terhadap importasi produk-produk dari Eropa. Washington mengusulkan pengenaan bea masuk bagi importasi hingga US$ 11 miliar.
Jika dilihat dari nilai transaksi AS-Uni Eropa, ternyata lebih besar dari AS-China. Data Kantor Perwakilan Dagang AS menunjukkan impor AS dari Uni Eropa bernilai US$ 683,9 miliar pada 2018. Pada tahun yang sama, impor dari China US$ 557,9. Sementara ekspor AS ke Uni Eropa tercatat US$ 574,5 miliar dan ke China adalah US$ 179,2 miliar.
Data Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar produk yang akan dikenakan bea impor mulai dari pesawat terbang sebesar 10% hingga berbagai jenis makanan dan produk tekstil sebesar 25% yang mulai berlaku efektif pada 18 Oktober.
Belum diketahui sejauh apa Uni Eropa akan melawan perang bea impor Paman Sam, mengingat kondisi perekonomian Benua Biru sedang memburuk. Tetapi jika Eropa memberikan balasan, episode baru perang dagang tidak terelakkan, emas kembali diuntungkan.
BERLANJUT KE HALAMAN 2
Emas seakan mendapat kilaunya kembali, dalam dua hari perdagangan menguat 1,85%. Hari ini, Kamis (3/10/19), emas masih bergerak dekat level psikologis US$ 1.500/troy ons hingga tengah hari.
Setelah anjlok 3,6% sepanjang September, sang logam mulia meraih momentum penguatan begitu berganti bulan. Isu resesi di AS kembali mendorong permintaan akan aset aman (safe haven).
Isu resesi di AS kembali mencuat setelah Institute fo Supply Management melaporkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS periode September berada di 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.
Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Skor di bawah 50 artinya kontraksi yakni aktivitas sektor manufaktur semakin menyusut.
Kontraksi yang dialami sektor manufaktur AS di bulan September tersebut merupakan yang terdalam sejak satu dekade terakhir, tepatnya sejak Juni 2009 ketika resesi AS 2007-2009 berakhir.
Setelah rilis data tersebut, giliran Automatic Data Processing Inc (ADP) melaporkan pelemahan pasar tenaga kerja AS. Sepanjang September ekonomi AS dilaporkan menyerap 135.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian. Data tersebut lebih rendah dari bulan Agustus sebanyak 157.000 tenaga kerja.
Isu resesi kini diperparah dengan potensi terjadinya perang dagang AS dengan Uni Eropa. Hingga awal pekan lalu, pasar finansial global masih terbawa euforia perundingan dagang AS-China, harapan akan adanya deal terus membuncah, yang membuat investor masuk ke aset berisiko dan meninggalkan emas.
Namun kini sentimen pelaku pasar kembali memburuk. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan AS yang menyebut Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dengan perusahaan pembuat pesawat lainnya seperti Boeing.
Sidang panel WTO menyatakan AS menderita kerugian sampai US$ 7,5 miliar per tahun. Keputusan WTO ini menjadi pembenaran bagi rencana AS untuk menerapkan bea masuk terhadap importasi produk-produk dari Eropa. Washington mengusulkan pengenaan bea masuk bagi importasi hingga US$ 11 miliar.
Jika dilihat dari nilai transaksi AS-Uni Eropa, ternyata lebih besar dari AS-China. Data Kantor Perwakilan Dagang AS menunjukkan impor AS dari Uni Eropa bernilai US$ 683,9 miliar pada 2018. Pada tahun yang sama, impor dari China US$ 557,9. Sementara ekspor AS ke Uni Eropa tercatat US$ 574,5 miliar dan ke China adalah US$ 179,2 miliar.
Data Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar produk yang akan dikenakan bea impor mulai dari pesawat terbang sebesar 10% hingga berbagai jenis makanan dan produk tekstil sebesar 25% yang mulai berlaku efektif pada 18 Oktober.
Belum diketahui sejauh apa Uni Eropa akan melawan perang bea impor Paman Sam, mengingat kondisi perekonomian Benua Biru sedang memburuk. Tetapi jika Eropa memberikan balasan, episode baru perang dagang tidak terelakkan, emas kembali diuntungkan.
BERLANJUT KE HALAMAN 2
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular