Poundsterling Anjlok Lagi, Parlemen Inggris Maunya Apa Sih?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 September 2019 20:04
Terpecahnya suara para elite partai tentunya membuat pelaku pasar bingung bagaimana dan kemana sebenarnya arah Brexit.
Foto: Ilustrasi Poundsterling (REUTERS/ Benoit Tessier)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling anjlok pada perdagangan Rabu (25/9/19) akibat intrik politik yang terjadi di Inggris mendekati deadline Brexit 31 Oktober.

Mahkamah Agung Inggris Selasa kemarin memutuskan langkah Perdana Menteri (PM) Boris Johnson membekukan parlemen selama lima pekan sebagai keputusan yang tidak sah. Dengan demikian Parlemen Inggris akan aktif kembali pada Rabu pagi waktu setempat.


Keputusan Mahkamah Agung tersebut membuat poundsterling menguat pada perdagangan Selasa, tetapi pada hari ini justru anjlok tajam. Pada pukul 19:50 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2379 atau melemah 0,83% di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. 



Anjloknya poundsterling tidak lepas dari terpecahnya perndapat parlemen tentang pendekatan apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan Brexit.

Elit-elit partai di parlemen memberikan pendapat berbeda-beda, ada yang ingin diadakan pemilu, atau diadakan refendum kembali. Ada yang ingin memperkuat undang-undang agar Inggris terhindar dari no-deal Brexit, dan ada yang Inggris PM Johnson mengundurkan diri.

Pimpinan Partai Buruh, Jeremy Corbyn, mengambil sikap netral terhadap Brexit. Ia juga enggan menanggapi masalah Pemilu, tetapi Selasa kemarin Corbyn mengatakan seandainya diadakan Pemilu dan dimenangi Partai Buruh, maka akan diadakan referendum dalam enam bulan ke depan, sebagaimana dilansir CNBC International.

Ian Blackford, pimpinan Partai Nasional Scotlandia, mengatakan partai-partai oposisi harus menyatukan kekuatan dan mengusulkan mosi tidak percaya, melengserkan Boris Johnson, dan kemudian mengadakan Pemiliu.


Sementara Tom Blake dari Partai Liberal Demokrat menegaskan partainya akan memperkuat undang-undang yang mencegah terjadinya no-deal Brexit, dan memastikan pemerintah meminta penundaan deadline Brexit. Di sisi lain, PM Johnson menegaskan tindakannya tersebut adalah sah, dan menyatakan parlemen Inggris masih mungkin dibekukan lagi.

Terpecahnya suara para elite partai tentunya membuat pelaku pasar bingung bagaimana dan kemana sebenarnya arah Brexit. Hal ini membuat pounsterling tertekan hingga menyentuh level terlemah sejak 13 September lalu.  

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Ekonomi Nyungsep, Poundsterling Malah Menguat ke Rp 18.305

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular