Internasional

Eropa Terancam Resesi, Kebijakan ECB Dinilai Tak Efektif

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
24 September 2019 12:27
Eropa Terancam Resesi, Kebijakan ECB Dinilai Tak Efektif
Foto: Bank Sentral Eropa (REUTERS/Kai Pfaffenbach)
Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya terbaru Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) untuk merangsang ekonomi zona euro mungkin tidak efektif. Malah bisa menahan pertumbuhan.

Pendapat tersebut disampaikan oleh Pemimpin Bank Belanda ING Hans Wijers. Pernyataan itu dikeluarkan setelah ECB pada hari Kamis lalu mengumumkan program pelonggaran kuantitatif baru dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan.

Langkah-langkah tersebut termasuk membeli sekuritas senilai 20 miliar euro (US$ 22 miliar) setiap bulan, mulai 1 November. Pembelian itu akan berlangsung selama bank sentral menganggap upaya itu perlu dilakukan.


Bank sentral juga memangkas suku bunga simpanan utamanya sebesar 10 basis poin ke rekor terendah -0,5%. Langkah ini pada dasarnya membebani pemberi pinjaman karena menekan jumlah uang tunai.

"Kami tidak yakin bahwa upaya ECB saat ini akan memiliki efek yang diperlukan ... kesan kami bahwa menggunakan instrumen ini sekarang, mungkin efek negatif akan lebih besar daripada efek positif," kata Wijers kepada Mandy Drury dari CNBC dalam sebuah pertemuan di Singapura.

"Kebijakan moneter memiliki keterbatasan dan kami tidak berasumsi bahwa dorongan ini akan menciptakan investasi tambahan, juga tidak akan mendorong orang untuk mengkonsumsi lebih banyak... Sebenarnya, itu bisa mengakibatkan banyak ketidakpastian di mana orang benar-benar meningkatkan tabungan mereka dan mereka pasti tidak akan berinvestasi lebih banyak,".


Namun, Wijers menyebut di tengah melebarnya kebijakan moneter, berbagai kegiatan restrukturisasi ekonomi dan kebijakan fiskal seperti pemotongan pajak dan pengeluaran pemerintah, akan mampu memacu kembali ekonomi Eropa.

Wijers mengatakan beberapa negara seperti Jerman, Belanda, Swedia dan Finlandia telah menunjukkan kesediaan mereka untuk meningkatkan belanja. Namun, ia tidak yakin beberapa pemerintah negara di Eropa Selatan akan melakukan hal yang sama.

Selain Wijers, pakar ekonomi lainnya juga meragukan kesuksesan langkah terbaru ECB. Mereka berpendapat bahwa mempertahankan suku bunga di wilayah negatif untuk jangka waktu lebih lama akan lebih merusak profitabilitas bank.

Belum lagi ada upaya dari bank sentral untuk mengurangi beberapa tekanan yang dihadapi oleh pemberi pinjaman dengan memperkenalkan sistem suku bunga dua tingkat (two-tier rate system). Skema two-tier rate system pada dasarnya memungkinkan bank untuk menyimpan kelebihan uang tunai dalam semalam tanpa membayar penalti.

Meski begitu, Wijers mengatakan bahwa langkah itu hanya membantu bank pada tingkat yang terbatas.

BERLANJUT KE HAL 2 >>>>

Pengumuman ECB dikeluarkan pada saat ekonomi zona euro menghadapi peningkatan risiko resesi karena sektor manufaktur mengalami penurunan tajam. Selain itu, sentimen bisnis juga meredup sebagai akibat dari Brexit dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.

"Kami sudah dekat, dekat dengan resesi," kata Wijers.

Namun, Wijers menyebut bahwa dia tidak memperkirakan Eropa akan memasuki "resesi yang mendalam", kecuali jika Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan.
Brexit yang tanpa kesepakatan atau no-deal Brexit dapat memperburuk kondisi ekonomi di wilayah tersebut.

"Saya khawatir tentang Brexit itu sendiri karena perilaku yang tidak bertanggung jawab, itu akan menjadi Brexit yang sulit (tanpa kesepakatan). Itu akan memiliki banyak efek negatif," katanya.

Sementara itu, raksasa ekonomi Jerman dan Perancis melaporkan adanya penurunan signifikan pada sektor manufaktur. Purchasing managers' index (PMI) Jerman turun di bulan September sebesar 41,4, dari sebelumnya 43,5.

Angka 50 menjadi ambang batas PMI. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi atau peningkatan aktivitas sementara di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau aktivitas yang memburuk.

Perancis, negara dengan ekonomi terbesar kedua di eropa juga dilaporkan mengalami pelambatan aktivitas bisnis. Sektor manufaktur dilaporkan melambat menjadi 50,3 dari sebelumnya 51,1 dan sektor jasa melambat menjadi 51,6 dari sebelumnya 53,4.

[Gambas:Video CNBC]







(sef/sef) Next Article AS Dipercaya Sebentar Lagi Resesi, Tapi Eropa Akan Lebih Dulu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular