
Kala Nasib Batu Bara Ditentukan Forum PBB
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 September 2019 12:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan kembali terpeleset pada perdagangan akhir pekan lalu. Nasib batu bara ke depan bakal sedikit banyak ditentukan oleh hasil pertemuan PBB tentang Climate Action yang berlangsung mulai hari ini.
Akhir pekan lalu, harga batu bara di pasar ICE Newcastle Australia berada di US$ 68,55/metrik ton. Turun tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Harga komoditas ini memang dalam tren turun sejak pertengaha September. Dalam periode 16-20 September, harga batu bara amblas 2,8%.
Hari ini PBB menggelar perhelatan akbar bertajuk UN Climate Action Summit 2019. Tujuannya untuk menarik komitmen yang lebih konkret dari berbagai negara untuk mengatasi isu perubahan iklim global agar dampaknya dapat cepat terasa. Menurut Sekjen PBB Antonio Guterres, sejauh ini aksi yang dilakukan masih belum terlihat berdampak nyata.
Dilansir dari situs resmi PBB, agar aksi transformasi ini dapat berdampak dengan cepat, Sekjen PBB telah memprioritaskan portofolio aksi yang dapat berdampak pada turunnya efek rumah kaca serta terwujudnya adaptasi dan resieliensi global. Portofolio tersebut mencakup dari sisi pendanaan, transisi energi dan industri, serta berbagai aksi loka lain.
Dari sisi pendanaan, PBB menekankan pada mobilisasi pendanaan dari berbagai sumber baik publik maupun swasta untuk mendorong program dekarbonisasi. PBB juga mengajak untuk terus mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan bergeser ke energi terbarukan.
Selain itu PBB juga menekankan pada penggunaan energi yang efisien. Hasil lain yang juga ingin dicapai dari forum ini adalah transformasi pada industri minyak dan gas, baja, semen serta berbagai industri kimia lain. PBB juga menyebutkan bahwa aksi di lokal dengan fokus pada bangunan beremisi rendah serta penggunaan transportasi publik juga mutlak digiatkan untuk mencapai dampak yang lebih optimal.
Selain portofolio di atas yang akan ditekankan oleh Sekjen PBB, terdapat dua pertanyaan utama yang juga menjadi sorotan dalam forum tersebut. Pertama terkait dengan seberapa besar uang yang rela dikeluarkan oleh negara-negara yang kaya untuk pembiayaan Green Climate. Kedua adalah terkait dengan komitmen China dan India.
China dan India memang dua negara Asia penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. China di posisi pertama, AS di posisi kedua, dan India di posisi ketiga.
Agar pemanasan global dapat mencapai ambang yang lebih aman maka emisi karbon total diperlukan. Hal itu berarti bahwa China dan India harus mengubah sistem energi di negara mereka.
Dengan laju pertumbuhan populasi yang tinggi, China dan India memang menjadi negara dengan populasi terbesar di dunia. Hal tersebut membuat China menjadi negara importir terutama minyak dan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
China dan India sendiri jika digabung sudah menyumbang lebih dari 40% pangsa batu bara global. Ketika negara-negara Eropa dan AS terus berkomitmen mengurangi konsumsi batu bara, China dan India malah mengalami kenaikan konsumsi.
Jadi kalau China dan India membuat keputusan besar untuk mengurangi konsumsi batu bara mereka, maka harga batu bara tentu akan terkerek turun. Oleh karena itu, keputusan yang akan diambil pada forum PBB nanti tentu akan mempengaruhi arah gerak harga si batu hitam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(Tirta Citradi/aji) Next Article Harga Batu Bara Melesat Nyaris 2%, Terima Kasih China!
Akhir pekan lalu, harga batu bara di pasar ICE Newcastle Australia berada di US$ 68,55/metrik ton. Turun tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Harga komoditas ini memang dalam tren turun sejak pertengaha September. Dalam periode 16-20 September, harga batu bara amblas 2,8%.
Hari ini PBB menggelar perhelatan akbar bertajuk UN Climate Action Summit 2019. Tujuannya untuk menarik komitmen yang lebih konkret dari berbagai negara untuk mengatasi isu perubahan iklim global agar dampaknya dapat cepat terasa. Menurut Sekjen PBB Antonio Guterres, sejauh ini aksi yang dilakukan masih belum terlihat berdampak nyata.
Dilansir dari situs resmi PBB, agar aksi transformasi ini dapat berdampak dengan cepat, Sekjen PBB telah memprioritaskan portofolio aksi yang dapat berdampak pada turunnya efek rumah kaca serta terwujudnya adaptasi dan resieliensi global. Portofolio tersebut mencakup dari sisi pendanaan, transisi energi dan industri, serta berbagai aksi loka lain.
Dari sisi pendanaan, PBB menekankan pada mobilisasi pendanaan dari berbagai sumber baik publik maupun swasta untuk mendorong program dekarbonisasi. PBB juga mengajak untuk terus mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan bergeser ke energi terbarukan.
Selain itu PBB juga menekankan pada penggunaan energi yang efisien. Hasil lain yang juga ingin dicapai dari forum ini adalah transformasi pada industri minyak dan gas, baja, semen serta berbagai industri kimia lain. PBB juga menyebutkan bahwa aksi di lokal dengan fokus pada bangunan beremisi rendah serta penggunaan transportasi publik juga mutlak digiatkan untuk mencapai dampak yang lebih optimal.
Selain portofolio di atas yang akan ditekankan oleh Sekjen PBB, terdapat dua pertanyaan utama yang juga menjadi sorotan dalam forum tersebut. Pertama terkait dengan seberapa besar uang yang rela dikeluarkan oleh negara-negara yang kaya untuk pembiayaan Green Climate. Kedua adalah terkait dengan komitmen China dan India.
China dan India memang dua negara Asia penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. China di posisi pertama, AS di posisi kedua, dan India di posisi ketiga.
Agar pemanasan global dapat mencapai ambang yang lebih aman maka emisi karbon total diperlukan. Hal itu berarti bahwa China dan India harus mengubah sistem energi di negara mereka.
Dengan laju pertumbuhan populasi yang tinggi, China dan India memang menjadi negara dengan populasi terbesar di dunia. Hal tersebut membuat China menjadi negara importir terutama minyak dan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
China dan India sendiri jika digabung sudah menyumbang lebih dari 40% pangsa batu bara global. Ketika negara-negara Eropa dan AS terus berkomitmen mengurangi konsumsi batu bara, China dan India malah mengalami kenaikan konsumsi.
Jadi kalau China dan India membuat keputusan besar untuk mengurangi konsumsi batu bara mereka, maka harga batu bara tentu akan terkerek turun. Oleh karena itu, keputusan yang akan diambil pada forum PBB nanti tentu akan mempengaruhi arah gerak harga si batu hitam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(Tirta Citradi/aji) Next Article Harga Batu Bara Melesat Nyaris 2%, Terima Kasih China!
Most Popular