BI Sudah Beri 'Steroid', Kenapa Rupiah Masih Lemas Juga?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 September 2019 09:32
BI Sudah Beri 'Steroid', Kenapa Rupiah Masih Lemas Juga?
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Saat mayoritas mata uang Asia mampu menguat, depresiasi rupiah sepertinya disebabkan oleh sentimen domestik.

Pada Jumat (20/9/2019) pukul 09:10 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.080. Rupiah melemah 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sehari sebelumnya.

Mata uang Tanah Air sudah melemah sejak lapak dibuka. Namun setidaknya dolar AS masih bisa terjaga di bawah Rp 14.100.

Sayangnya pelemahan rupiah terjadi kala sebagian besar mata uang Asia mampu menguat. Selain rupiah, hanya dolar Hong Kong dan rupee India yang mengalami depresiasi.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:10 WIB:





(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Mungkin pelemahan rupiah disebabkan oleh sejumlah faktor yang melibatkan dinamika di dalam negeri. Pertama, rupiah sudah menguat lumayan tajam dalam sebulan terakhir yaitu mencapai 1,24%.



Oleh karena itu, investor sudah mendapat untung lumayan besar dari rupiah. Pasti ada saja saat-saat di mana rupiah mengalami tekanan jual karena pelaku pasar ramai-ramai mencairkan cuan tersebut.

Kedua, rupiah juga sepertinya terpapar dampak kenaikan harga minyak. Pada pukul 08:58 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,78% dan 1,14%.


Sebagai negara net importir minyak, kenaikan harga tentu sangat membebani Indonesia. Neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan semakin tertekan, dan aliran valas dari ekspor-impor barang dan jasa bakal seret.

Akibatnya, pijakan rupiah menjadi rapuh karena ditopang oleh arus modal portofolio di pasar keuangan (hot money) yang gampang datang dan pergi. Oleh karena itu, rupiah akan rentan melemah saat transaksi berjalan tertekan.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Sepertinya pelaku pasar belum terlalu merespons hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang begitu agresif. Kemarin, Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 5,25%.

Tidak hanya itu, bank sentral juga memberlakukan pelonggaran ketentuan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dengan memasukkan pinjaman sebagai pendanaan bank. Plus pelonggaran makroprudensial berupa kenaikan Loan to Value (LTV) properti dan penurunan uang muka kendaraan bermotor.


BI terlihat sudah menerapkan skema total football. Begitu banyak instrumen yang diumumkan dalam sehari demi menggenjot pertumbuhan ekonomi. Dengan 'pengawalan' MH Thamrin, diharapkan ekonomi Indonesia tetap tumbuh positif dan terhindar dari resesi.


Semestinya hasil RDG kemarin menjadi 'steroid' bagi pasar keuangan dalam negeri. Namun ternyata tidak hanya rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun loyo. Pada pukul 09:07 WIB, IHSG melemah tipis 0,03%.

Ada kemungkinan pasar menilai bahwa stimulus moneter dari BI hanya mendorong ekonomi dari sisi penawaran (supply). Penurunan suku bunga, pelonggaran uang muka, pelonggaran RIM, intinya adalah agar perbankan bisa menawarkan kredit lebih banyak agar perekonomian bergerak.

Namun walau penawaran sudah diamankan, kalau permintaan (demand) tidak ada mau bilang apa? Kemarin BI mengumumkan bahwa pertumbuhan kredit pada Juli adalah 9,6% year-on-year (YoY). Laju terlemah dalam setahun terakhir.

Sektor properti, yang menjadi sasaran BI, juga sedang lesu. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada kuartal II-2019 hanya sebesar 1,47% (YoY). Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang paling kecil setidaknya sejak 2012.



Oleh karena itu, masuk aka jika pelaku pasar menilai ada risiko amunisi yang ditembakkan BI hanyalah peluru hampa. Sebab kalau masalah perlambatan ekonomi domestik adalah di sisi permintaan, maka stimulus BI sulit terlihat dampaknya.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular