
Walau BI Sudah Banting Tulang, IHSG Tetap Saja Merah

Kuatnya sentimen negatif berupa nada hawkish (agresif) yang dilontarkan oleh The Fed membuat sentimen positif dari dalam negeri gagal untuk membawa IHSG finis di zona hijau dan mencetak apresiasi selama tiga hari beruntun.
Walau ada nada hawkish yang dilontarkan oleh The Fed, nyatanya Bank Indonesia (BI) tetap berani untuk mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
Pasca-menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dimulai kemarin dan berakhir pada hari ini, BI memutuskan untuk memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps), dari 5,5% menjadi 5,25%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bank Indonesia, Kamis (19/9/2019).
Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, beserta juga analisis dari kami sendiri.
Untuk diketahui, pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang dieksekusi BI pada hari ini menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan selama tiga bulan beruntun. Dalam pertemuan di bulan Juli dan Agustus, BI mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan masing-masing sebesar 25 bps.
Pada saat ini, perekonomian Indonesia jelas membutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Pada awal bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019. Sepanjang tiga bulan kedua tahun 2019, BPS mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%.
Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.
Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Kenyataannya, perekonomian Indonesia tetap saja loyo.
Jelas dibutuhkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut guna merangsang laju perekonomian tanah air. Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi.
Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Kala perekonomian tumbuh di level yang relatif tinggi, maka saham-saham di tanah air seharusnya akan menjadi seksi di mata investor. Namun apa daya, kekhawatiran bahwa perekonomian AS akan mengalami hard landing lebih dominan dalam mendikte jalannya perdagangan di pasar saham tanah air.
Apalagi, IHSG sudah mencetak apresiasi pada perdagangan tanggal 17 dan 18 September sehingga kini pelaku pasar tergiur untuk merealisasikan keuntungan yang sudah diraup. Jika ditotal dalam dua hari perdagangan tersebut, apresiasi IHSG mencapai 0,92%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas)