Catat! Bisnis Manajer Investasi RI Kian Seksi, Ini Faktanya

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
18 September 2019 07:35
Jumlah MI Kian Ramai, Tingkat Kompetisi Bagaimana?
Foto: CNBC Indonesia

Menghadapi fenomena tersebut, Head of Capital Market Research PT Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai saat ini jumlah MI memang bertambah signifikan sejak kembali diberikannya izin manajer investasi pada 2011.

Namun, tantangan yang harus dihadapi pelaku industri adalah keberlangsungan hidup masing-masing pelaku yang sudah diwajibkan membayarkan iuran kepada OJK serta batasan 10 fungsi yang wajib dimiliki perusahaan.

Berdasarkan aturan OJK No.V.D.11 tentang Pedoman Pelaksanaan Fungsi-Fungsi Manajer Investasi, 10 fungsi yang diwajibkan dalam satu perusahaan adalah investasi, manajemen risiko, kepatuhan, pemasaran, perdagangan (dealing), serta penyelesaian transaksi efek.

Fungsi lain adalah penanganan keluhan investor, riset-teknologi informasi, pengembangan sumber daya manusia (SDM), serta akuntansi-keuangan.


Dari ke-10 fungsi itu, sejumlah fungsi seperti teknologi informasi, pengembangan SDM, serta akuntansi-keuangan dapat memakai tenaga alih daya (outsourcing).

"Saya pernah menghitung dari sisi beban perusahaan saja, setahun minimal membutuhkan dana Rp 16 miliar, dan dihitung dari dana kelolaan maka rata-rata biaya manajemen (management fee) sekitar 1% dari dana kelolaan reksa dana aktif [bukan RD terproteksi], sehingga minimal mereka harus ada dana kelolaan Rp 1,6 triliun," ujar Wawan, kepada CNBC Indonesia, pekan lalu.

Dengan melihat tidak banyak MI yang bisnisnya mampu mengelola dana kelolaan Rp 1,6 triliun, maka MI tersebut haruslah mencari sumber penghasilan lain di luar reksa dana dan di "luar peraturan".

Beberapa praktik di pasar modal yang lumrah dilakukan MI yaitu menjual produk kontrak pengelolaan dana (KPD), kontrak jual janji beli kembali (repurchase agreement/repo), atau bahkan menjual surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) yang fee-nya di atas reksa dana.


Saat ini, MI sudah dibolehkan mengelola dana nasabah yang dulunya dikenal dengan istilah KPD dengan kontrak Pengelolaan Dana Nasabah (PDN) dengan minimal dana investasi Rp 5 miliar.

Dana kelolaan itu serta dana kelolaan produk pesanan (yang diinvestasikan produk asuransi dan unit linked, white labelled fund) serta varian produk unik investasi derivatif (EBA, DIRE, Dinfra) tidak tercatat sebagai reksa dana yang biasa dipublikasikan.

Data per Agustus menunjukkan saat ini dari 89 MI yang sudah memiliki dana kelolaan, hanya ada sebanyak 45 perusahaan dengan dana kelolaan reksa dana di atas Rp 1,6 triliun, tanpa memperhitungkan dana kelolaan KPD atau bisnis lain.

Per akhir Agustus, OJK mencatat dana kelolaan reksa dana (di luar produk KPD, derivatif, dan asuransi) sudah menembus Rp 538,06 triliun, tumbuh Rp 32,67 triliun (6,47%) dari posisi akhir 2018 Rp 505,39 triliun.


Tahun lalu, sekurangnya ada tiga MI baru yaitu PT Gemilang Indonesia Manajemen Investasi pada Oktober, serta PT Jarvis Aset Manajemen dan PT Indosterling Aset Manajemen yang sama-sama mendapatkan izin pada November.

Jadi, kendati kian ramai, mari kita tunggu saja seberapa keberadaan MI ini bisa mendorong kian tumbuhnya investor di produk-produk investasi pasar modal.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular