Diterpa Aksi Jual Kemarin, Saham Rokok Perlahan Pulih

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
17 September 2019 10:17
Meskipun harga saham produsen rokok perlahan pulih, investor asing masih terus melego saham GGRM dan ITIC.
Foto: Ilustrasi Produk Rokok (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah diterpa aksi jual pada perdagangan kemarin (16/9/2019), harga saham emiten rokok mulai pulih pada awal perdagangan sesi I Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, Selasa (17/9/2019).

Pada pukul 09:45 WIB data pasar menunjukkan harga saham PT Indonesian Tobacoo Tbk (ITIC) melesat 11% ke Rp 1.110/unit dengan nilai transaksi mencapai Rp 7,13 miliar.

Kemudian harga saham PT HM Sampoerna menguat 2,18% menjadi Rp 2.340/unit, harga saham PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIMM) naik 1,02% ke Rp 199/unit. Sedangkan harga saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) menguat 0,32% ke Rp 54.775/unit.

Sayangnya, meskipun harga saham produsen rokok perlahan pulih, investor asing masih terus melego saham GGRM dan ITIC.

Tercatat, pada pukul 09:58 WIB pelaku pasar asing membukukan aksi jual bersih atas saham GGRM dan ITIC dengan nilai masing-masing sebesar Rp 37,21 miliar dan Rp 4,84 juta. Ini berarti dalam dua hari perdagangan saham GGRM sudah diobral investor asing sebanyak Rp 384,11 miliar, sedangkan ITIC sebesar Rp 279,54 juta.

Sementara itu, berbeda dengan GGRM dan ITIC yang masih dilepas investor asing, untuk saham HMSP dan WIIM justru kembali dikoleksi, di mana masing-masing mencatatkan aksi beli bersih sebesar Rp 1,41 miliar dan Rp 4,42 juta.

Pada perdagangan kemarin, saham produsen rokok Tanah Air ramai-ramai dilepas pelaku pasar setelah mencermati hasil keputusan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) dan harga eceran tertinggi produk rokok yang di luar ekspektasi pasar.

"Kenaikan average 23% untuk tarif cukai, dan 35% dari harga jualnya yang akan kami tuangkan dalam Permenkeu (Peraturan Menteri Keuangan/PMK)," kata Sri Mulyani usai rapat tertutup di Istana Kepresidenan pada Jumat (13/9/2019).

Dikhawatirkan, kenaikan tarif cukai yang begitu signifikan pada tahun depan akan menekan konsumsi masyarakat. Apalagi, saat ini tanda-tanda lemahnya daya beli masyarakat sudah sangat terlihat.

Kemarin, harga saham HMSP ditutup pada level terendah sejak 14 Desember 2012, sedangkan GGRM merupakan harga saham terendah sejak 26 Januari 2016.

Pelaku industri pun angkat bicara dan menyatakan keberatan mereka.

"Rencana kenaikan yang tinggi sebagaimana telah dimuat di berbagai media tentunya tidak kami duga sebelumnya. Akan tetapi, kami tetap berharap akan adanya kebijaksanaan dari Pemerintah dalam hal ini, yaitu dengan tetap memperhatikan suara dari mayoritas industri dan tentunya para petani," kata Mercy Fransisca Hutahaean, Direktur Legal dan Hubungan Eksternal RMBA, dalam keterangan resminya, dikutip CNBC Indonesia, Senin (16/9/2019).

Perlu diketahui, sebelumnya Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyebutkan asosiasi tak pernah diajak berdiskusi oleh pemerintah dalam mempertimbangkan kenaikan tarif ini. Kenaikan hingga 23% dinilai sangat memberatkan IHT secara keseluruhan.

"Selama ini, informasi yang kami terima rencana kenaikan cukai di kisaran 10%, angka yang moderat bagi kami meski berat," kata Henry Najoan, Ketua Umum GAPPRI.

Lebih lanjut, merespon keputusan tersebut, analis dari Trimegah Sekuritas memproyeksi bahwa tahun depan kinerja keuangan perusahaan akan tumbuh negatif.

"Kami percaya bahwa pertumbuhan pendapatan tahun 2020 akan menurun (HMSP turun 13,7%, GGRM turun 18,4%), akan tetapi kami memproyeksi bahwa produsen rokok akan mulai menaikkan harga seja akhir tahun ini untuk menghindari kenaikan harga lebih dari 20% di tahun 2020," ujar Heribertus Ariando dan Darien Sanusi dari Trimegah Sekuritas pada laporannya tanggal 13 September 2019.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Cukai Rokok Naik 23%, Asing Obral Saham HMSP & GGRM Cs

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular