Kisah di Balik Kandasnya Mega Merger Axiata-Telenor

tahir saleh, CNBC Indonesia
09 September 2019 10:08
Kisah di Balik Kandasnya Mega Merger Axiata-Telenor

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana mega merger Axiata Group Bhd Malaysia, induk PT XL Axiata Tbk (EXCL), dengan perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor ASA, akhirnya benar-benar batal seperti yang diisukan sejak awal pekan lalu kendati manajemen sempat optimistis akan terealisasi.

Dalam keterangan resmi kedua pihak, di masing-masing situs perusahaan menunjukkan ada kendala prinsipil yang membuat keduanya tidak menemui kata sepakat dan mengakhiri rencana menggabungkan aset telekomunikasi mereka di Asia untuk menciptakan raksasa bisnis telekomunikasi Asia.

"Selama 4 bulan terakhir, kedua belah pihak telah bekerja dalam due diligence [uji tuntas] dan berupaya menyelesaikan perjanjian transaksi pada kuartal ketiga 2019. [tapi] karena beberapa kompleksitas dalam rencana transaksi ini, maka para pihak saling sepakat untuk mengakhiri diskusi [merger]," tulis pernyataan Telenor, diwakili Hanne Knudsen, Telenor Group Communications, dalam situs resmi perusahaan, dikutip CNBC Indonesia, Senin (9/9/2019).

Manajemen Telenor menegaskan kendati ada alasan strategis yang kuat mengapa transaksi itu batal, namun kedua pihak tidak mengesampingkan bahwa transaksi di masa depan dapat dimungkinkan terjadi lagi. "Kedua belah pihak belum bisa memberikan komentar lebih lanjut," tulis Knudsen lebih lanjut.

"Kedua belah pihak masih mengakui alasan strategis yang kuat dari transaksi merger yang diajukan. Para pihak tidak mengesampingkan bahwa transaksi di masa depan dapat dimungkinkan," tulis manajemen Axiata, dalam keterangan resmi di situs perusahaan.

LANJUT HALAMAN 2: Merger batal gara-gara Indonesia?

 

Manajemen Axiata, dalam keterangan resmi, menegaskan batalnya rencana merger ini tidak akan berpengaruh ke target perusahaan untuk mencapai Digital Champion pada 2022. Selain itu, Program Cost Excellence yang diterapkan perusahaan juga akan memberikan penghematan ke perusahaan mencapai RM 5 miliar, bahkan mungkin lebih.

Chairman Axiata, Tan Sri Ghazzali Sheikh Abdul Khalid mengatakan kedua pihak saham-saham menyadari beratnya tingkat kompleksitas dari rencana tersebut, mengingat ini melibatkan setidaknya 14 entitas di 9 negara.

"Terlepas dari sinergi yang diungkapkan dari merger, kami yakin bahwa penghentian rencana ini tidak mempengaruhi Grup dalam mencapai ambisi Digital Champion 2022," katanya.

"Atas nama Dewan Axiata, kami berterima kasih atas dukungan dari Pemerintah Malaysia, investor kami dan semua karyawan kami selama proses ini."

Presiden dan Kepala Eksekutif Grup Axiata Tan Sri Jamaludin Ibrahim mengatakan, "Axiata terus tetap menjadi salah satu operator seluler terbesar di kawasan ini."


Sebelumnya, dua sumber eksekutif, dikutip media Thestar.com.my, mengungkapkan bahwa beberapa alasan rencana ini batal ialah banyaknya entitas yang terlibat di 9 negara, masalah Komersial, kepentingan nasional (Malaysia-Norwegia), nasib pekerja atau staf pasca merger, dan keengganan Indonesia untuk memberi restu atas akuisisi ini karena melihat Norwegia adalah negara Eropa (kendati bukan bagian dari Uni Eropa), kelompok negara yang selama ini dinilai mendiskreditkan sawit Indonesia dan Malaysia.

Tanpa Indonesia sebagai bagian dari pertimbangan ini, maka peluang kesepakatan itu terwujud adalah nol persen.

"Kedua belah pihak mencoba level terbaik mereka, karena merger akan membawa mereka melampaui batas guna menciptakan kekuatan besar [powerhouse] di Asia. Tetapi adanya kerumitan dan beberapa pertimbangan panjang dari sisi komersial, nasionalisme, dan kepentingan staf membuat deal ini sangat menantang," kata sumber tersebut, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (5/9/2019).

"Beberapa item dalam klausul dapat dimodifikasi, tapi beberapa lainnya tidak disetujui oleh kedua belah pihak, dan item-item pemecah kesepakatan masih menggantung," kata sumber tersebut.

"Tidak seperti kesepakatan lainnya, untuk Axiata, aspek kepentingan komersial dan nasional perlu dilindungi, yang mencakup minat staf dan program vendor," kata sumber lainnya.


LANJUT HALAMAN 3: Mimpi jadi perusahaan telekomunikasi terbesar kandas

Pada Mei lalu, Axiata dan Telenor mengejutkan pasar global dengan rencana menggabungkan aset telekomunikasi mereka di Asia untuk menciptakan raksasa bisnis telekomunikasi Asia.

Untuk itu, mereka akan membuat holding company (Mergedco) di mana Telenor akan memegang saham mayoritas 56,5% sementara Axiata akan memegang 43,5%.

Gunn Wærsted, Chairman Telenor Group, saat itu mengatakan dengan penggabungan ini, MergedCo akan memiliki hampir 300 juta pelanggan dan menjadi salah satu perusahaan infrastruktur seluler terbesar di Asia yang mengoperasikan sekitar 60.000 menara di seluruh Asia.

"Hari ini [Senin 6 Mei] kami mengumumkan bahwa Telenor dan Axiata sedang dalam diskusi tentang bergabungnya kekuatan di Asia, salah satu kawasan paling dinamis dan inovatif di dunia," kata Gunn dalam siaran pers.

MergedCo akan memiliki kantor pusat operasional di Kuala Lumpur, Malaysia, dan akan terdaftar di bursa saham internasional, juga Bursa Efek Malaysia. Di Negeri Jiran itu, MergedCo juga bertujuan untuk menggabungkan Celcom dan Digi, dengan MergeCo sebagai pemilik saham mayoritas.

Manajemen Telenor mengungkapkan, dengan menyatukan dua organisasi yang kuat, maka akan ada peluang sinergi yang diperkirakan nilainya mencapai US$ 5 miliar atau 43 miliar krona Norwegia (NOK). Nilai tersebut setara dengan sekitar Rp 71 triliun, dengan asumsi kurs Rp 14.200/US$ dan kurs NOK Rp 1.641.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular