
Kondisi Eksternal Terkendali, IHSG Hijau 2 Hari Beruntun

Per akhir sesi dua, data BEI mencatat, indeks saham acuan di Indonesia tersebut menguat sebesar 0,59% ke level 6.306,8, menandai apresiasi selama 2 hari beruntun. Pada perdagangan kemarin (4/9/2019), IHSG menguat tipis sebesar 0,13%.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei melesat 2,12%, indeks Shanghai menguat 0,96%, indeks Straits Times naik 0,38%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,82%.
Kabar gembira terkait perkembangan perang dagang AS-China sukses membuat pelaku pasar saham Benua Kuning melakukan aksi beli dengan intensitas yang besar. Pada hari ini, Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa delegasi kedua negara melakukan perbincangan via sambungan telepon pada pagi hari.
![]() |
Perbincangan via sambungan telepon ini melibatkan berbagai tokoh penting seperti Wakil Perdana Menteri China Liu He, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.
Hasilnya, kedua belah pihak menyepakati gelaran negosiasi dagang secara tatap muka pada awal bulan depan, dilansir dari CNBC International. AS dan China akan menggelar negosiasi tersebut di Washington, D.C. yang merupakan ibu kota dari AS.
Menurut pernyataan resmi dari Kementerian Perdagangan China, kedua belah pihak akan menggelar konsultasi pada pertengahan bulan ini sebagai bagian dari persiapan negosiasi tatap muka di awal bulan depan.
Lantas, asa damai dagang AS-China yang sempat redup kini kembali membuncah. Sebelumnya, menurut sumber-sumber yang mengetahui masalah tersebut, pejabat pemerintahan AS dan China disebut sedang kesulitan untuk menyetujui gelaran negosiasi dagang secara tatap muka, melansir Bloomberg.
Penyebabnya, AS menolak permintaan dari Beijing untuk menunda pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang dimulai pada akhir pekan kemarin.
Seperti yang diketahui, pada tanggal 1 September waktu setempat AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.
Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.
Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.
Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.
Diharapkan, gelaran negosiasi dagang pada awal bulan depan bisa membawa kedua negara meneken kesepakatan dagang, sekaligus menghindarkan perekonomian keduanya dari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.
Sementara untuk China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.
Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa menghindari yang namanya hard landing, maka perekonomian dunia dipastikan akan bisa melaju di level yang relatif tinggi.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 ->
Lebih lanjut, sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning juga datang dari indikasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan ini.
Berbicara dalam gelaran Euromoney Conference di New York, John Williams selaku Federal Reserve Bank of New York President mengatakan bahwa lemahnya inflasi merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh The Fed, serta berjanji untuk menggunakan kebijakan moneter untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi AS.
“Lemahnya inflasi memang merupakan masalah utama di era ini. Prospek terkait pertumbuhan ekonomi yang moderat, tingkat pengangguran yang rendah, namun inflasi yang terus-menerus rendah merupakan refleksi dari kondisi perekonomian secara lebih luas,” kata Williams, dilansir dari CNBC International.
“Saya dengan seksama mengamati fenomena ini dan tetap waspada untuk bertindak sebagaimana diperlukan untuk mendukung kelanjutan ekspansi ekonomi, pasar tenaga kerja yang kuat, dan kembalinya inflasi ke level 2%.”
Lebih lanjut, Williams menegaskan bahwa perang dagang AS-China ikut menambah ketidakpastian yang dihadapi oleh pelaku usaha.
“…kekhawatiran terkait kebijakan di bidang perdagangan dengan China menambah ketidakpastian. Kolega saya di komunitas bisnis mengatakan bahwa ini telah membuat mereka lebih berhati-hati dalam urusan investasi. Dampak dari kecemasan ini sudah terlihat dalam berbagai data terkait dengan investasi,” ujar Williams.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 5 September 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 95%. Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 50 bps berada di level 5%.
Sekedar mengingatkan, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam pertemuannya pada bulan Juli, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.
Jika tingkat suku bunga acuan benar dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi.
Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian AS akan berputar lebih kencang.
BERLANJUT KE HALAMAN 3 ->
Sejatinya, penguatan IHSG bisa lebih tinggi lagi jika saham-saham konsumer tak melemah pada hari ini. Per akhir sesi dua, indeks sektor barang konsumsi melemah sebesar 0,02%, menjadikannya satu dari dua indeks sektoral yang melemah selain sektor agrikultur (-0,56%).
Saham-saham konsumer dilego investor seiring dengan lemahnya keyakinan dari masyarakat Indonesia terhadap kondisi perekonomian. Pada hari ini, Bank Indonesia (BI) merilis survei konsumen untuk periode Agustus 2019.
Hasilnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat turun untuk bulan ketiga secara beruntun. Pada Agustus 2019, IKK tercatat berada di level 123,1, lebih rendah ketimbang capaian pada bulan Juli yang sebesar 124,8, sekaligus menandai IKK terlemah semenjak November 2018.
Untuk diketahui, sejatinya angka di atas 100 masih menunjukkan optimisme, namun optimisme dari masyarakat Indonesia terus melemah dalam tiga bulan terakhir.
Turunnya IKK pada bulan lalu didorong oleh kedua komponen pembentuknya. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) turun menjadi 110,3, dari yang sebelumnya 111,2 pada bulan Juli. Sementara itu, Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) turun menjadi 136, dari yang sebelumnya 138,4.
Menurunnya optimisme masyarakat Indonesia, baik terhadap kondisi perekonomian saat ini maupun terhadap kondisi perekonomian di masa depan, mengindikasikan bahwa mereka akan mengurangi belanjanya.
Alhasil, saham-saham konsumer pun dilego pelaku pasar. Apalagi, beberapa waktu yang lalu rilis angka inflasi juga menunjukkan adanya pelemahan daya beli.
Pada awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada bulan Agustus terjadi inflasi sebesar 0,12% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) berada di level 3,49%. Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,16% dan inflasi secara tahunan berada di level 3,54%.
Saham-saham barang konsumsi yang dilego pelaku pasar pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk/SIDO (-1,6%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,5%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,21%), dan PT Indofarma Tbk/INAF (-1,11%).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau
