
Duh! IHSG Merah Sendirian, Padahal Bursa Asia Menghijau
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
04 September 2019 12:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan sesi I, Rabu ini (4/9/2019), harus pasrah kembali mencatatkan koreksi sebesar 0,27% ke level 6.244,53 setelah di awal perdagangan mencoba melipir ke zona hijau, namun tak mampu goyah.
Data perdagangan mencatat, saham-saham yang turut menekan kinerja IHSG pada penutupan sesi I yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (-2,49%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,49%), PT Agung Podomoro Land Tbk/APLN (-1,68%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,34%), PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syaria Tbk/BTPS (-1,25%)
Performa IHSG bertolak belakang dengan pergerakan mayoritas bursa saham utama di Benua Kuning yang kompak berada di zona hijau.
Hingga berita ini dimuat, indeks Hang Seng melesat 1,18%, indeks Shanghai menguat 0,22%, indeks Kospi naik 0,26%, indeks Straits Times menguat 0,4%, dan indeks Nikkei naik 0,1%.
Euforia di bursa saham acuan kawasan Asia seiring dengan rilis angka PMI sektor jasa China bulan Agustus yang mencapai level tertinggi dalam 3 bulan terakhir (sejak Mei).
Caixin mencatat PMI sektor jasa Negeri Tiongkok bulan Agustus mencapai 52,1 poin, lebih tinggi dari capaian Juli yang sebesar 51,6 poin. Ekspansi tersebut didorong oleh peningkatan jumlah pesanan dan pesatnya pertumbuhan lapangan kerja ke level tertinggi sejak Juni 2018, dilansir Trading Economics.
Sebelumnya, rilis data PMI sektor manufaktur China bulan Agustus juga naik dari 49,9 poin menjadi 50,4 poin.
Kuatnya pertumbuhan lapangan kerja merupakan kabar baik baik Beijing yang sedang berjuang untuk melawan perlambatan aktifitas bisnis di sektor manufaktur yang telah menyeret pertumbuhan ekonomi China ke posisi terendah dalam 30 tahun, dilansir Reuters.
Tercatatnya ekspansi baik di sektor jasa dan manufaktur Negeri Tiongkok merupakan kabar baik bagi rekan dagangnya di Asia. Pasalnya, jika aktifitas bisnis China tumbuh, maka besar kemungkinan permintaan akan pulih.
"Ekonomi China menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang nyata di bulan Agustus, terutama sektor ketenagakerjaan," ujar Zhong Zhengseng, Direktur Analis Makroekonomi di CEBM Grup, seperti diwartakan Reuters.
Zhong juga mengatakan bahwa sudah terlihat tanda-tanda positif atas stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah China dalam beberapa bulan terakhir.
"Tidak perlu terlalu pesimis terhadap ekonomi China karena ada peluncuran serangkaian kebijakan untuk mendorong pertumbuhan berkualitas tinggi," tambah Zhong.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) Sayangnya, berbeda dengan mayoritas bursa saham di Asia yang menyambut baik rilis data ekonomi Negeri Tiongkok, bursa saham acuan Tanah Air justru masih terjebak dengan tensi dagang Amerika Serikat (AS)-China.
Presiden AS Donald Trump diketahui berniat untuk menggandakan bea masuk yang diberikan kepada produk asal China setelah dia mengetahui bahwa Negeri berencana Tiongkok melakukan aksi retaliasi (aksi balasan) dengan membebani tarif tambahan atas produk AS senilai US$ 75 miliar.
Akan tetapi, niat tersebut dibatalkan setelah Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer memperingatkan Trump bahwa tindakan tersebut dapat berdampak pada pasar saham dan perekonomian.
Trump kemudian mengatakan lewat akun Twitter pribadinya bahwa dia dapat mengambil tindakan yang lebih ekstrim terhadap China jika dia kembali memenangkan pemilihan presiden AS tahun depan, dilansir CNBC International.
“.. Lalu, pikirkan apa yang terjadi pada China ketika saya menang. Kesepakatan akan ‘LEBIH SULIT!’ Sementara itu, rantai pasokan China akan hancur, dan bisnis, pekerjaan, dan uang akan hilang!” cuit Trump.
Presiden Negeri Adidaya ke-45 tersebut, sering kali secara terbuka menyampaikan bahwa Beijing sedang berusaha menghambat negosiasi dagang dengan harapan jika tahun depan presiden terpilih datang dari partai oposisi, maka China akan mendapat kesepakatan yang lebih baik, dilansir Reuters.
Lebih lanjut, sejatinya pelemahan yang dicatatkan IHSG hari ini juga tidak terlepas dari aksi ambil untung yang dilakukan investor. Pasalnya, pada pekan kemarin, IHSG membukukan penguatan 4 hari beruntun dengan total kenaikan hingga 1,83%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Data perdagangan mencatat, saham-saham yang turut menekan kinerja IHSG pada penutupan sesi I yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (-2,49%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,49%), PT Agung Podomoro Land Tbk/APLN (-1,68%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,34%), PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syaria Tbk/BTPS (-1,25%)
Hingga berita ini dimuat, indeks Hang Seng melesat 1,18%, indeks Shanghai menguat 0,22%, indeks Kospi naik 0,26%, indeks Straits Times menguat 0,4%, dan indeks Nikkei naik 0,1%.
Euforia di bursa saham acuan kawasan Asia seiring dengan rilis angka PMI sektor jasa China bulan Agustus yang mencapai level tertinggi dalam 3 bulan terakhir (sejak Mei).
Caixin mencatat PMI sektor jasa Negeri Tiongkok bulan Agustus mencapai 52,1 poin, lebih tinggi dari capaian Juli yang sebesar 51,6 poin. Ekspansi tersebut didorong oleh peningkatan jumlah pesanan dan pesatnya pertumbuhan lapangan kerja ke level tertinggi sejak Juni 2018, dilansir Trading Economics.
Sebelumnya, rilis data PMI sektor manufaktur China bulan Agustus juga naik dari 49,9 poin menjadi 50,4 poin.
Kuatnya pertumbuhan lapangan kerja merupakan kabar baik baik Beijing yang sedang berjuang untuk melawan perlambatan aktifitas bisnis di sektor manufaktur yang telah menyeret pertumbuhan ekonomi China ke posisi terendah dalam 30 tahun, dilansir Reuters.
Tercatatnya ekspansi baik di sektor jasa dan manufaktur Negeri Tiongkok merupakan kabar baik bagi rekan dagangnya di Asia. Pasalnya, jika aktifitas bisnis China tumbuh, maka besar kemungkinan permintaan akan pulih.
"Ekonomi China menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang nyata di bulan Agustus, terutama sektor ketenagakerjaan," ujar Zhong Zhengseng, Direktur Analis Makroekonomi di CEBM Grup, seperti diwartakan Reuters.
Zhong juga mengatakan bahwa sudah terlihat tanda-tanda positif atas stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah China dalam beberapa bulan terakhir.
"Tidak perlu terlalu pesimis terhadap ekonomi China karena ada peluncuran serangkaian kebijakan untuk mendorong pertumbuhan berkualitas tinggi," tambah Zhong.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) Sayangnya, berbeda dengan mayoritas bursa saham di Asia yang menyambut baik rilis data ekonomi Negeri Tiongkok, bursa saham acuan Tanah Air justru masih terjebak dengan tensi dagang Amerika Serikat (AS)-China.
Presiden AS Donald Trump diketahui berniat untuk menggandakan bea masuk yang diberikan kepada produk asal China setelah dia mengetahui bahwa Negeri berencana Tiongkok melakukan aksi retaliasi (aksi balasan) dengan membebani tarif tambahan atas produk AS senilai US$ 75 miliar.
Akan tetapi, niat tersebut dibatalkan setelah Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer memperingatkan Trump bahwa tindakan tersebut dapat berdampak pada pasar saham dan perekonomian.
Trump kemudian mengatakan lewat akun Twitter pribadinya bahwa dia dapat mengambil tindakan yang lebih ekstrim terhadap China jika dia kembali memenangkan pemilihan presiden AS tahun depan, dilansir CNBC International.
“.. Lalu, pikirkan apa yang terjadi pada China ketika saya menang. Kesepakatan akan ‘LEBIH SULIT!’ Sementara itu, rantai pasokan China akan hancur, dan bisnis, pekerjaan, dan uang akan hilang!” cuit Trump.
Presiden Negeri Adidaya ke-45 tersebut, sering kali secara terbuka menyampaikan bahwa Beijing sedang berusaha menghambat negosiasi dagang dengan harapan jika tahun depan presiden terpilih datang dari partai oposisi, maka China akan mendapat kesepakatan yang lebih baik, dilansir Reuters.
Lebih lanjut, sejatinya pelemahan yang dicatatkan IHSG hari ini juga tidak terlepas dari aksi ambil untung yang dilakukan investor. Pasalnya, pada pekan kemarin, IHSG membukukan penguatan 4 hari beruntun dengan total kenaikan hingga 1,83%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Most Popular