IHSG Diproyeksi ke Level 7.800, Ini Faktor Pendorongnya

Elga Nurmutia, CNBC Indonesia
14 August 2024 14:10
Karyawan berdiri dengan latarbelakang layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (11/7/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Karyawan berdiri dengan latarbelakang layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (11/7/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa menyentuh level 7.800 hingga akhir tahun 2024. Sebagai pengingat, per hari ini (14/8/2024) IHSG berada di level 7.403.

Chief Economist & Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Indonesia, Katarina Setiawan mengatakan, proyeksi IHSG tersebut berdasarkan valuasi saham dan pertumbuhan laba emiten-emiten yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI). Terdapat beberapa faktor eksternal dan internal yang sangat mempengaruhi laju IHSG sepanjang tahun ini.

Dari sisi eksternal, terdapat risiko eskalasi tensi geopolitik di beberapa wilayah dunia yang tentu di luar kontrol semua pihak. Alhasil, tensi geopolitik ini membuat berbagai pihak untuk menahan diri terhadap investasi.

Selain itu, risiko selanjutnya adalah risiko potensi resesi di Amerika Serikat, karena berdasarkan data-data yang ada itu menunjukkan perlambatan aktivitas ekonomi, penjualan retail, kemudian pengangguran bertambah.

"Kita melihat hal ini dan juga PMI dari servis maupun manufaktur disana sudah berada di zona kontraksi. Namun risiko ini juga dimitigasi oleh fokus dari The Fed yang tidak lagi hanya mengedepankan inflasi, tapi juga The Fed sangat memperhatikan kondisi ekonomi dan pertumbuhan yang ada. Sehingga ini bisa juga memitigasi risiko potensi resesi di Amerika Serikat," ungkap dia secara daring, Rabu (14/8/2024).

Dia menambahkan, risiko lainnya adalah kebijakan fiskal domestik. Hal ini menjadi perhatian karena naiknya target defisit APBN dari 2,3% ke level 2,7% tahun ini.

"Kita akan mendengarkan di tanggal 16 Agustus, tinggal beberapa hari lagi, bagaimana RAPBN 2025 itu dicanangkan. Selama ini kita mendengar komitmen bahwa defisit 3% dari PDB, itu target batas atasnya, itu masih tetap akan dipertahankan dan juga diperhatikan sekali bagaimana kebijakan fiskal ke depannya," kata dia.

Adapun minat terhadap pasar saham domestik sejauh ini masih terpukul oleh era suku bunga tinggi yang membuat risk free asset menjadi sangat menarik.

Seiring siklus penurunan suku bunga, pasar saham berpotensi kembali atraktif bila dilihat dari sudut pandang risk-return yang ditawarkan. Hal ini didukung oleh harapan kebijakan pro pertumbuhan oleh pemerintahan baru. Minat investor juga berpotensi meningkat, terutama dari investor asing yang sudah lebih dulu berinvestasi ke pasar modal dan membuat posisi arus dana asing kembali positif.

Menurut Chief Investment Officer Equity Manulife Aset Manajemen Indonesia, Samuel Kesuma, saat ini ada beberapa sektor yang bisa menjadi pertimbangan bagi para investor. Sektor finansial menjadi yang berpotensi diuntungkan oleh arus dana asing, di mana saham-saham big cap biasanya menjadi pilihan pertama. Selain itu likuiditas perbankan juga mulai terlihat stabil.

Sektor selanjutnya adalah telekomunikasi, baik itu perusahaan penyedia jasa (operator) maupun menara (tower). Dari sisi valuasi, saham-saham di sektor telekomunikasi dipandang masih tetap menarik. Sektor lainnya yang terlihat menarik adalah consumer staples atau lebih dikenal dengan FMCG (fast-moving consumer goods), yaitu sektor-sektor yang memproduksi barang-barang kebutuhan harian. 


(bul/bul)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Meski Minim Sentimen, IHSG Lompat 1,33% ke 7.129 di Sesi I

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular