Jakarta, CNBC Indonesia - PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) melaporkan kinerja semester I-2019 pada Jumat ini (30/8/2019) setelah selesainya penelaahan terbatas oleh akuntan publiknya.
Data laporan keuangan yang dipublikasikan, selama 6 bulan pertama tahun ini, emiten sawit ini menderita rugi bersih hingga Rp 15,01 miliar, dari periode yang sama tahun 2018 yang masih mencetak laba bersih Rp 324,79 miliar. Kendati laba bersih per Juni 2018 itu sudah berkurang dari laba bersih Juni 2017 yakni Rp 365,27 miliar.
Di tengah anjloknya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar global, kerugian ini terjadi seiring dengan penjualan yang amblas 21% menjadi Rp 1,49 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 1,89 triliun.
Apalagi beban perusahaan juga masih tinggi, terdiri dari beban penjualan yang sebesar Rp 39,27 miliar, sisanya beban umum administrasi, dan adanya beban pendapatan lain-lain sebesar Rp 32,95 miliar.
Belum positifnya kinerja keuangan SSMS membuat investor belum tertarik mengoleksi saham ini. Mengacu data Bursa Efek Indonesia, pada Jumat ini pukul 13.40 WIB, saham SSMS stagnan di level Rp 910/saham. Bahkan dalam sebulan terakhir perdagangan sahamnya amblas 8% dan year to date terjun 27%.
LANJUT HALAMAN 2: Rating Dipangkas, Asing Keluar
Data BEI mencatat, asing sudah keluar dari saham ini sebanyak Rp 365 miliar di semua pasar sejak awal tahun hingga saat ini atau year to date, kendati hari ini ada asing masuk Rp 170 juta.
Sentimen SSMS bertambah negatif kala, lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings juga menurunkan peringkat perusahaan ke 'B-' dari 'B+' dan juga peringkat obligasi senior sebesar US$ 300 juta, dengan bunga 7,75% yang jatuh tempo di 2023.
Obligasi anak usaha perseroan, SSMS Plantation Holdings Pte. Ltd., juga ikut di turunkan ke 'B-' dari 'B+', dengan recovery rating 'RR4'. Fitch Ratings Indonesia juga telah menurunkan Peringkat Nasional untuk SMMS ke 'BBB(idn)' dari 'A(idn)' dengan outlook atau prospek Stabil.
"Kami memproyeksikan leverage naik di atas 6,0 kali di 2019 dikarenakan harga minyak kelapa sawit (CPO) yang melemah; angka ini secara signifikan berada di atas sensitivitas aksi peringkat negatif kami sebelumnya di 3,5 kali," tulis rilis Fitch Rating Indonesia, Jumat (30/08/2019).
Peringkat nasional di kategori 'BBB' menunjukkan ekspektasi akan risiko gagal bayar yang moderat relatif terhadap emiten atau surat utang lainnya di Indonesia.
Menurut Fitch, kenaikan leverage yang tajam pada 2018 diikuti penurunan pendapatan SSMS karena harga CPO yang melemah, biaya unit yang tinggi, rugi yang berkelanjutan di bisnis-bisnis lain CBI, dan kenaikan piutang dari pihak terkait CBI.
Namun, leverage diharapkan membaik ke level di bawah 5,5 kali pada 2020, dengan asumsi menguatnya harga CPO dan juga yield, setelah sebelumnya melemah pada kuartal I-2019.
Akan tetapi, menurut Fitch, ada potensi leverage untuk naik lebih tinggi dan melemahkan profil kredit SSMS lebih lanjut. Hal ini karena adanya kerugian di bisnis-bisnis lain CBI, arus kas keluar yang lebih besar dari transaksi pihak terkait, akuisisi, dan ketidakmampuan dalam mengontrol biaya perusahaan.