
Tak Khawatir Resesi, Wall Street Siap Tancap Gas Hari Ini
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 August 2019 18:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Wall Street di AS diprediksi dibuka di zona hijau pada perdagangan hari ini, Jumat (16/8/2019). Hingga pukul 17:45 WIB, kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 251 poin pada saat pembukaan perdagangan malam hari ini, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite diimplikasikan naik masing-masing sebesar 28 dan 101 poin.
Wall Street diprediksi akan tancap gas walaupun risiko resesi ada di depan mata. Sebagai informasi, pada perdagangan Rabu lalu, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 2 tahun sempat melampaui yield obligasi AS tenor 10 tahun. Fenomena ini disebut sebagai inversi.
Inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.
Terjadinya inversi mencerminkan bahwa pelaku pasar melihat risiko yang tinggi dalam jangka pendek yang membuat mereka meminta yield yang tinggi sebagai kompensasi.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harga. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Inversi di pasar obligasi AS menjadi hal yang krusial bagi pasar keuangan dunia lantaran terjadinya inversi merupakan sinyal dari terjadinya resesi di AS di masa depan.
Resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Terhitung sejak tahun 1978, telah terjadi 5 kali inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun, semuanya berujung pada resesi. Berdasarkan data dari Credit Suisse yang dilansir dari CNBC International, secara rata-rata terdapat jeda waktu selama 22 bulan semenjak terjadinya inversi hingga resesi.
Namun menariknya, ternyata Wall Street biasanya menunjukkan kinerja yang oke menjelang resesi. Ya, bukannya ambruk, Wall Street malah biasanya bergerak naik.
Data dari Credit Suisse menunjukkan bahwa Wall Street biasanya membukukan kenaikan hingga 18 bulan pasca terjadi inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun. Secara rata-rata, Wall Street membukukan kenaikan hingga lebih dari 15% dalam periode 18 bulan tersebut, tepatnya 15,7%.
Berkaca kepada sejarah yang menunjukkan bahwa bursa saham AS menunjukkan kinerja yang oke menjelang terjadinya resesi, aksi beli dilakukan oleh pelaku pasar pada hari ini.
Lebih lanjut, sentimen positif bagi bursa saham AS datang dari nada optimisme yang keluar dari mulut manis China terkait dengan perang dagang dengan AS.
Kemarin (16/8/2019), Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan optimisme bahwa kedua belah pihak bisa menemukan solusi untuk perang dagang kedua negara yang sudah berlangsung begitu lama.
"Dengan dasar kesetaraan dan rasa saling menghormati, kita dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan melalui dialog dan konsultasi," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari CNBC International.
Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa mengakhiri perang dagang antar keduanya, tentu perekonomian global bisa dipacu untuk melaju di level yang relatif tinggi.
Pada pukul 21:00 WIB, pembacaan awal untuk data indeks keyakinan konsumen versi University of Michigan periode Agustus 2019 akan dirilis.
Pada hari ini, tidak ada pejabat The Federal Reserve yang dijadwalkan untuk berbicara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Inversi Yield: Tanda Resesi & Penyebab Ambruknya Wall Street
Wall Street diprediksi akan tancap gas walaupun risiko resesi ada di depan mata. Sebagai informasi, pada perdagangan Rabu lalu, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 2 tahun sempat melampaui yield obligasi AS tenor 10 tahun. Fenomena ini disebut sebagai inversi.
Inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.
Terjadinya inversi mencerminkan bahwa pelaku pasar melihat risiko yang tinggi dalam jangka pendek yang membuat mereka meminta yield yang tinggi sebagai kompensasi.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harga. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Inversi di pasar obligasi AS menjadi hal yang krusial bagi pasar keuangan dunia lantaran terjadinya inversi merupakan sinyal dari terjadinya resesi di AS di masa depan.
Resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
![]() |
Terhitung sejak tahun 1978, telah terjadi 5 kali inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun, semuanya berujung pada resesi. Berdasarkan data dari Credit Suisse yang dilansir dari CNBC International, secara rata-rata terdapat jeda waktu selama 22 bulan semenjak terjadinya inversi hingga resesi.
Namun menariknya, ternyata Wall Street biasanya menunjukkan kinerja yang oke menjelang resesi. Ya, bukannya ambruk, Wall Street malah biasanya bergerak naik.
Data dari Credit Suisse menunjukkan bahwa Wall Street biasanya membukukan kenaikan hingga 18 bulan pasca terjadi inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun. Secara rata-rata, Wall Street membukukan kenaikan hingga lebih dari 15% dalam periode 18 bulan tersebut, tepatnya 15,7%.
Berkaca kepada sejarah yang menunjukkan bahwa bursa saham AS menunjukkan kinerja yang oke menjelang terjadinya resesi, aksi beli dilakukan oleh pelaku pasar pada hari ini.
Lebih lanjut, sentimen positif bagi bursa saham AS datang dari nada optimisme yang keluar dari mulut manis China terkait dengan perang dagang dengan AS.
Kemarin (16/8/2019), Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan optimisme bahwa kedua belah pihak bisa menemukan solusi untuk perang dagang kedua negara yang sudah berlangsung begitu lama.
"Dengan dasar kesetaraan dan rasa saling menghormati, kita dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan melalui dialog dan konsultasi," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari CNBC International.
Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa mengakhiri perang dagang antar keduanya, tentu perekonomian global bisa dipacu untuk melaju di level yang relatif tinggi.
Pada pukul 21:00 WIB, pembacaan awal untuk data indeks keyakinan konsumen versi University of Michigan periode Agustus 2019 akan dirilis.
Pada hari ini, tidak ada pejabat The Federal Reserve yang dijadwalkan untuk berbicara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Inversi Yield: Tanda Resesi & Penyebab Ambruknya Wall Street
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular