
Boleh Saja Berharap Cuan, Tapi Pekan Depan Berat untuk IHSG
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 August 2019 18:39

Jakarta, CNBC Indonesia- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia terkoreksi 0,92% sepanjang pekan lalu. Meski demikian dibandingkan bursa utama Asia lainnya, pelemahan bursa saham kebanggaan Tanah Air menjadi yang paling minim kedua setelah bursa saham Malaysia yang melemah 0,72%.
Beberapa indeks saham utama di kawasan Asia yang berguguran dalam sepekan yakni: Nikkei 225 di Jepang minus 1,91%, Shanghai anjlok 3,25%, Kospi di Korea Selatan amblas 3,02%, Hang Seng di Hong Kong amblas 3,64%, Straits Times Singapura terpangkas 2,83%, ASX All di Australia terperosok 2,67%.
Eskalasi perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China, plus kemungkinan terjadinya perang mata uang menjadi penggerak utama bursa saham global termasuk IHSG sepanjang pekan lalu.
Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
China kemudian mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru tersebut. Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.
Di saat isu perang dagang kembali memanas, Bank Sentral China (People's Bank of China) mengejutkan pasar keuangan dengan mendepresiasi nilai tukar yuan terhadap dolar AS ke level terlemah lebih dari satu dekade terakhir, atau sejak Desember 2008 pada hari Senin (5/8/19). Sejak saat itu, PBoC secara konsisten terus mendepresiasi kurs tengah yuan.
Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.
Akibat aksi tersebut bursa saham global berguguran.
Data dari dalam negeri juga kurang mendukung bagi pergerakan IHSG, Bank Indonesia (BI) melaporkan neraca transaksi berjalan Indonesia pada kuartal II-2019 membukukan defisit sebesar US$ 8,4 miliar atau setara 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
CAD tersebut jauh lebih dalam ketimbang kuartal I-2019 yang hanya US$ 7 miliar (2,6% PDB). Bahkan juga lebih dalam dibanding CAD kuartal II-2018 yang sebesar US$ 7,9 miliar (3,01% PDB).
Secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2019 juga membukukan defisit sebesar US$ 1,98 miliar. Padahal pada kuartal sebelumnya, NPI masih tercatat surplus sebesar US$ 2,4 miliar.
Selain karena pembengkakan CAD, defisit pada NPI kali ini juga disebabkan oleh penurunan kinerja transaksi finansial, yang mana hanya mencatat surplus sebesar US$ 7 miliar pada kuartal II-2019. Jauh lebih kecil dibanding kuartal sebelumnya yang surplus US$ 9,9 miliar.
NPI merupakan indikator yang mengukur arus devisa (mata uang asing) yang masuk dan keluar dari Tanah Air. Jika nilainya positif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke tanah air. Sementara jika nilainya negatif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke luar Indonesia.
Halaman Selanjutnya >>>
Beberapa indeks saham utama di kawasan Asia yang berguguran dalam sepekan yakni: Nikkei 225 di Jepang minus 1,91%, Shanghai anjlok 3,25%, Kospi di Korea Selatan amblas 3,02%, Hang Seng di Hong Kong amblas 3,64%, Straits Times Singapura terpangkas 2,83%, ASX All di Australia terperosok 2,67%.
Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
China kemudian mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru tersebut. Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.
Di saat isu perang dagang kembali memanas, Bank Sentral China (People's Bank of China) mengejutkan pasar keuangan dengan mendepresiasi nilai tukar yuan terhadap dolar AS ke level terlemah lebih dari satu dekade terakhir, atau sejak Desember 2008 pada hari Senin (5/8/19). Sejak saat itu, PBoC secara konsisten terus mendepresiasi kurs tengah yuan.
Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.
Akibat aksi tersebut bursa saham global berguguran.
Data dari dalam negeri juga kurang mendukung bagi pergerakan IHSG, Bank Indonesia (BI) melaporkan neraca transaksi berjalan Indonesia pada kuartal II-2019 membukukan defisit sebesar US$ 8,4 miliar atau setara 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
CAD tersebut jauh lebih dalam ketimbang kuartal I-2019 yang hanya US$ 7 miliar (2,6% PDB). Bahkan juga lebih dalam dibanding CAD kuartal II-2018 yang sebesar US$ 7,9 miliar (3,01% PDB).
Secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2019 juga membukukan defisit sebesar US$ 1,98 miliar. Padahal pada kuartal sebelumnya, NPI masih tercatat surplus sebesar US$ 2,4 miliar.
Selain karena pembengkakan CAD, defisit pada NPI kali ini juga disebabkan oleh penurunan kinerja transaksi finansial, yang mana hanya mencatat surplus sebesar US$ 7 miliar pada kuartal II-2019. Jauh lebih kecil dibanding kuartal sebelumnya yang surplus US$ 9,9 miliar.
NPI merupakan indikator yang mengukur arus devisa (mata uang asing) yang masuk dan keluar dari Tanah Air. Jika nilainya positif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke tanah air. Sementara jika nilainya negatif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke luar Indonesia.
Halaman Selanjutnya >>>
Pages
Most Popular