
Ekspor ke China Naik, tapi Harga CPO kok Amblas? Ini Sebabnya
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
08 August 2019 14:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) semakin resah dengan kondisi yang dihadapi industri minyak sawit Indonesia. Ketidakpastian dalam dinamika pasar minyak nabati dunia membuat harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tetap bergerak pada kisaran harga rendah.
"Sementara itu, pertumbuhan daya serap pasar minyak sawit di dalam negeri juga tidak terlalu besar," ujar Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono, dalam siaran pers yang diterima CNBC Indonesia, Kamis (08/08/2019).
Menurut Mukti, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia tidak tumbuh maksimal karena ada beberapa dinamika di pasar global khususnya di negara tujuan utama ekspor Indonesia seperti India, Uni Eropa, China dan Amerika Serikat (AS).
Di India, Indonesia kalah bersaing dengan Malaysia khususnya untuk refined products ((produk olahan pabrik seperti gula, tepung, dan margarin) di mana bea masuk produk tersebut dari Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia dengan selisih 9% (tarif bea refined products dari Malaysia adalah 45% dari tarif berlaku 54%).
Sementara itu di Uni Eropa, kawasan ini masih menggaungkan isu RED II ILUC (aturan pelaksanaan Arahan Energi Terbarukan II atau Renewable Energy Directive) dan tuduhan subsidi biodiesel ke Indonesia sedikit banyak juga telah mempengaruhi ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
Sementara itu, perang dagang China-AS juga telah mempengaruhi pasar minyak nabati dunia.
Berdasarkan data GAPKI, semester pertama 2019 Kinerja ekspor minyak sawit Indonesia (CPO dan turunannya, biodiesel dan oleochemical) membukukan kenaikan hanya 10% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu atau dari 15,30 juta ton pada Januari - Juni 2018 naik menjadi 16,84 juta ton pada periode yang sama tahun 2019.
"Kenaikan volume ekspor ini seharusnya masih bisa digenjot lebih tinggi lagi, akan tetapi karena beberapa hambatan dagang membuat kinerja ekspor tidak maksimal," kata Mukti.
Sementara itu, volume ekspor khusus CPO dan turunannya saja (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical) semester I 2019 hanya naik 7,6% menjadi 15,24 juta ton dari 14,16 juta ton pada periode yang sama 2018.
Volume ekspor Indonesia khusus CPO dan turunannya pada semester pertama 2019 mengalami penurunan hampir di semua negara tujuan utama ekspor Indonesia kecuali China.
Semester I 2019, ekspor CPO dan turunannya (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical) ke China naik 39% menjadi 2,54 juta ton dari 1,82 juta ton pada 2018.
Peningkatan permintaan dari China merupakan salah satu dampak dari perang dagang di mana China mengurangi pembelian kedelai secara signifikan dari AS dan menggantikan beberapa kebutuhan dengan minyak sawit.
Sementara volume ekspor Indonesia khusus CPO dan turunannya pada semester pertama 2019 ke Uni Eropa mengalami stagnasi dengan kenaikan yang hanya mampu mencapai 0,7% saja atau dari 2,39 juta periode Januari - Juni 2018 naik tipis menjadi 2,41 juta ton periode yang sama 2019.
Selanjutnya volume ekspor CPO dan turunannya ke India pada periode yang sama anjlok 17% menjadi 2,1 juta ton dari 2,5 juta ton. Penurunan ekspor juga diikuti Amerika Serikat 12%, Pakistan 10% dan Bangladesh 19%.
Sementara itu, dari dalam negeri, penyerapan untuk biodiesel sangat impresif. Sepanjang Januari - Juni 2019 penyerapan biodiesel telah mencapai 3,29 juta ton atau naik 144% dibandingkan periode yang sama 2018 yang hanya mampu menyerap sebesar 1,35 juta ton.
"Angka ini menunjukkan program mandatori B20 telah berjalan dengan baik di PSO [public service obligation] dan non PSO. Pemerintah tetap diharapkan untuk mengakselerasi mandatori B30 yang saat ini uji coba jalan sedang berlangsung," jelas Mukti.
GAPKI berharap pemerintah memperluas penggunaan minyak sawit langsung untuk pembangkit PT PLN (Persero). Jika semua program penyerapan dalam negeri dapat berjalan dengan baik maka, ketergantungan Indonesia pada pasar global akan dapat dikurangi.
Dari sisi harga, sepanjang semester pertama 2019 harga CPO global bergerak di kisaran US$ 492,5 - US$ 567,5 per metrik ton dengan harga rata-rata di kisaran US$ 501,5 - US$ 556,5 per metrik ton.
Produksi minyak sawit pada Juni menunjukkan tren penurunan sebesar 16% dibandingkan pada Mei lalu atau dari 4,73 juta ton di Mei menurun menjadi 3,98 juta ton di Juni. Sementara itu stok minyak sawit Indonesia di Juni ini masih bertahan di level sedang yaitu 3,55 juta ton.
Pada perdagangan Kamis ini (8/8/2019) pukul 12:00 WIB, harga CPO kontrak pengiriman Oktober di Bursa Malaysia Derivatives Exchange (BMDEX) menguat 0,29% ke MYR 2.110/ton (US$ 504,78/ton). Sehari sebelumnya, harga CPO ditutup menguat 0,1%.
Harga CPO Amblas, Industri Sawit Mengkhawatirkan
[Gambas:Video CNBC]
(hps/tas) Next Article Masuk Kontrak Baru, Harga CPO Melesat 1% Lebih
"Sementara itu, pertumbuhan daya serap pasar minyak sawit di dalam negeri juga tidak terlalu besar," ujar Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono, dalam siaran pers yang diterima CNBC Indonesia, Kamis (08/08/2019).
Menurut Mukti, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia tidak tumbuh maksimal karena ada beberapa dinamika di pasar global khususnya di negara tujuan utama ekspor Indonesia seperti India, Uni Eropa, China dan Amerika Serikat (AS).
Sementara itu di Uni Eropa, kawasan ini masih menggaungkan isu RED II ILUC (aturan pelaksanaan Arahan Energi Terbarukan II atau Renewable Energy Directive) dan tuduhan subsidi biodiesel ke Indonesia sedikit banyak juga telah mempengaruhi ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
Sementara itu, perang dagang China-AS juga telah mempengaruhi pasar minyak nabati dunia.
Berdasarkan data GAPKI, semester pertama 2019 Kinerja ekspor minyak sawit Indonesia (CPO dan turunannya, biodiesel dan oleochemical) membukukan kenaikan hanya 10% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu atau dari 15,30 juta ton pada Januari - Juni 2018 naik menjadi 16,84 juta ton pada periode yang sama tahun 2019.
"Kenaikan volume ekspor ini seharusnya masih bisa digenjot lebih tinggi lagi, akan tetapi karena beberapa hambatan dagang membuat kinerja ekspor tidak maksimal," kata Mukti.
Sementara itu, volume ekspor khusus CPO dan turunannya saja (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical) semester I 2019 hanya naik 7,6% menjadi 15,24 juta ton dari 14,16 juta ton pada periode yang sama 2018.
Volume ekspor Indonesia khusus CPO dan turunannya pada semester pertama 2019 mengalami penurunan hampir di semua negara tujuan utama ekspor Indonesia kecuali China.
Semester I 2019, ekspor CPO dan turunannya (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical) ke China naik 39% menjadi 2,54 juta ton dari 1,82 juta ton pada 2018.
Peningkatan permintaan dari China merupakan salah satu dampak dari perang dagang di mana China mengurangi pembelian kedelai secara signifikan dari AS dan menggantikan beberapa kebutuhan dengan minyak sawit.
Sementara volume ekspor Indonesia khusus CPO dan turunannya pada semester pertama 2019 ke Uni Eropa mengalami stagnasi dengan kenaikan yang hanya mampu mencapai 0,7% saja atau dari 2,39 juta periode Januari - Juni 2018 naik tipis menjadi 2,41 juta ton periode yang sama 2019.
Selanjutnya volume ekspor CPO dan turunannya ke India pada periode yang sama anjlok 17% menjadi 2,1 juta ton dari 2,5 juta ton. Penurunan ekspor juga diikuti Amerika Serikat 12%, Pakistan 10% dan Bangladesh 19%.
Sementara itu, dari dalam negeri, penyerapan untuk biodiesel sangat impresif. Sepanjang Januari - Juni 2019 penyerapan biodiesel telah mencapai 3,29 juta ton atau naik 144% dibandingkan periode yang sama 2018 yang hanya mampu menyerap sebesar 1,35 juta ton.
"Angka ini menunjukkan program mandatori B20 telah berjalan dengan baik di PSO [public service obligation] dan non PSO. Pemerintah tetap diharapkan untuk mengakselerasi mandatori B30 yang saat ini uji coba jalan sedang berlangsung," jelas Mukti.
GAPKI berharap pemerintah memperluas penggunaan minyak sawit langsung untuk pembangkit PT PLN (Persero). Jika semua program penyerapan dalam negeri dapat berjalan dengan baik maka, ketergantungan Indonesia pada pasar global akan dapat dikurangi.
Dari sisi harga, sepanjang semester pertama 2019 harga CPO global bergerak di kisaran US$ 492,5 - US$ 567,5 per metrik ton dengan harga rata-rata di kisaran US$ 501,5 - US$ 556,5 per metrik ton.
Produksi minyak sawit pada Juni menunjukkan tren penurunan sebesar 16% dibandingkan pada Mei lalu atau dari 4,73 juta ton di Mei menurun menjadi 3,98 juta ton di Juni. Sementara itu stok minyak sawit Indonesia di Juni ini masih bertahan di level sedang yaitu 3,55 juta ton.
Pada perdagangan Kamis ini (8/8/2019) pukul 12:00 WIB, harga CPO kontrak pengiriman Oktober di Bursa Malaysia Derivatives Exchange (BMDEX) menguat 0,29% ke MYR 2.110/ton (US$ 504,78/ton). Sehari sebelumnya, harga CPO ditutup menguat 0,1%.
Harga CPO Amblas, Industri Sawit Mengkhawatirkan
[Gambas:Video CNBC]
(hps/tas) Next Article Masuk Kontrak Baru, Harga CPO Melesat 1% Lebih
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular