Mengorek Jeroan Grup Duniatex, si Raksasa Industri Tekstil

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
02 August 2019 15:22
Rasio likuiditas dan arus kas Grup Duniatex pada 2018 menunjukkan bahwa perusahaan berpotensi kesulitan melunasi utang jangka pendeknya.
Foto: Dok Duniatex
Jakarta, CNBC Indonesia - Rasio likuiditas dan arus kas Grup Duniatex pada 2018 menunjukkan bahwa perusahaan berpotensi kesulitan melunasi utang jangka pendeknya.  

Potensi sulitnya posisi keuangan tercermin dari rasio likuiditasnya, diwakili oleh rasio kas (cash ratio) yang hanya mampu menutup 9% dari total utang jangka pendeknya.

Rasio likuiditas adalah rasio yang mencerminkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka pendek.

Meskipun kondisi Duniatex sudah 'kepepet', ternyata masih ada 29 bank yang masih memiliki eksposur kredit per akhir 2018 di kelompok usaha kain milik Sumitro Hartono tersebut.



Bukan hanya itu, laporan keuangan konsolidasi Grup Duniatex 2018 juga menunjukkan rasio likuiditas perseroan pada 2017 juga menunjukkan posisi rasio kas yang rendah, di mana kas setara kas perseroan hanya mampu menutup 13% dari total utang jangka pendeknya, sehingga, tanda-tanda perusahaan punya potensi kesulitan seharusnya sudah terdeteksi kreditornya. 

Angka rasio kas yang berarti sebesar 0,09 kali pada 2018 dan 0,13 pada 2017 tersebut juga mencerminkan perbandingan utang yang jauh lebih besar daripada dana kas dan setara kas masing-masing tahun, yang hampir mencapai 12 kali lipat dan 8 kali lipat. 

Laporan keuangan yang sama menunjukkan angka rasio kas 2018 tersebut berasal dari kewajiban jangka pendek entitas tersebut yang 11,6 kali lipat lebih besar dari pos kas dan setara kas Rp 1,08 triliun, yaitu Rp 12,61 triliun.  

Dalam laporan keuangan yang sama, Duniatex juga diketahui memiliki rasio kas 2017 yang meskipun masih rendah tetapi sedikit lebih baik daripada posisi 2018, tepatnya 0,13 kali dengan kas-setara kas Rp 1,83 triliun dan kewajiban jangka pendek Rp 14,57 triliun. 

Rasio kas menggambarkan rasio total kas dan setara kas perusahaan (cash and cash equivalent) terhadap kewajiban lancar.

Kelompok usaha Duniatex terdiri dari enam perusahaan utama, salah satunya PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) yang menerbitkan obligasi global US$ 300 juta pada Maret 2019 dan peringkat utangnya diturunkan dua pemeringkat sebanyak enam level dalam satu waktu yaitu menjadi CCC-. 

Terkait dengan rasio likuiditas, acuan untuk perbandingan rendahnya rasio likuiditas Duniatex adalah perusahaan tekstil lain yang sahamnya tercatat di bursa dan ukuran bisnisnya mendekati, yaitu PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), PT Indorama Synthetics Tbk (INDR), dan PT Pan Brothers Tbk (PBRX). 

SRIL yang memiliki kas-setara kas US$ 128 juta (setara Rp 1,85 triliun) per akhir tahun lalu dan kewajiban jangka pendek US$ 228 juta (Rp 3,3 triliun), secara sederhana tentu memiliki rasio kas yang lebih baik daripada Duniatex, yaitu 0,56 kali atau 56%. 

Indorama juga memiliki rasio kas yang lebih baik yaitu 0,12 kali, sedangkan rasio kas PBRX justru jauh lebih baik daripada tiga perusahaan sebelumnya yaitu 1,04 kali, yang berasal dari perbandingan kas-setara kas US$ 72 juta (Rp 1,04 triliun) dan kewajiban lancar US$ 69 juta (Rp 1 triliun). 



Dari sisi ukuran, aset Duniatex yang terdiri dari enam perusahaan utama memang bukan tandingan bahkan bagi gabungan dari Sri Rejeki Isman dan Pan Brothers sekalipun. 

Kelompok usaha tekstil terbesar di Solo tersebut memiliki total aset Rp 37,85 triliun pada tahun lalu, sedangkan SRIL, INDR, dan PBRX masing-masing hanya US$ 1,36 miliar (Rp 19,76 triliun), US$ 805 juta (Rp 11,66 triliun), dan US$ 579 juta (Rp 8,39 triliun) pada periode yang sama. 


Dengan perbandingan rasio likuiditas yang sangat jauh dibanding tiga pelaku industri perkainan lain tersebut, dapat dipahami bahwa besarnya aset Duniatex sebesar Rp 37,85 triliun memang bukanlah tandingan SRIL, INDR, dan PBRX, tetapi sayangnya justru memiliki kemampuan lebih mini dibanding ketiga perusahaan lain dari sisi kemampuan membayar utang jangka pendeknya. 

Likuiditas 'seret' Duniatex juga dapat terlihat dari arus kas perseroan yang negatif pada 2018 dan 2017, masing-masing  Rp 745,96 miliar dan Rp 1,03 triliun, padahal grup itu masih membukukan laba Rp 1,34 triliun pada 2018 dan Rp 2,52 triliun pada 2017.

   
 


Dengan kinerja keuangan Duniatex yang sudah mulai tidak lancar sejak 2017, besar kemungkinan perbankan yang masih memiliki kontrak aliran kredit dengan perusahaan sudah memahami kondisi tersebut tetapi belum memiliki alasan untuk memutus kerja sama. 

TIM RISET CNBC INDONESIA



(irv/tas) Next Article Gagal Bayar, Benarkah Duniatex Perusahaan Tekstil Terbesar?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular