
Supaya KRAS Tak 'Berdarah-darah', Ini Saran Tanri Abeng
tahir saleh, CNBC Indonesia
02 August 2019 12:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang didera berbagai persoalan dengan utang menggunung hingga Rp 30 triliun dan rugi yang diderita dalam 7 tahun terakhir dinilai terjadi karena kesalahan strategi di masa lalu atas pengelolaan BUMN baja tersebut.
Tanri Abeng, Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pertama periode 1998-1999, menilai strategi yang harus dilakukan KRAS ialah dengan pengelolaan yang tepat. Tambal sulam dinilai tidak akan bisa menyelesaikan masalah kronis KRAS dan bisa berpotensi terus berdarah-darah ke depan.
Lima penekanan strategi ialah sumber pendanaan yang cukup, teknologi, investasi, kemitraan strategis, dan manajemen pengelolaan yang tepat dan mengerti industri.
"Itu [biaya] dipangkas apapun itu saya kira enggak akan memberikan dampak signifikan. Teknologi itu ya harus baru, lalu sumber pendanaan harus cukup. Lalu, para pengelola [direksi] harus mengerti baik kebutuhan dalam negeri dan luar, kalau hanya tambal sulam enggak akan selesai masalah, karena BUMN ini sumber pemecahannya beda-beda," kata Tanri dalam talkshow di CNBC Indonesia, Jumat (2/8/2019).
Tanri yang juga Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) ini menegaskan KRAS harus fokus pada masalah sumber pendanaan juga, karena berkaitan dengan investasi dan teknologi.
Selain itu, satu hal yang juga penting ialah kemitraan strategis. "kita harus berani katakan, kita butuh mitra, kita lakukan strategi itu [jalin mitra]. Toh pemegang saham [Indonesia] masih tetap mayoritas [di KRAS] so its not problem. Daripada rugi, lebih baik laba meski kita bagi [dengan mitra], jelas Tanri, mantan komisaris Telkom dan Lippo Karawaci ini.
Tanri menegaskan bahwa setiap BUMN memiliki persoalan dan jalan keluar yang berbeda-beda, tergantung dengan karakteristik industri yang dijalani. Strategi KRAS lebih tepat untuk mencari mitra karena investor luar lebih mapan dari sisi teknologi dan pendanaan.
Dia mengungkapkan strategi ini sebetulnya sudah diarahkan pada saat dia masih menjabat Menteri BUMN. Namun sayangnya, strategi yang dipilih KRAS ialah terlebih dahulu masuk ke pasar modal pada saat yang belum tepat karena belum ada pembenahan manajemen dan kemampuan teknologi.
"Kalau KS, ini kesalahan strategi. Zaman saya [1998-1999], strategi kami waktu itu cari strategist partner, karena butuh teknologi tinggi, membutuhkan capital tinggi dan management world class, jadi saya katakan belum [waktunya] masuk pasar modal, kita cari strategi partner," katanya.
Ketika itu, Tanri berencana menjalin kemitraan dengan Mittal Steel Company dari India.
"Kalau Mittal masuk pada saat itu, KRAS bisa jadi [perusahaan baja] yang terbesar, tapi itu tidak dilakukan. Apa yang dilakukan adalah go public [masuk bursa] tapi manajemen tidak dibenahi, kemampuan tidak ada, teknologi tidak masuk, terus terang KRAS yah masih berdarah-darah," katanya.
KRAS resmi melantai di bursa dan tercatat sebagai emiten ke-413 pada 10 November 2010. Namun ketika itu persoalkan yang diprotes pasar ialah penetapan harga saham perdana perusahaan yang sebesar Rp850 dianggap terlalu murah dan berbau kepentingan politis.
Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar.
Pada semester I-2019, KRAS kembali membukukan rapor merah, dengan menorehkan kerugian mencapai US$ 134,95 juta atau setara Rp 1,89 triliun. Nilai tersebut membengkak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang merugi US$ 16,01 juta atau setara Rp 224,17 miliar.
Sebelumnya Direktur Utama KRAS Silmy Karim terus berupaya melakukan restrukturisasi utang agar perusahaan baja kebanggaan nasional ini terus bisa bertahan di tengah gempuran serangan baja impor dari China.
"Fokus sekarang melakukan restrukturisasi utang dan bisnis, bagaimana kita mengoptimalisasi anak usaha. Paling cepat kuartal IV tahun ini [rights issue]," kata Silmy Karim di Bursa Efek Indonesia, Jumat (19/7/2019).
Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar.
(tas/hps) Next Article KRAS Berdarah-darah, Tanri Abeng: Ini Kesalahan Strategi!
Tanri Abeng, Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pertama periode 1998-1999, menilai strategi yang harus dilakukan KRAS ialah dengan pengelolaan yang tepat. Tambal sulam dinilai tidak akan bisa menyelesaikan masalah kronis KRAS dan bisa berpotensi terus berdarah-darah ke depan.
Lima penekanan strategi ialah sumber pendanaan yang cukup, teknologi, investasi, kemitraan strategis, dan manajemen pengelolaan yang tepat dan mengerti industri.
"Itu [biaya] dipangkas apapun itu saya kira enggak akan memberikan dampak signifikan. Teknologi itu ya harus baru, lalu sumber pendanaan harus cukup. Lalu, para pengelola [direksi] harus mengerti baik kebutuhan dalam negeri dan luar, kalau hanya tambal sulam enggak akan selesai masalah, karena BUMN ini sumber pemecahannya beda-beda," kata Tanri dalam talkshow di CNBC Indonesia, Jumat (2/8/2019).
Selain itu, satu hal yang juga penting ialah kemitraan strategis. "kita harus berani katakan, kita butuh mitra, kita lakukan strategi itu [jalin mitra]. Toh pemegang saham [Indonesia] masih tetap mayoritas [di KRAS] so its not problem. Daripada rugi, lebih baik laba meski kita bagi [dengan mitra], jelas Tanri, mantan komisaris Telkom dan Lippo Karawaci ini.
Tanri menegaskan bahwa setiap BUMN memiliki persoalan dan jalan keluar yang berbeda-beda, tergantung dengan karakteristik industri yang dijalani. Strategi KRAS lebih tepat untuk mencari mitra karena investor luar lebih mapan dari sisi teknologi dan pendanaan.
Dia mengungkapkan strategi ini sebetulnya sudah diarahkan pada saat dia masih menjabat Menteri BUMN. Namun sayangnya, strategi yang dipilih KRAS ialah terlebih dahulu masuk ke pasar modal pada saat yang belum tepat karena belum ada pembenahan manajemen dan kemampuan teknologi.
"Kalau KS, ini kesalahan strategi. Zaman saya [1998-1999], strategi kami waktu itu cari strategist partner, karena butuh teknologi tinggi, membutuhkan capital tinggi dan management world class, jadi saya katakan belum [waktunya] masuk pasar modal, kita cari strategi partner," katanya.
Ketika itu, Tanri berencana menjalin kemitraan dengan Mittal Steel Company dari India.
"Kalau Mittal masuk pada saat itu, KRAS bisa jadi [perusahaan baja] yang terbesar, tapi itu tidak dilakukan. Apa yang dilakukan adalah go public [masuk bursa] tapi manajemen tidak dibenahi, kemampuan tidak ada, teknologi tidak masuk, terus terang KRAS yah masih berdarah-darah," katanya.
KRAS resmi melantai di bursa dan tercatat sebagai emiten ke-413 pada 10 November 2010. Namun ketika itu persoalkan yang diprotes pasar ialah penetapan harga saham perdana perusahaan yang sebesar Rp850 dianggap terlalu murah dan berbau kepentingan politis.
Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar.
Pada semester I-2019, KRAS kembali membukukan rapor merah, dengan menorehkan kerugian mencapai US$ 134,95 juta atau setara Rp 1,89 triliun. Nilai tersebut membengkak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang merugi US$ 16,01 juta atau setara Rp 224,17 miliar.
Sebelumnya Direktur Utama KRAS Silmy Karim terus berupaya melakukan restrukturisasi utang agar perusahaan baja kebanggaan nasional ini terus bisa bertahan di tengah gempuran serangan baja impor dari China.
"Fokus sekarang melakukan restrukturisasi utang dan bisnis, bagaimana kita mengoptimalisasi anak usaha. Paling cepat kuartal IV tahun ini [rights issue]," kata Silmy Karim di Bursa Efek Indonesia, Jumat (19/7/2019).
Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar.
BUMN disorot KPK, ini kata Tanri Abeng.
[Gambas:Video CNBC]
[Gambas:Video CNBC]
(tas/hps) Next Article KRAS Berdarah-darah, Tanri Abeng: Ini Kesalahan Strategi!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular