
KRAS Berdarah-darah, Tanri Abeng: Ini Kesalahan Strategi!
tahir saleh, CNBC Indonesia
02 August 2019 11:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang didera berbagai persoalan dengan utang menggunung hingga Rp 30 triliun dan rugi yang diderita dalam 7 tahun terakhir dinilai terjadi karena kesalahan strategi di masa lalu atas pengelolaan BUMN baja tersebut.
Tanri Abeng, Menteri Negara Pendayagunaan BUMN periode 1998-1999, mengatakan setiap BUMN memiliki persoalan dan jalan keluar yang berbeda-beda, tergantung dengan karakteristik industri yang dijalani.
Khusus KRAS yang bergerak di industri baja, Tanri menegaskan strategi yang tepat ialah dengan mencari kemitraan strategis dengan investor luar yang lebih mapan dari sisi teknologi dan pendanaan.
Namun sayangnya, strategi yang dipilih KRAS ialah terlebih dahulu masuk ke pasar modal pada saat yang belum tepat karena belum ada pembenahan manajemen dan kemampuan teknologi.
"Kalau KS, ini kesalahan strategi. Zaman saya [1998-1999], strategi kami waktu itu cari strategist partner, karena butuh teknologi tinggi, membutuhkan capital tinggi dan management world class, jadi saya katakan belum [waktunya] masuk pasar modal, kita cari strategi partner," katanya dalam talkshow di CNBC Indonesia, Jumat (2/8/2019).
Ketika itu, Tanri berencana menjalin kemitraan dengan Mittal Steel Company dari India. Namun strategi menjalin kemitraan tersebut tidak dilakukan oleh manajemen dan pemegang saham saat itu.
"Kalau Mittal masuk pada saat itu, KRAS bisa jadi [perusahaan baja] yang terbesar, tapi itu tidak dilakukan. Apa yang dilakukan adalah go public [masuk bursa] tapi manajemen tidak dibenahi, kemampuan tidak ada, teknologi tidak masuk, terus terang KRAS yah masih berdarah-darah," katanya.
KRAS resmi melantai di bursa dan tercatat sebagai emiten ke-413 pada 10 November 2010. Namun ketika itu persoalkan yang diprotes pasar ialah penetapan harga saham perdana perusahaan yang sebesar Rp850 dianggap terlalu murah dan berbau kepentingan politis.
Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar.
Pada semester I-2019, perusahaan masih mencatatkan penurunan pendapatan di paruh pertama tahun ini dan membuat kinerja keuangan perseroan semakin parah.
KRAS kembali membukukan rapor merah, dengan menorehkan kerugian mencapai US$ 134,95 juta atau setara Rp 1,89 triliun. Nilai tersebut membengkak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang merugi US$ 16,01 juta atau setara Rp 224,17 miliar.
(tas/hps) Next Article Lolos Dari Kebangkrutan, Saham Krakatau Steel Layak Diburu?
Tanri Abeng, Menteri Negara Pendayagunaan BUMN periode 1998-1999, mengatakan setiap BUMN memiliki persoalan dan jalan keluar yang berbeda-beda, tergantung dengan karakteristik industri yang dijalani.
"Kalau KS, ini kesalahan strategi. Zaman saya [1998-1999], strategi kami waktu itu cari strategist partner, karena butuh teknologi tinggi, membutuhkan capital tinggi dan management world class, jadi saya katakan belum [waktunya] masuk pasar modal, kita cari strategi partner," katanya dalam talkshow di CNBC Indonesia, Jumat (2/8/2019).
Ketika itu, Tanri berencana menjalin kemitraan dengan Mittal Steel Company dari India. Namun strategi menjalin kemitraan tersebut tidak dilakukan oleh manajemen dan pemegang saham saat itu.
"Kalau Mittal masuk pada saat itu, KRAS bisa jadi [perusahaan baja] yang terbesar, tapi itu tidak dilakukan. Apa yang dilakukan adalah go public [masuk bursa] tapi manajemen tidak dibenahi, kemampuan tidak ada, teknologi tidak masuk, terus terang KRAS yah masih berdarah-darah," katanya.
KRAS resmi melantai di bursa dan tercatat sebagai emiten ke-413 pada 10 November 2010. Namun ketika itu persoalkan yang diprotes pasar ialah penetapan harga saham perdana perusahaan yang sebesar Rp850 dianggap terlalu murah dan berbau kepentingan politis.
Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar.
Pada semester I-2019, perusahaan masih mencatatkan penurunan pendapatan di paruh pertama tahun ini dan membuat kinerja keuangan perseroan semakin parah.
KRAS kembali membukukan rapor merah, dengan menorehkan kerugian mencapai US$ 134,95 juta atau setara Rp 1,89 triliun. Nilai tersebut membengkak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang merugi US$ 16,01 juta atau setara Rp 224,17 miliar.
(tas/hps) Next Article Lolos Dari Kebangkrutan, Saham Krakatau Steel Layak Diburu?
Most Popular